Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang pemenang Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) kemarin sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Yang menarik itu justru pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 3 hakim dari 8 hakim MK yang ada. Tiga hakim MK, yakni Prof. Saldi Isra, Prof. Enny Nurbaningsih, dan Prof. Arif Hidayat, menilai memang ditemukan adanya pelanggaran. Tetapi mereka kalah suara.
Apa yang dikatakan Prof. Saldi Isra menarik. Ia mengingatkan tentang keadilan substansial, bukan sekadar keadilan prosedural. Sederhananya begini. Proseduralnya setiap kendaraan harus berhenti di traffic light jika menyala lampu merah. Jika menerobosnya, berarti melanggar hukum.
Namun, ambulan boleh menerobos lampu merah dalam keadaan membawa pasien gawat darurat untuk tindakan penyelamatan. Secara prosedural, ambulan salah karena melanggar lampu merah. Namun, secara substansial ambulan bertindak benar menyelamatkan nyawa pasien. Itulah makna keadilan substansial.
Secara prosedural (angka-angka hasil pemilihan), memang dua paslon lainnya kalah. Namun, secara substansial mengapa mereka kalah adalah persoalan hulu yang seharusnya dilihat, ditelusuri, dikoreksi, dan menjadi pertimbangan hukum.
Baca juga: Mengenang Kartono dan Kartini
Dulu Aktivis Muda
Dulu sekali, sewaktu saya masih reporter lapangan, saya pernah bertemu dan berdiskusi dengan seorang aktivis muda asal Padang yang juga dosen hukum kala itu. Pertemuan resmi di kantor Forum Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR). Tutur katanya, keberanian, dan wawasannya luas. Di dalam hati, ketika itu saya bergumam, kelak aktivis muda ini akan bersinar.
Dan ternyata benar. Aktivis muda itu kemudian berhasil menjadi hakim MK. Berani berbeda pendapat dengan argumen yang kuat. Dialah Prof. Saldi Isra. Setidaknya dia mewakili pandangan banyak orang yang merasa ada hal substansial yang perlu dikoreksi dari hasil Pemilu kita itu. Tetapi, ya sudahlah. Keputusan itu sudah final dan mengikat.
Saya hanya teringat pesan Buya Hamka dalam soal pilih memilih ini. Kata beliau, “Tak masalah pilihan kita kalah, yang penting pilihan kita tidak salah”.
Para pejuang tak harus selalu menang dalam perang. Kalah atau menang bukanlah segalanya. Tetapi apa yang diperjuangkan itulah letak nilai para pejuang itu.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!