Islam Materialis

Islam Materialis
Islam Materialis / Photo by Sandra Gabriel on Unsplash

Salah satu sistem yang merajai ekonomi dunia adalah kapitalisme. Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang mengedepankan kepemilikan pribadi atas alat produksi, pengadaan barang dan jasa, demi keuntungan. Sistem ini lahir saat berlangsung masa revolusi industri di Eropa, khususnya Eropa Barat.

Kapitalisme tumbuh subur di atas asas keterbukaan kepemilikan individu dan perlindungan, dengan membuka jalan bagi setiap orang untuk memaksimalkan kemampuannya masing-masing dalam menambah dan menjaga kekayaan. Kapitalisme juga mendorong persaingan bebas dalam perdagangan pasar.

Meski pun kapitalisme berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sipil di berbagai negara, sebenarnya di dalam sistem ini tersimpan banyak sisi gelap. Di antaranya adalah:

1. Menumbuhkan Sikap Materialisme yang Ekstrem

Kapitalisme mengubah sikap masyarakat menjadikan seolah-olah uang adalah satu-satunya tujuan dan tolok ukur dalam kegiatan ekonomi. Di dalam pandangan ini, manusia dengan remeh hanya diposisikan sebagai alat produksi dan peraih kekayaan.

2. Membangkitkan Rasa Individualisme dan Ketidakpedulian terhadap Orang Miskin 

Di dalam logika kapitalisme, persaingan bebas membenarkan orang kaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Pun sebaliknya, membiarkan orang miskin - tanpa apa pun - jika mereka tak mampu mencapainya. Sistem kelas (stratifikasi sosial) adalah konsekuensi alamiah dari kompetisi bebas ini.

3. Mendorong Kerakusan untuk Mengumpulkan Harta

Salah satu konsekuensi dari sistem ini, segala hal yang ada bisa dimiliki secara individual. Hukum di negara-negara kapitalis melindungi hak para pemilik modal untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, dan tak ada pihak lain yang berhak mencampurinya — bahkan pemerintah pun tidak boleh ikut campur.

Selain itu, lebih parahnya lagi, kapitalisme bergantung kepada sistem riba yang merusak. Ini adalah bencana moral yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin. Sebab, keuntungan sudah dijamin bagi pemilik modal, sementara risiko akan ditanggung oleh pelaku usaha.

Selama lebih dari tiga abad, sistem ini mendominasi ekonomi dunia, hingga banyak orang menganggapnya sebagai realitas mutlak yang tak bisa dielakkan. Terlebih, setelah jatuhnya blok komunis, kepercayaan terhadap keabsahan kapitalisme kian menguat.

Lebaran, Memaafkan, dan Rekonsiliasi
Memaafkan bukan barang murah. Sehingga, ganjarannya adalah surga. Selain tidak murah, memaafkan juga tidak mudah. Sebagaimana tidak mudahnya meminta maaf, yang butuh keberanian, ketulusan, dan penyesalan yang serius.

Respon Umat Islam

Islam sangat memerhatikan hak-hak kaum fakir, menolak kezaliman, dan mendorong distribusi kekayaan yang adil. Beberapa pemikir Muslim sempat cenderung kepada sosialisme, bahkan muncullah istilah “sosialisme Islam” di paruh pertama abad ke-20. Namun, kalangan penulis dan pemikir Islam yang moderat menyadari bahwa Islam berada di posisi tengah antara dua sistem ekstrem tersebut. Mereka mengritik sosialisme dan kapitalisme sekaligus.

Di antara para ulama tersebut adalah Sayyid Quthb, melalui bukunya: Keadilan Sosial dalam Islam, "al-Ma’rakah al-Islam ma’a al-Ra'sumaliyah" (Pertempuran Islam dan Kapitalisme), serta "Islam dam Perdamaian Dunia". Juga Muhammad Baqir al-Shadr melalui bukunya "Ekonomi Kita" (Iqtisaduna).

Pertarungan pemikiran pun berlangsung sengit pada paruh kedua abad 20 lalu, hingga umat Islam berhasil merumuskan sistem ekonomi Islam yang adil sebagai alternatif. Namun demikian, pengaruh semangat kapitalisme masih sangat kuat di kalangan umat Islam sendiri – bahkan di sebagian kalangan Islamis.

Mereka yang terpesona oleh gemerlap materi dan kekayaan mendukung pengumpulan harta dengan segala cara. Sebagian dari mereka, bahkan menyatakan bahwa prinsip zuhud terhadap dunia bukan bagian dari Islam! Menurut klaimnya, konsep tersebut adalah racun berbahaya yang disusupkan musuh-musuh Islam untuk melemahkan umat.

Ciri Hati Suci, Mudah Menerima Nasihat
Beberapa hal yang dapat melembutkan hati adalah perhatian terhadap orang-orang miskin dan lemah, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengeraskan hati semisal dosa-dosa, terlalu banyak hiburan, serta kebiasaan berlebihan dalam makan dan minum.

Dari sinilah mereka tergelincir dari sikap moderat yang diajarkan Islam menuju ekstremisme materialistis, penuh kerakusan dan ketamakan, bahkan berani menghalalkan harta publik dengan berbagai dalih. Mereka tampil dengan penuh kesombongan, membanggakan gaya hidup mewah, pakaian mahal, dan kendaraan mewah.

Anehnya, fenomena itu tak hanya terbatas di negara-negara kaya, tetapi justru lebih mencolok terjadi di negara-negara yang masih diliputi kemiskinan. Para pejabat dan pemilik modal di negara-negara berkembang tak segan memamerkan kemewahan secara mencolok di tengah rakyat yang hidup dalam kemiskinan papa.

Arah pikir semacam ini tampak nyata dalam berbagai bentuk, seperti hasrat berlebihan terhadap kekayaan, kecintaan pada kemewahan, serta menjadikan agama sebagai alat demi meraih keuntungan duniawi yang fana. Hal ini dapat menyebabkan ruh Islam larut dalam kepentingan para pemilik modal, hingga terperosok pada dekadensi moral. Ketika standar benar dan salah, baik dan buruk, bahkan loyalitas dan permusuhan, semuanya ditentukan oleh untung-rugi materi, maka tidak sedikit orang yang menempatkan kepentingan pribadi di atas segala-galanya. Hasbunallah wa ni‘mal wakil.

Hakikatnya, Islam adalah agama yang menempuh jalan tengah di antara berbagai bentuk ekstremisme manusia. Allah Ta‘ala berfirman: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS Al-Baqarah: 143).

Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata:  

"وخير الأمور أوساطها، والأخلاق الفاضلة كلها وسط بين طرفي إفراط وتفريط. وكذلك الدين المستقيم وسط بين انحرافين، وكذلك السنة وسط بين بدعتين، وكذلك الصواب في مسائل النزاع إذا شئت أن تحظى به فهو القول الوسط بين الطرفين المتباعدين." [روضة المحبين: 220]

“Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah. Seluruh akhlak mulia berada di antara dua sisi ekstrem: berlebihan dan lalai. Demikian pula agama yang lurus adalah pertengahan antara dua penyimpangan. Begitu pula sunnah adalah pertengahan antara dua bid’ah. Kebenaran dalam perbedaan pendapat pun, jika engkau ingin meraihnya, adalah pendapat yang berada di tengah antara dua pandangan yang jauh menyimpang” (Raudhatul Muhibbin, halaman 220).

اللهم اهدنا فيمن هديت، وعافنا فيمن عافيت، وتولنا فيمن توليت، وبارك لنا فيما أعطيت، وقنا شر ما قضيت، باركت وتعاليت...
Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.