Sebuah artikel istimewa, hanya ada di Sabili.id. Diurai langsung oleh pelakunya, Dr. Abdullah Hehamahua, berupa pengalamannya menjadi Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami hidangkan secara berkala untuk Anda pembaca setia Sabili. Ada banyak fakta menarik didalamnya, semula tidak menjadi konsumsi publik. Berikut, seri kelima dari kisah beliau. Selamat menikmati.
Tugas pertamaku sebagai penasihat KPK di luar kantor adalah memberi ceramah di kampus ITB, Bandung, bertema Peranan Mahasiswa dalam Pencegahan Korupsi.
Auditorium ITB, hari itu, 18 Agustus 2005, penuh dengan ribuan mahasiswa baru. Ada kegiatan Pekan Orientasi Mahasiswa (POSMA), menghadirkan dua narasumber, yaitu seorang dosen dari Universitas di Malang dan saya dari KPK.
Tugas Pertama dan KKN
Tidak berapa lama setelah aku dilantik, Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki, memintaku menghadiri undangan Pimpinan ITB pada acara POSMA, menggunakan pesawat terbang pulang pergi. Semula kupikir cukup dengan kereta api Argo Parahyangan, relatif singkat, tiga jam 23 menit.
Ketua KPK tetap memintaku naik pesawat. Maksudnya, agar bisa segera kembali pada hari yang sama. Menyusul ada kegiatan lain yang harus diikuti. Tentu Pak Ruki bukan mau “show of force.” Mengingat LHKPN beliau (Laporan Kekayaan Hasil Penyelenggaraan Negara) sewaktu menjadi anggota DPR-RI, saya yang periksa. Beliau punya dua rumah. Sebagai seorang Jenderal Polisi, saya memandang kekayaannya masih proporsional. Dibanding ada seorang Jenderal Purnawiran, anggota MPR RI, ketika saya periksa kekayaannya, punya tujuh mobil sedan. Sukar dibantah, ada potensi KKN.
Pesawat kecil berkapasitas belasan penumpang terbang rendah dari bandara Halim menuju Bandung. Kutatap ke bawah sawah terbentang sepanjang penerbangan. Pemandangan yang menyejukkan mata. Terbayangkan, betapa makmurnya negeri ini dengan sumber daya alam yang melimpah.
Teringat, ketika berkunjung ke Libya (1985), sejauh mata memandang, hanya hamparan padang pasir. Tetapi mengapa rakyat Libya relatif makmur sedangkan Indonesia tidak? Bahkan tahun 2010, UNDP menyebut Libya sebagai negara dengan kualitas pembangunan manusia dalam kategori “tinggi” di Afrika. PDB-nya juga tertinggi di Afrika.
Usut punya usut, Indonesia kalah dari libya karena maraknya KKN. Itulah sebabnya KPK dibentuk. Dan karena itu pulalah mengapa saya berada di dalam pesawat menuju Bandung.
Kunaiki taksi menuju auditorium ITB di kampus Ganesha. Panitia POSMA terkejut sewaktu mengetahui kedatanganku. Panitia mau jemput, kujelaskan bahwa ketika menjalankan tugas, saya tidak boleh dijemput dan diantar oleh Panitia.
Sejatinya, waktu itu Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Kode Etik KPK belum resmi disahkan dan diberlakukan. Namun, sebagai mantan Ketua Tim Penyusunan Kode Etik Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), saya sudah terbiasa berperilaku demikian.
Berangkat dan pulang, tidak dijemput dan diantar Panitia. Tidak menerima hidangan makanan dan minuman. Bahkan, tidak menerima penginapan yang disediakan Panitia.
Dalam perbincangan ringan dengan Panitia POSMA ITB, mereka terheran-heran ketika kujelaskan bahwa pada masa orde baru, penghasilan tertinggi PNS adalah dari perjalanan dinas. Ketika memeriksa seorang anggota legislatif, terungkap ia melakukan perjalanan dinas lebih dari dua ratus hari. Makanya banyak pejabat kala itu ramai-ramai melakukan perjalanan dinas.
DNA Korupsi
Di ruang tunggu auditorium ITB, kujumpai narasumber lain yang merupakan dosen asal Malang, gelarnya Doktor. Bukan Doktor Honoris Causa, gelar kehormatan sebagai belas kasihan dari Universitas abal-abal. Namun, ada juga yang diberikan oleh Universitas Negeri. Alih-alih menyematkan gelar kehormatan, pimpinan Universitas berharap jabatan tertentu dari Penguasa. Jadi, gelar itu, saat ini rupanya diberikan karena kepentingan politik, bukan akademik.
Dosen ini mengisahkan, ada seorang pemuda di New York, AS, nekad bunuh diri terjun bebas dari atas gedung pencakar langit. Dari hasil autopsi menunjukkan ada gen bunuh diri pada pemuda tersebut. Spontan, kutanyakan, “apakah mungkin ada gen korupsi?” Sang dosen terperanjat, seraya menjelaskan, perlu penelitian serius.
Menurut dosen itu, secara sains setidaknya ada 8 penyakit yang dapat diwariskan orang tua ke anak cucunya. Sejak itu, kukampanyekan ide pemeriksaan DNA korupsi terhadap calon Pejabat Publik, baik di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun BUMN/BUMD.
Mahasiswa dan Pencegahan Korupsi
Pembawa Acara, mempersilahkanku naik ke panggung, didahului dengan membaca secara singkat riwayat hidupku. Tetiba, seluruh mahasiswa menyanyikan lagu “happy birthday.” Kuhentikan langkahku. Namun, sewaktu sampai ke lirik, “happy birthday pak Abdullah,” baru kusadari, hari itu, tanggal 18 Agustus 2005, hari ketika Allah menghadirkan diriku ke bumi ini melalui rahim ibuku.
Ada rasa haru dan gembira, namun aku tertawa sendiri. Seumur hidup tidak pernah merayakan atau dirayakan hari lahirku. Bahkan, saya pun tidak sadar hari itu adalah kelahiranku di atas bumi.
Bicara lebih kurang 45 menit, kusampaikan secara garis besar, apa dan bagaimana peran mahasiswa dalam mencegah korupsi. Mahasiswa sebagai “agent of change” harus memahami, menghayati, dan mengamalkan pencegahan korupsi tersebut. Apalagi, mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan.
Oleh karenanya, tiga hal utama yang kusampaikan ke mahasiswa waktu itu Pertama, mahasiswa jangan bolos atau titip absen karena malas kuliah. Kujelaskan bahwa semangat belajar merupakan langkah awal untuk mendisiplinkan diri. Disiplin masuk kuliah maka akan tertib mengatur waktu dan menjalani semua aktifitas kampus sesuai jadwal.
Jika hal itu menjadi perilaku, kelak berstatus pegawai atau pejabat, insya Allah akan disiplin menjalankan tugas. Kesimpulannya, disiplin dalam melaksanakan kegiatan rutin pribadi dan tugas pejabat publik, orang tidak akan mengambil sesuatu yang bukan haknya, tidak akan KKN, menjalankan tugas dengan baik dan jujur.
Kedua, jangan “menyontek,” dalam ujian maupun mengerjakan tugas makalah. Apalagi ketika menyusun proposal dan skrispsi. Jika hal itu dilakukan, maka itu berarti penghasilan yang diperoleh ketika sudah bekerja, berasal dari usaha yang tidak halal. Sebab, hasil ujian, makalah dan skripsi diperoleh dengan cara curang.
Ketiga, jangan beri hadiah dalam bentuk apa pun ke Dosen, Kaprodi, Dekan, dan Pegawai Universitas. Sekali mahasiswa memberi hadiah maka semua insan Perguruan Tinggi terpicu untuk ber-KKN. Meskti itu sebatas hadiah sebagai tanda terima kasih. Padahal, apresiasi yang diharapkan oleh seorang dosen sejati adalah mahasiswanya berhasil selesai kuliah sesuai jadwal. Apalagi jika bisa memperoleh nilai kelulusan yang baik. Dan yang paling utama adalah mahasiswanya berakhlak mulia.
Namun fakta di luar sana, sebagian dosen berfungsi, hanya sebagai pengajar, bukan pendidik. Hanya menjalankan fungsi transformasi ilmu, pengetahuan, dan pengalamannya kepada mahasiswa. Jarang melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, membangun karakter dan integritas mahasiswanya agar menjadi seorang calon “ulul albab”.
UU Nomor 20/2003 pasal 3, menetapkan, tujuan pendidikan adalah: “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Menolak Amplop
Usai memberi ceramah saya langsung mencari taksi menuju Bandara. Panitia menyodorkan amplop dan menawarkan untuk mengantar, kutolak semua. Saya jelaskan pada mahasisa bahwa dalam Surat Perintah Jalan (SPJ) sudah dibiayai APBN. Salah satu anggarannya, biaya operasional, termasuk kegiatan sosialisasi pencegahan korupsi, dan karena untuk itulah saya digaji.
Rupanya fungsionaris Panitia ini mahasiswa senior, sebentar lagi jadi sarjana. Cukup piawai keterampilannya dalam meyakinkan orang. Dia bilang, honor itu sebagai penghargaan atas ilmu dan pengalaman luar biasa diberikan kepada para mahasiswa.
Denga nada suara agak tinggi saya katakan, jika saya orang bodoh, tidak akan jadi Penasihat KPK. Segala ilmu, keterampilan, dan pengalaman yang kumiliki itu sudah dibayar dengan gaji setiap bulan.
(Depok, 5 Maret 2023)
Baca Juga:
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!