Di dalam setiap pergerakan pasukan di Gaza, penjajah Zionis Israel menyiapkan kendaraan Tiger yang super aman di dunia untuk membawa pasukannya. Juga Bulldozer baja untuk membersihkan puing-puing bangunan. Dan Tank Markava untuk membantu penyerbuan dan pertahanan. Pasukan mereka berhenti di tanah lapang yang puing-puing bangunannya sudah dibersihkan oleh bulldozer.
Mengapa memilih tanah lapang? Pembersihan puing bangunan menjadi tanah lapang bertujuan untuk memastikan tidak adanya terowongan di sekitar area tersebut sekaligus memastikan jarak tembak yang aman antara tempat berkumpulnya pasukan dengan tembok bangunan yang dihancurkan oleh pesawat tempur penjajah Israel. Sehingga, Hamas tidak bisa melakukan serangan mematikan secara mendadak dalam jarak dekat melalui terowongan atau bagian atas bangunan.
Dengan pergerakan seperti itu, setiap serangan dari jarak tertentu tidak membahayakan. Bahkan, dengan mudah diserang balik. Namun, mengapa Hamas mampu melumpuhkan sekelompok pasukan dengan menghancurkan kendaraan tiger, bulldozer, dan tank juga? Sebab, Hamas bertempur dengan logika terbalik dari infrastruktur militer yang dirancang oleh penjajah Israel.
Baca Juga : Taktik Perang Pasukan Gaza (Bagian 2/ Terakhir)
Hamas menyerang dengan dua strategi jitu. Pertama, menyerang di titik nol musuh secara tak terduga, cepat dan terukur, sehingga kemampuan menembak dari infrastruktur militer mereka tidak berguna. Justru kemampuan personel tentara itu sendiri yang menentukan. Kedua, serangan dari arah belakang dengan langsung meledakkan infrastruktur militernya, menyebabkan penjajah Israel tidak tahu bahwa mereka sedang diserang.
Strategi penyerangan seperti ini butuh kesabaran, ketepatan, dan kecepatan bertindak dengan keterampilan yang tinggi dari tempat persembunyiannya. Seperti seekor kucing yang diam sejenak menunggu momentum yang tepat untuk menangkap tikus. Penyerangan seperti ini sangat efisien sumber daya dan sekaligus terukur.
Tokoh yang terampil dalam bertempur model ini adalah Khalid bin Walid. Dia menyerang dari arah belakang pasukan Muslimin dalam perang Uhud. Dia juga berhadapan dengan musuh, sambil pasukan kavalerinya bergerak memutar ke belakang lalu menjepit musuh dari arah depan, samping, dan belakang, di pertempuran di Qadisiyah dan Yarmuk. Khalid bin Walid juga bisa membuat infrastruktur militer lawan, yang seharusnya menjadi kekuatan, justru dia mengubahnya menjadi penyebab kekalahan.
Dengan bulldozer, kendaraan pasukan dan tank, arah pergerakan pasukan penjajah Israel justru dapat terbaca dari bawah terowongan dan atas bangunan. Berbeda dengan Hamas, yang bergerak tanpa infrastruktur militer, sehingga gerakannya tidak terlacak. Seolah-olah pasukan Hamas tiba-tiba hadir di depan hidung penjajah Israel. Keterkejutan membuat mereka tidak cepat siap untuk bertindak dengan tepat. Inilah penyebab keberhasilan Hamas.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!