Kedudukan Hukum Positif dalam Konstelasi Hukum Islam

Kedudukan Hukum Positif dalam Konstelasi Hukum Islam
Kedudukan Hukum Positif dalam Konstelasi Hukum Islam / Foto Istimewa

Di dalam masyarakat yang kompleks dan beragam, hukum buatan manusia, hukum sipil atau hukum positif, telah menjadi sarana penting untuk mencapai ketertiban, keadilan, dan kebaikan bersama. Di Indonesia, yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kedudukan hukum positif dalam konstelasi hukum Islam menjadi topik yang signifikan untuk dikaji.

Beberapa ulama dan pakar hukum Islam menerima keberadaan hukum positif dalam konteks tertentu, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariat Islam. Melalui pandangan ini, dapat dipahami bahwa hukum positif memiliki kedudukan yang fleksibel, namun tetap terikat dengan nilai-nilai Islam.

Secara umum, hukum Islam didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang bersumber dari Al Qur’an, Hadits, dan ijtihad para ulama. Menurut Al-Mawardi dalam karyanya “Al-Ahkam As-Sultaniyyah”, hukum Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan umat dalam segala aspek kehidupan, mulai dari ibadah hingga muamalah.

Sementara itu, hukum positif didefinisikan sebagai aturan yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur kehidupan sosial-politik-ekonomi demi tercapainya keteraturan dan kebaikan bersama. Istilah hukum positif adalah ius constitutum yang berarti hukum yang berlaku di waktu tertentu, wilayah tertentu, dan oleh masyarakat tertentu. Hukum positif juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus. Di Indonesia, hukum positif disebut juga sebagai hukum nasional Indonesia.

Menurut para ulama, sumber hukum Islam terdiri dari beberapa bentuk utama yang menjadi landasan dalam menetapkan hukum. Imam Al-Syafi'i, dalam karyanya, “Al-Risalah”, menyebutkan empat sumber pokok, yaitu Al Qur’an, Hadits, Ijma, dan Qiyas.

Hanya Pencegah Kerusakan yang Akan Selamat
Jika tidak ada kegiatan amar makruf dan nahyu mungkar, sehingga maksiat merajalela, maka azab Allah juga akan menimpa mereka yang bertakwa tetapi tidak mau mencegah kemungkaran itu.

Al Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang menjadi sumber utama hukum Islam dan mencakup pedoman hidup bagi umat Muslim. Hadits merupakan perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad saw yang menjadi penjelasan dan pelengkap dari Al Qur’an. Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum ketika tidak ada ketetapan eksplisit dalam Al Qur’an atau Hadits. Qiyas adalah analogi hukum terhadap kasus yang tidak ada nash-nya dengan memerbandingkan pada kasus serupa yang ada dalam Al Qur’an atau Hadits. Keempat sumber hukum ini menjadi rujukan utama dalam menyusun dan mengembangkan hukum Islam yang relevan dengan konteks dan zaman.

Menurut pakar hukum Islam, Yusuf al-Qaradawi, dalam bukunya “Fiqh al-Dawla”, hukum positif tidak selalu bertentangan dengan syariat. Sebab, selama bertujuan baik dan sesuai dengan prinsip dasar Islam, hukum tersebut dapat diterima.

Salah satu contoh hukum positif yang diterima dalam perspektif hukum Islam adalah peraturan lalu lintas. Pengaturan lalu lintas semisal pembagian jalur kendaraan, lampu merah, dan aturan kecepatan, dibuat untuk menjaga keselamatan pengguna jalan.

Pandangan itu dapat didukung dengan prinsip maqasid al-shariah (tujuan-tujuan syariat), yaitu menjaga jiwa (hifz an-nafs). Menurut Ibn Ashur dalam karyanya, “Maqasid al-Shariah al-Islamiyyah”, segala peraturan yang membantu melindungi keselamatan jiwa sejalan dengan maqasid syariah. Maka, peraturan lalu lintas sebagai hukum positif yang berfungsi melindungi jiwa manusia tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga dianjurkan.

Di dalam perspektif hukum Islam, hukum positif diperbolehkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya, “Ilmu Ushul Fiqh”, hukum buatan manusia diterima dalam Islam jika tidak bertentangan dengan dalil-dalil qat'i (tegas) dari Al Qur’an atau Hadits. Contohnya, undang-undang mengenai perlindungan hak asasi manusia atau hukum pidana non-hudud dapat diterima selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Prabowo Subianto dan Kontribusi Ekonomi Islam dalam Ekonomi Pancasila
Prabowo Subianto dalam visinya menegaskan bahwa ekonomi yang berbasis pada nilai-nilai religius tak hanya kompatibel dengan kapitalisme.

Contoh lain yang relevan adalah hukum perpajakan. Sistem pajak diatur oleh negara untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di dalam hukum Islam, pajak dikenal dengan istilah dharibah, yang dianggap sah selama tujuannya adalah untuk kemaslahatan masyarakat. Yusuf al-Qaradawi dalam “Fiqh al-Zakat” menyatakan bahwa pajak yang diberlakukan pemerintah tidak bertentangan dengan syariat, asalkan dialokasikan untuk kepentingan publik dan tidak membebani rakyat secara berlebihan.

Meski demikian, penerimaan terhadap hukum positif dalam konteks hukum Islam bukan tanpa batasan. Menurut Imam Ghazali dalam “Al-Mustashfa”, hukum harus tunduk kepada prinsip-prinsip utama Islam, terutama yang terkait dengan akidah, ibadah, dan prinsip moralitas dasar. Oleh karena itu, hukum positif yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, semisal yang menghalalkan riba atau perjudian, tetap tidak dapat diterima dalam konstelasi hukum Islam.

Dengan demikian, hukum positif memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat modern, termasuk di Indonesia. Perspektif yang menerima hukum positif dalam Islam menggarisbawahi pentingnya mengutamakan kemaslahatan umum, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Pendekatan yang seimbang ini memungkinkan hukum buatan manusia dan hukum Islam untuk berjalan beriringan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.