Konferensi Perubahan Iklim ke-28 PBB: Tahun 2023 Tahun Terpanas dalam Sejarah

Konferensi Perubahan Iklim ke-28 PBB: Tahun 2023 Tahun Terpanas dalam Sejarah
Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-28 akan dimulai pada hari Kamis, 30 November 2023 di Dubai, UEA / (Getty Images)

Pertemuan penting yang digelar di Dubai, 30 November - 12 Desember 2023 itu dikenal sebagai COP-28. Event itu diadakan di tengah upaya kita melawan perubahan iklim. Conference of the Parties 28 (COP-28) adalah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Konferensi Para Pihak United Nations Climate Change Conference (UNFCCC).

Menurut Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Hayu Prabowo, yang sekaligus merupakan Fasilitator Nasional Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia, urgensinya sangat jelas. Telah diakui kerentanan iklim selama hampir 30 tahun, masih belum berhasil mengendalikan kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas suhu yang terjadi pada masa pra-industri.

Kata Hayu, laporan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyoroti keparahan situasi ini. Sehingga, hal itu menjadikan tahun 2023 berpotensi menjadi tahun terpanas dalam sejarah.

Meski pun telah ada peringatan mengenai keadaan darurat iklim, masih ada harapan untuk mengendalikan perubahan iklim dan mengurangi dampak buruknya. Kunci dari solusi-solusi ini adalah pelestarian hutan tropis, sebuah strategi yang efektif dan efisien.

Baca Juga : Hadapi Puncak El Nino dan Kemarau, Jangan Lupa Urban Farming

Penebangan hutan tropis tidak hanya melepaskan karbon yang tersimpan pada hutan tersebut, tetapi juga melemahkan kemampuan alam untuk menyerapnya. Meski pun janji dan komitmen global mengakui pentingnya peran hutan tropis, deforestasi masih terus terjadi, yang memperburuk krisis iklim.

Hayu Prabowo menilai, krisis lingkungan hidup dan krisis iklim dengan berbagai manifestasinya, sejatinya adalah krisis moral. Sebab, manusia memandang alam sebagai obyek untuk dimanfaatkan semata. Bukan sebagai obyek yang perlu dipelihara untuk kelangsungan kehidupan manusia.

Aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan tersebut, berdampak langsung kepada lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri. Penanganan krisis lingkungan yang bermuara pada krisis moral tersebut perlu dilakukan. Cara penanganannya dengan pendekatan moral. Pada titik inilah, agama harus tampil berperan melalui bentuk tuntunan keagamaan, serta direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari umat manusia.

Pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia, memiliki kewajiban untuk memperjuangkan perlindungan hutan. Inisiatif Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis Indonesia adalah bukti dan langkah nyata atas kewajiban moral ini, dengan menyatukan agama, komunitas adat, ilmuwan, dan masyarakat Indonesia dalam sebuah koalisi yang menuntut tindakan tegas.

Sekarang saatnya Indonesia memimpin. COP-28 memberikan peluang penting untuk menunjukkan kepemimpinan dalam menjaga hutan tropis. Kelangsungan hidup umat manusia bergantung pada komitmen etika dan politik untuk melestarikan hutan tropis Indonesia, sehingga membentuk masa depan yang berkelanjutan bagi semua orang.


Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.