Hujan: Antara Rahmat, Bencana dan Doa
Kita sudah terbiasa dengan rintik hujan sepanjang bulan Desember hingga Februari. Hampir saban tahun siklus itu terus terulang. Negara tropis umumnya memiliki curah hujan yang tinggi dan musim kemarau yang mestinya lebih singkat. Indonesia termasuk salah satu negara dengan iklim hutan hujan tropis.
Menurut para ahli, curah hujan yang tinggi membuat negara tropis memiliki jenis tanaman dan hewan yang sangat beraneka agam. Indonesia begitu kaya dengan aneka tumbuhan yang menjadi khazanah kekayaan alam hutan. Dari sekian banyak jenis tanaman yang hidup di Indonesia, diperkirakan baru 20 persen yang sudah dikenali. Artinya, masih begitu banyak tanaman yang jenis dan manfaatnya belum dikenal.
Faktor hujanlah yang membuat aneka ragam kehidupan flora dan fauna bisa tumbuh dan berkembang biak menjadi kekayaan hayati yang luar biasa bagi negara kita. Hujan yang kemudian tersimpan menjadi air tanah membuat ladang-ladang pertanian dan persawahan kita menjadi subur makmur. Ini yang membuat grup musik legendaris Koes Plus mengibaratkan tanah Indonesia sebagai tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman!
Curah hujan yang tinggi pula yang membuat negara kita kaya dengan sungai. Air di dalam sungai telah begitu lama menjadi bagian penting dari sejarah peradaban bangsa kita. Kerajaan dan kota-kota besar tumbuh di sepanjang aliran sungai, tanahnya subur, dan menumbuhkan pula transportasi air yang membuat sejarah kita berkembang di sepanjang aliran sungai.
Kini, tahukah Anda berapa anak sungai yang melintasi Kota Jakarta, Ibukota negara kita? Ada 13 sungai yang membelah Kota Jakarta. Pada zamannya dulu, sungai-sungai yang bermuara langsung ke laut adalah sumber penting kehidupan dan pembangunan. Alasan ini pula yang membuat Jayakarta (nama Jakarta dulu, red) tumbuh menjadi bandar besar dan pusat kekuasaan kompeni di masa kolonialisme.
Tak pelak, hujan dan sungai telah berperan begitu vital dalam tumbuh dan berkembangnya banyak peradaban besar di dunia. Peradaban sungai besar itu, beberapa di antaranya, masih eksis hingga hari ini dan tetap menjadi pusat peradaban.
Baca Juga : Hujan ini Untuk Siapa?
Bukankah ini semua Rahmat Allah? Maha Benar Allah dengan firman-Nya,
“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” – QS Qaaf: 9
Air Hujan Sumber Bencana?
Semenjak dahulu hingga kini, siklus curah hujan masih kurang lebih sama. Bahwa frekuensi dan intensitasnya berbeda, hal itu terjadi karena banyak hal. Hujan yang sama, yang dirindu dengan penuh harap, serta diiringi doa-doa agar datang mengguyur manakala telah satu bulan lebih tak datang.
Namun, memasuki musim penghujan yang curah hujannya mulai tinggi di bulan Desember ini, seperti di tahun-tahun sebelumnya, orang justru kerap melihat mendung sebagai tanda awal bencana! Tidak dimungkiri bahwa masyarakat yang mengalami bencana banjir mengalami penderitaan yang luar biasa. Bayangkan, berhari-hari harus mengungsi jika terkena dampak banjir yang besar. Rumah terendam atau bahkan ada yang rusak diterjang banjir. Mungkin harta benda, surat dan dokumen berharga, juga ikut lenyap. Kendaraan pun rusak terendam banjir, dan beberapa dampak yang lainnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, 3.531 bencana alam tercatat sepanjang tahun 2022. Didominasi oleh banjir yang totalnya mencapai 1.524 kejadian. Kemudian, cuaca ekstrem 1.061 kasus, tanah longsor 634, kebakaran hutan dan lahan 252, serta gelombang pasang dan abrasi 26. Selebihnya ada bencana erupsi gunung berapi dan kekeringan.
Kota-kota di Indonesia umumnya rentan bencana banjir. Orang lantas banyak menggerutu tentang curah hujan yang terlalu tinggi sehingga mengakibatkan banjir. Bahkan pejabat negara pun mengatakan hal serupa, bahwa hujan yang terlalu besar membuat air meluap dan banjir meluas ke mana-mana.
Tetapi benarkah hujan penyebab bencana? Kaum muslimin mestinya tetap hati-hati dalam hal ini. Jangan sampai membangun prasangka bahwa mendung adalah alarm bencana dan turunnya hujan sama dengan bencana. Sebab, ini sama halnya dengan berprasangka buruk kepada Allah SWT sebagai pengatur hujan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hujan sebagai ketentuan Allah tetap merupakan rahmat-Nya bagi kehidupan di bumi ini. Yang memerlukan hujan adalah semua makhluk hidup hamba Allah. Maha Suci Allah dari niat mencelakakan manusia dengan hujan. Jika pun ada segolongan manusia yang mengalami dampak buruk dari hujan yang lebat, kemudian hujan menimbulkan bencana, bukan berarti hujan yang harus dilaknat.
Baca Juga : Mendung tak Berarti Hujan
Hujan yang turun saat ini masih seperti hujan yang dahulu. Tetapi hujan itu tak tagi bisa anteng bersemayam di bawah jaringan akar pepohonan seperti dahulu kala, saat pohon dan hutan masih begitu banyak. Karena tangan manusia yang menebangi pohon dan tak menjaga kelestarian hutan, maka air hujan yang tercurah dari langit tak lagi memiliki penahan. Ia bergerak cepat ke arah pemukiman penduduk.
Celakanya, ulah tangan manusia yang lain, didorong oleh ketamakannya, telah menimbun jalur-jalur air. Sehingga, sungai menyempit dan tak mampu mewadahi limpahan air hujan. Tak cukup sampai di situ. Jenis manusia lain yang ceroboh telah menyesaki saluran air yang tersisa dengan tumpukan sampah. Air pun meluap, untuk sekadar cari jalan. Warga panik, banjir datang!
Momen yang baik untuk berdoa
Hujan tak pernah mengerti tentang hutan yang tak lagi lebat, tentang badan sungai yang kian menyempit dan dangkal serta sesak oleh timbunan sampah. Ia hanya mengikuti sunatullah untuk turun lagi ke bumi setelah matahari menguapkan air di bumi ke langit. Itulah takdir sekaligus tugas hujan sepanjang kehidupan alam ini.
Air hujan ini masih sama dengan hujan di zaman purba. Ia adalah rahmat bagi kehidupan di alam ini. Semua makhluk hidup tercipta dari air dan selalu membutuhkan air untuk kelanjutan kehidupannya. Begitulah Allah menurunkan hujan sebagai rahmat-Nya.
Jadi, bencana banjir ini bukan karena hujan turun. Tetapi manusia yang telah mengganggu keseimbangan alam, sehingga hujan yang mestinya menjadi rahmat justru menimbulkan bencana. Mari kita syukuri nikmat hujan ini, agar Allah tambahkan rahmat dan keberkahan-Nya melalui hujan.
Baca Juga : Renungan Kemerdekaan: Kabel yang Masih saja Bikin Sebel
Bagi kaum muslimin, hujan sebenarnya momen yang baik untuk berdoa. Sebagaimana riwayat berikut:
“Muhammad bin Bisyr menuturkan kepadaku, Abdul Aziz bin Umar menuturkan kepadaku, Yazid bin Yazid bin Jabir menuturkan kepadaku, dari Makhul, dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa doa dianjurkan ketika turun hujan, dan ketika shalat ditegakkan, ketika bertemunya kedua pasukan dalam perang, dan ketika turunnya hujan”.
Hujan akan selalu menjadi rahmat Allah bagi semua makhluk hidup. Tak perlu menyalahkan hujan atas bencana yang terjadi. Justru ini adalah saat yang baik bagi kita untuk berdoa. Maka, mumpung banyak turun hujan, bersama rinai gerimis memasuki pertengahan bulan Desember ini, mari kita berdoa kepada Allah SWT agar pemilu dan kampanye yang tengah digelar bangsa Indonesia ini dapat berjalan damai, jujur, dan adil, sehingga terpilih pemimpin yang baik, yang diridhoi Allah SWT.
Mumpung banyak hujan, jadikanlah ia momen untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah kabulkan. Jangan malah menggerutu menyumpahi hujan.