Kini, Kamulah Pahlawan Itu!

Kini, Kamulah Pahlawan Itu!

Siapakah kini pahlawan hati, pembela bangsa sejati?” Penggalan lirik lagu Gugur Bunga karya Ismail Marzuki, sungguh tepat direnungkan kembali di momen peringatan Hari Pahlawan ini. Sejujurnya semakin sulit menemukan kesepakatan yang agak luas tentang siapa  yang layak menyandang gelar “pahlawan” pada waktu-waktu ini.

Mungkin masyarakat malah lebih mudah menemukan atau memberikan jawaban tentang siapa musuh-musuh negara yang berbahaya, karena merongrong  kewibawaan negara, merampok harta negara, dan mempermalukan kita di dunia internasional. Atau menyelewengkan kekuasaan dari amanah semestinya, menggunakannya untuk kepentingan golongan dan keluarga, dan seterusnya.

Harus diakui, sesungguhnya kita sedang mengalami krisis kepahlawanan. Kita punya banyak daftar nama-nama pahlawan, kisah tentang heroisme pun memang ditanamkan di sekolah-sekolah, namun semua itu hanya sebatas sebagai sebuah pengetahuan. Tidak ada keteladanan dan tidak ada figur!

Para remaja kita pun bingung, karena samarnya sosok pahlawan yang nyata dalam kehidupan mereka. Sehingga, di dalam pencarian mereka itu, para remaja melakukan konseptualisasi sendiri tentang figur pahlawannya. Mereka pun membuat kriterianya sendiri dan figur pahlawan mereka bisa jadi adalah: Kylian Mbappe, Erling Haaland, dan Mohammad Salah. Tentu saja hal ini tidak salah, karena mereka memang butuh figur untuk diteladani dan diikuti jejaknya. Namun menjadi bermasalah, karena figur pahlawan tersebut tidak satu pun yang merupakan anak negeri, dan standar imaginasi yang mereka gunakan berpotensi menimbulkan dampak terhadap konsep dan apresiasi yang benar tentang nilai-nilai heroisme.

Baca Juga : Dunia Kerelawanan dan Kelembagaan (Bagian 8): "Godaan Menjadi Pahlawan"

Terjadinya krisis kepahlawanan ini muncul dari dua lini. Pertama, kelompok dan figur yang diharapkan oleh masyarakat untuk memiliki jiwa kepahlawanan ternyata memang tidak mampu memosisikan diri sesuai harapan masyarakat. Kelompok dan figur itu justru tenggelam dalam kenikmatan fasilitas dan popularitas. Kedua, terjadinya pendangkalan apresiasi atas prilaku heroisme dan figur heroik yang ada di sekitar kita, oleh masyarakat itu sendiri. Sesungguhnya masih banyak tindakan heroik di tengah masyarakat. Namun karena skala tindakannya kecil dan dilakukan oleh orang-orang biasa, tindakan tersebut tidak diapresiasi sebagai tindakan heroik.

Fakta ini bisa kita lihat dari timpangnya ekspose Pemberitaan di media cetak maupun elektronik yang lebih didominasi oleh wajah-wajah kriminal dan tamak. Gosip tentang figur publik yang mudah melakukan pengkhianatan, abuse of power, penyelewengan, serta kefasihan para tersangka korupsi dalam membangun alibi dan mencitrakan diri sebagai orang paling baik yang sedang dizalimi karena tuduhan-tuduhan korupsi.

Sementara seorang pemuda penjual bakso yang dengan gagah berani menolong seorang anak yang tersambar oleh sepeda motor di tengah derasnya arus lalu lintas Jakarta tanpa mempedulikan lagi gerobak baksonya, sering kita lihat sebagai fenomena yang lumrah. Sehingga, tindakan itu tidak bernilai berita dan dianggap sebagai tindakan yang biasa-biasa saja.

Viral Menjadi Pahlawan Dadakan

Itulah ironi bangsa ini. Rindu pada munculnya sosok pahlawan, namun abai terhadap figur-figur pahlawan yang sesungguhnya. Persis seperti dongeng seorang putri yang disekap oleh penyihir jahat di dalam sebuah kastil. Ia berharap akan datang seorang ksatria gagah yang menolongnya, namun ketika yang datang adalah penggembala kambing yang biasa saja, putri tersebut ogah mengakui sang penggembala sebagai pahlawan penolongnya!

Pada sisi lain, saat masyarakat menggengam teknologi komunikasi di tangan mereka, sementara kanal berita mainstream kerap tak menjangkau kepahlawanan orang biasa, masyarakat menyiarkan sendiri kepahlawanan di sekeliling mereka. Melalui gawai dan media sosial. Lalu kisah-kisah itu viral dan berhasil mewartakan; masih banyak pahlawan di sekitar kita. Kepahlawanan orang biasa!

Awalnya gerakan ini tulus. Sekadar ingin berbagi sekaligus menunjukkan adanya ketulusan, sikap tanpa pamrih, dan jiwa kepahlawanan. Namun, belakangan kisah ketulusan dan kepahlawanan itu menjadi sekadar tontonan settingan dengan motif menangguk like dan subscriber demi memanen followers untuk meningkatkan cuan!

Baca Juga : Seberapa Sibuk Kita Mengenang Masa Lalu?

Kerinduan masyarakat akan sosok pahlawan sejati tampaknya menjadi pemicu merebaknya kisah kepahlawan dalam kehidupan nyata. Mereka yang kreatif dengan gadget, piawai dalam editing video dan sedikit memahami teknik skenario, melihat ini sebagai peluang bisnis dan profesi baru; youtuber!

Nilai kepahlawanan pun ramai dijajakan di berbagai platform media sosial. Tidak ada yang salah. Justru kretifitas tersebut memiliki fungsi edukasi. Masalahnya adalah, saat masyarakat justru sekadar puas dengan menonton kisah heroik, tetapi heroisme yang nyata masih belum tumbuh di lingkungan kita.

Harus segera diinsyafi bahwa tindakan heroik atau kepahlawanan tidak sekadar diimpikan datang dari pihak lain. Di dalam konsep Islam, menegakkan amar makruf nahi munkar secara sungguh-sungguh atau jihad, akan menjadikan diri kita masing-masing menjadi sosok mujahid atau pahlawan. Dan itu semua bisa dimulai dari diri sendiri, ibda’binafsik tsumma man ta’alu – mulai dari diri sendiri dan kemudian orang di sekitarmu, begitulah Kanjeng Nabi Muhammad Saw memberikan kiat kepada kita. Perwujudannya berupa amal saleh dan menebar kebajikan di semua lini kehidupan.

Dengan demikian, sesungguhnya kepahlawanan yang hakiki itu selaras dengan ketakwaan. Ia bisa hadir di mana saja. Di kantor, di rumah, di pasar, bahkan di jalanan. Anda dan kita semua sesungguhnya bisa menjadi penyambung hidupnya nilai-nilai heroisme di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja bukan gelar pahlawan yang dikedepankan, namun tindakan heroiknya-lah yang utama. Kenangan orang banyak tentang kebaikan kita akan memunculkan sebutan pahlawan di sisi manusia, bukan diklaim, apalagi diproklamasikan.  Sementara di sisi Allah, kita akan memanen pahala dan rahmat-Nya, jika semua itu kita lakukan dengan Ikhlas, lillahi ta’ala.

Bismillah, mari kita nyalakan kembali api heroisme. Bisa jadi Anda-lah pahlawan itu!

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.