Dunia Kerelawanan dan Kelembagaan (Bagian 1): “Idealisme, Berlian Tenggelam di Dasar Lumpur”

Dunia Kerelawanan dan Kelembagaan (Bagian 1): “Idealisme, Berlian Tenggelam di Dasar Lumpur”
Photo by Karen Maes / Unsplash

Sudah menjadi sunnatullah, saat sebuah komunitas masih kecil, biasanya mereka sangat kuat memegang prinsip dan amanah, erat memegang akhlak dan etika, kencang mengikat idealisme, ketat menjaga aturan, juga rapat dalam menyaring ide dan pikiran liar. Betapa banyak pujian Allah dalam Al Qur'an saat menyebut dan mengabadikan komunitas-komunitas kecil. Bahkan kehebatan mereka ada yang sampai Allah abadikan, saat mereka mampu meluluhlantakkan dominasi sebuah komunitas besar, lalu keluar sebagai pemenang, karena keteguhan dan kesabaran mereka dalam menjaga amanah dan idealisme.

Komunitas-komunitas kecil itu pada akhirnya ada yang tetap selamat. Namun tak sedikit pula yang terjerembab.

Tetapi seiring waktu, saat kerja keras ditambah jerih payah menjaga amanah mulai menampakkan hasil, kelonggaran-kelonggaran pun secara pelan namun pasti mulai dinikmati dan diminati. Sedikit demi sedikit, aturan dan tata etika mulai dikendurkan. Sikap-sikap permisif mulai diberikan ruang. Dan semua itu acapkali diatasnamakan kedaruratan. Di sinilah memang pangkal persoalan yang paling utama. Bahwa fikih kedaruratan memang sangat erat dan lekat dengan dunia kerelawanan dan kebencanaan. Sebab, situasi-situasi darurat pasti sering menyapa mereka, para relawan dan korban bencana.

Benar, bahwa syariat Islam mengatur kedua situasi, normal dan darurat. Situasi normal terikat dengan nash-nash yang jelas dan spesifik. Sedangkan situasi darurat biasanya diikat dengan kaidah-kaidah yang disusun para ulama berdasarkan nash-nash yang sifatnya general, atau yang sedikit menyinggung dan mengisyaratkan adanya hubungan. Karena bentuknya adalah kaidah-kaidah, sudah pasti akan sangat erat berhubungan dengan ijtihad para ulama yang prosesnya sangat berat dan panjang.

Hanya para ulama pakar dan tak sembarangan yang membahas dan membicarakan ijtihad. Di sini, kita seharusnya sudah paham betapa untuk masuk dalam dunia fikih kedaruratan akan sangat butuh kekuatan ilmu dan nalar yang jernih.  Meskipun kaidah-kaidah yang disusun para ulama sudah jadi, tak serta-merta langsung bisa dipakai begitu saja. Apalagi sekadar tahu satu kaidah saja langsung bisa melangkah tancap gas, yaitu kaidah "Situasi darurat akan membolehkan hal-hal yang terlarang" lalu urusan dianggap selesai. Di sinilah hal-hal prinsip dari banyak komunitas itu pun terjatuh.

"Kalau ini nggak boleh, itu nggak boleh, wah repot sekali kita berislam." Itu salah satu komentar yang pernah terlontar saat diskusi fikih kedaruratan.

Dengan dasar hadits Rasulullah SAW, "Sungguh agama ini mudah," lalu seakan semua hal bisa menjadi mudah dan dibuat mudah. Padahal, di antara yang harus kita pahami adalah, situasi darurat yang kadang memunculkan keringanan-keringanan dalam hukum itu sangat lekat dengan masalah samar, atau perkara syubhat. Lantas keluar pertanyaan, apakah benar masalah ini sudah masuk wilayah darurat? Atau masih dalam kategori normal meski sudah mengarah ke arah darurat?

Maka, munculnya pertanyaan tersebut tak boleh serta-merta diputuskan secara tergesa-gesa. Apalagi jika yang memutuskan itu tak memiliki kapasitas memadai dalam ilmu dan nalar. Kecuali jika memang hal itu sudah tak lagi samar semisal nyawa sudah terancam di depan mata.

Dan tentunya bukan di sini pembahasan mendalam tentang fikih kedaruratan. Hanya saja, memang hilangnya idealisme banyak komunitas kemanusiaan lebih karena adanya benturan dengan situasi darurat. Apalagi jika benturan terjadi bertubi-tubi. Dan sekali lagi, semua itu kembali bermuara pada donasi.

Lantas apa hubungan antara idealisme, kedaruratan, dan donasi? Tentu hubungannya sangat erat, seerat hubungan air dengan tanah. Program dan karya sebuah komunitas sangat bergantung dengan donasi.

Sebab, umumnya komunitas kemanusiaan bukanlah badan korporasi. Ia hidup karena adanya donasi, karena tak memiliki dana sendiri. Tentu kita sudah sangat paham hal itu. Selanjutnya, kehadiran komunitas-komunitas kemanusiaan adalah karena lembaga besar yang pada dasarnya paling bertanggungjawab menangani problem bencana kemanusiaan ternyata kurang merespon. Hal itu disambut oleh para relawan yang memiliki niat suci dan jiwa kemanusiaan, dengan mendirikan berbagai macam komunitas.

Saat terjun di medan kebencanaan dan kemanusiaan inilah, mereka menerima benturan-benturan dengan situasi darurat, dan di saat yang sama mereka sangat membutuhkan donasi untuk menyelesaikan problem di lapangan. Mau tak mau, mereka harus putar otak dan berpikir keras agar masalah selesai.

Di tahap ini, tidak ada masalah sebenarnya. Tetapi seringkali kita lupa dan lalai bahwa berangkat dari niat suci ditambah akrab dengan dunia mengaji sekalipun, tak lantas membuat kita bisa luput setiap saat dari bergesernya niat awal dan tujuan. Di dalam situasi darurat kadang kita tak bisa berlama-lama memegang idealisme. Itulah masalahnya.

Bahkan Rasulullah SAW telah peringatkan kita,

"Bahwa akan datang kepada manusia suatu masa, dimana orang yang bersabar dalam memegang syariat agamanya bagaikan memegang bara api."

Dan siapa yang kuat memegang bara api? Pasti bara api di genggaman itu dengan cepat akan ia lemparkan.

Begitulah akhirnya. Disebabkan urusan donasi yang harus banyak dicapai demi kebutuhan darurat di medan bencana, akhirnya mendaruratkan cara mendapatkan donasi. Idealisme hilang karena harus membangun korporasi atas nama lembaga kemanusiaan. Idealisme hilang karena harus membangun kapal kemanusiaan yang lebih mentereng. Idealisme hilang karena harus mempromosikan profil korporasi. Idealisme hilang karena harus bersaing dengan kapal-kapal korporasi lain yang menjadi kompetitor. Idealisme hilang karena terpaksa harus membangun program dan proyek mercusuar. Dan...

Idealisme hilang karena harus selalu membangun opini sebagai komunitas yang terdepan, terbaik, terbanyak, dan tercepat dalam hal program, karya, kontribusi, dan kadang atas nama dakwah.

Semoga Allah senantiasa menjaga niat dan keikhlasan kita.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.