Jusuf Kalla memulai paparannya dalam webinar bertema “It’s Time for Palestine to be Free!!!” itu dengan menyampaikan sejarah konflik antara Palestina dan Israel. Menurut dia, perang antara Palestina dan Israel adalah salah satu peristiwa perang terpanjang. Perang itu melibatkan konflik yang paling panjang di dunia pada akhir-akhir ini.
“(Perang ini) Memang mempunyai sejarah Panjang. Dimulai dari Balfour Declaration, sampai kemudian proklamasi kemerdekaan negara Israel tahun 1948, yang kemudian terjadi perang antara pimpinan negara-negara Arab melawan Israel pada waktu itu,” terang Jusuf.
Jusuf menyebut, ada banyak kekuatan yang turut andil dalam konflik tersebut. “Jadi (dulu) ini (adalah) konflik yang melibatkan banyak negara. (Juga) kekuatan besar Amerika, Rusia (Uni Soviet pada zaman dulu, red). Tentu kita berharap ini bisa selesai dengan kemerdekaan Palestina. Itu sebenarnya juga keinginan banyak pihak untuk menyatakan two state policy,” lanjutnya.
Tetapi persoalan yang harus disoroti adalah bahwa yang terjadi sekarang ini adalah perang yang tidak seimbang. Juga tidak memperhatikan per kemanusiaan, karena menimbulkan jatuhnya korban sipil berjumlah besar.
“Yang terjadi di bulan Oktober ini, tidak seimbang dan juga tanpa peri kemanusiaan yang menyebabkan korban begitu besar. Di lain pihak, kita juga tentu menghargai keberanian Hamas untuk melakukan itu, walau pun menyebabkan korban yang begitu besar,” terang Jusuf.
Baca Juga : Tim MER-C Salurkan Bantuan Tahap Awal ke Gaza
Tentang anggapan sejumlah pihak bahwa perang kali ini dimulai dari serangan Hamas, Jusuf Kalla menegaskan, Palestina berhak membela diri. “Nah, sekarang masalahnya, konflik terakhir ini tentu kita tahu semua, dimulai dari Hamas. Walau pun ketika saya ditanya oleh seorang Amerika, ‘Apakah serangan Hamas ke Israel itu sah?’, saya jawab, ‘Ya, sah. Setiap bangsa terjajah tentu berhak untuk memperjuangkan kemerdekaan dengan segala cara. Sama seperti Indonesia pada zaman dulu’,” tegasnya.
Jusuf melanjutkan, kemerdekaan sebuah bangsa dapat dicapai dengan dua hal. Perang dan perundingan. “Pada perang tahun 67 - 73 itu, negara-negara Arab masih kuat. Yang perang bukan hanya Palestina saja, (tetapi) yang paling besar sebenarnya itu Mesir, Suriah, Yordania, ikut perang untuk melawan Israel yang dibantu Amerika. Pihak negara Arab dibantu Rusia. Ini suatu perang yang luar biasa, sebenarnya. Walau pun singkat karena kekuatan-kekuatan waktu itu – terutama Israel – sangat kuat, walau pun sebenarnya Mesir juga kuat,” jelas Jusuf.
Jusuf melanjutkan, tahun 1973 perang dapat diakhiri (dengan kemenangan Israel). Dan kemudian memunculkan kekuatan baru di negara Arab dengan kekuatan ekonomi, embargo minyak sehingga menyebabkan harga minyak melambung tinggi dari tiga dolar menjadi dua puluh sampai tiga puluh dolar pada waktu itu. Sehingga, dunia mengalami shock akibat tindakan negara-negara Arab yang bersatu untuk membela Palestina dengan berperang dari sisi ekonomi.
Di sisi lain, Jusuf Kalla juga menjelaskan, perpecahan di antara Fatah dan Hamas menjadi salah satu faktor mengapa Palestina belum Merdeka. “Kesulitan tersendiri dari kemerdekaan Palestina adalah pecahnya (Fraksi partai) di Palestina, antara Fatah dan Hamas. Hamas lebih Islami, Fatah sekuler. Fatah ingin berunding, sedangkan Hamas ingin tetap berperang,” terang Jusuf.
Terakhir, Jusuf menjelaskan, dialog dan persatuan umat Islam menjadi penting dalam menyikapi persoalan di Palestina. “Solusi dialog menjadi penting. Dan juga bagaimana negara-negara Islam bisa bersatu, sehingga terjadi kekuatan yang besar untuk menekan mereka (Israel),” tutup Jusuf.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!