Erick Tohir tampil sebagai Ketua Panitia peringatan satu abad NU. Ganjar Pranowo (GP) mania yang dikomandani Noel Ebenezer tiba-tiba membubarkan diri. Anies Baswedan diterpa isu perjanjian politik dengan Prabowo dan utang 50 M. Sebelumnya, presiden Jokowi memanggil Bos Partai Nasdem Surya Paloh ke Istana.
Terkini, Ketua KPK Firli Bahuri mengembalikan Jaksa Fithroh dan dua Jenderal Polisi yang menduduki jabatan strategis di KPK ke instansi asalnya. Adakah kaitan dan tali temali berbagai peristiwa tersebut dengan geliat Pilpres 2024?
Senin, 3 Oktober 2022 , Surya Paloh mengumumkan secara resmi Anies Baswedan sebagai bakal Capres partai Nasdem. Pengumuman ini lebih cepat dari rencana sebelumnya bulan November, menyusul beredarnya isu KPK sedang membidik mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai tersangka kasus Formula E. Isu yang kontan dibantah KPK.
Deklarasi yang membuat Nasdem menjadi parpol pertama yang secara terbuka menyampaikan capres pilihannya. Ini menindaklanjuti Rakernas partai besutan Bos Metro TV Surya Paloh pertengahan Juni 2002. Saat itu mantan Mendiknas di era pemerintahan Jokowi-JK bersama Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo adalah tiga nama yang diusulkan.
Tak lama setelah pengumuman resmi capres, publik dipertontonkan adegan Presiden Jokowi tak menyalami Surya saat perayaan HUT PDIP di Kemayoran. Padahal mantan pentolan partai Golkar tersebut sudah bersiap menjulurkan tangannya. Sontak publik pun geger mengingat Jokowi dan Surya dikenal sebagai kawan dekat.
Bahkan Bang Brewok selalu melabuhkan pilihan partainya pada mantan Walikota Solo itu pada pilpres 2014 dan 2019. Begitu hebat pembelaannya, sehinga Metro TV, media miliknya tak sungkan memberitakan sesuatu yang tak disukai oleh pendukung 212 saat aksi demo anti Ahok beberapa tahun lalu. Akibatnya pendukung HRS kerap mempelesetkannya jadi Metro Tipu.
Geger lebih kecil gaungnya juga terjadi akhir November 2021. Di tengah situasi PPKM yang masih mencengkeram masyarakat, Menteri BUMN Erick Thohir dilantik jadi anggota Banser. Bos TV One itu dinyatakan lulus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) ormas underbow NU tersebut. Pelantikan itu mengagetkan mengingat sebelumnya kiprah pemilik klub basket Satria Muda ini tak pernah terdengar bersinggungan dengan NU.
Erick dikenal sebagai pengusaha papan atas dan pemilik banyak klub olahraga nasional maupun Internasional. Intermilan di Italia dan DC United di Amerika Serikat adalah dua klub sepakbola yang pernah mendapat sentuhannya. Mainan lainnya adalah bisnis media TV One dan koran Republika, juga tidak ada kaitannya dengan NU dan Banser.
Namun publik kemudian paham, Erick bukan sekadar pebisnis biasa. Dengan menjadi Menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf, pria asal Lampung ini sesungguhnya sudah merambah dunia poilitik. Wajar kalau kemudian langkah berikutnya harus menapak lebih tinggi.
Tangga naik itu terbuka melalui pernyataan Ketum PAN Zulkifli Hasan yang menginginkan orang Lampung sebagai Capres dan Cawapres pada pilpres tahun 2024. PAN Bersama Golkar dan PPP adalah parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Meski dideklarasikan paling awal, sampai kini KIB belum memastikan capres dan cawapres yang akan diusung.
Santer terdengar KIB akan mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres. Apalagi Jokowi terang-terangan meminta pendukungnya memilih presiden yang rambutnya putih sebagai pertanda selalu memikirkan nasib rakyat. Pernyataan kontroversial yang sontak mengundang berbagai reaksi negatif dari khalayak.
Apapun, berbagai Lembaga survei memang selalu menempatkan Gubernur Jateng itu di peringkat atas bersama Prabowo dan Anies Baswedan capres pilihan rakyat. Terlepas apakah survey itu murni atau by order. Siapa cawapres KIB? Banyak nama disebut. Ada Ridwan Kamil, Andika Perkasa, pimpinan partai KIB dan tentu saja Erick Thohir.
Di pihak lain, koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) sudah pasti mengusung Prabowo sebagai Capres. Namun seperti halnya KIB, siapa Cawapresnya juga belum jelas. Ketum PKB Cak Imin, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan beberapa nama lain disebut. Termasuk Puan Maharani jika koalisi KIR bergandengan tangan dengan PDIP. Kemungkinan ini terbuka mengingat sampai saat ini Megawati sebagai pemegang otoritas di PDIP belum mengumumkan capres dan cawapres pilihannya.
Di sisi lain, konon ada perjanjian akan saling dukung antara Mega dan Prabowo saat pilpres 2009 lalu. Jika Di pilpres 2009 Prabowo mendukung Megawati, maka pada pilpres berikutnya Mega akan mendukung Prabowo. Namun, faktanya dua kali pemilu (2014 dan 2019) keduanya justru berhadap-hadapan. Akankah perjanjian itu kini terealisasi? Tunggu saja tanggal mainnya.
Di sudut lain, geliat koalisi perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai capres semakin solid. Padahal sebelumnya koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat berjalan panas dingin. Tarik ulur ketiga parpol soal siapa cawapres yang akan diusung bahkan sempat menimbulkan gesekan yang lumayan keras. Keinginan PKS mengusung Aher dan AHY oleh Demokrat sempat dikhawatirkan berujung pada batalnya koalisi perubahan.
Namun, tarik ulur yang alot dan gesekan yang lumayan keras antar ketiga parpol seketika mereda dengan kepastian PKS dan Demokrat mengusung Anies sebagai capres dan menyerahkan sepenuhnya cawapres kepada mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut. Kepastiannya dinyatakan Wakil ketua Majlis Syura PKS Sohibul Iman dan Ketum Demokrat AHY.
Akankah ketiga kubu koalisi akan jadi kenyataan? Atau mungkin berkembang jadi empat paslon, jika PDIP maju sendirian lantaran menginginkan Puan Maharani jadi capres. Apalagi partai berlambang kepala banteng itu merupakan satu-satunya parpol yang memenuhi persyaratan PT 20 %. Sulit memang menebak kemana arah koalisi politik ke depan. Namun, perkembangan mutakhir sepanjang dua pekan ini menarik dicermati.
Pertama, di tengah isu pecahnya perkongsian Jokowi dan Surya Paloh, tiba-tiba keduanya bertemu di Istana. Tidak penting apakah Surya yang lebih dulu menyatakan ingin bertemu, lalu direspon Jokowi, atau sebaliknya. Atau bisa juga ada makcomblang di belakangnya. Yang jelas, pertemuan Jokowi-Surya Paloh di Istana diawali oleh pertemuan Surya dengan Luhut B Panjaitan (LBP) di London beberapa waktu sebelumnya.
Pertemuan Surya Paloh dengan LBP Menteri segala urusan lantaran menggenggam hampir 20 jabatan politik di pemerintahan Jokowi, tentu bukan kongkow biasa. Begitu juga halnya pertemuan Jokowi-Paloh. Apapun deal-deal politik yang disepakati, satu hal yang pasti ”Tidak ada makan siang gratis”.
Kedua, Ketika PKS dan Demokrat telah menyatakan kepastian sepakat bergabung di Koalisi Perubahan, Surya Paloh malah bertemu dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, yang notabene pentolan KIB. Dalam konprensi pers, Paloh bahkan menyatakan terbuka kemungkinan bertemu dengan Ketum PDIP Megawati.
Disusul kemudian kunjungan petinggi PKS ke Golkar. Menariknya bukan cuma dedengkot koalisi perubahan yang “bersilaturahmi” dengan Golkar dan Airlangga, tapi juga pentolan KIR, Muhaimin Iskandar. Ketum PKB itu tampak sumringah saat ngobrol dengan Airlangga.
Ketiga, tampilnya Erick Thohir sebagai Ketua Steering Comittee 100 tahun NU, hanya setahun setelah jadi anggota Banser. Bukan itu saja, jalan-jalan utama di Sidoarjo dipenuhi baliho dan baner penyambutan tetamu berisi wajah Erick dalam porsi besar.
Tampilnya Erick dengan porsi sebesar dan sepenting itu menegaskan bahwa ia adalah orang NU atau setidaknya mengisyaratkan orang yang akan didukung NU, untuk menggenggam jabatan politik. Hal itu juga meneguhkan posisinya di pemerintahan Jokowi tidak sekadar mewakili dirinya sendiri atau dunia usaha, tapi juga representasi NU.
Ke empat, pentolan Gerindra Sandiaga Uno yang sempat santer bakal pindah dermaga ke PPP, ternyata tetap betah di dermaga lamanya. Padahal orang-orang Sandy, terus aktif bergerak menggalang dukungan. Publik tentu tak akan lupa ketika dua tahun lalu sekelompok orang yang berpakaian ala ulama atau ustadz mengadakan “Ijtima Ulama” di Jakarta, lalu nyaring bersuara mengusung Sandi sebagai Capres.
Mencoba menangkap sinyal atas rangkaian peristiwa diatas, saya teringat ucapan Sandiaga Uno enam tahun lalu, saat menjadi nara sumber Kajian Zuhur di sebuah tempat di Jakarta. Waktu itu Sandi cawagub berpasangan dengan Anies Baswedan di Pilgub DKI Jakarta.
Menurutnya, dunia politik sangat jauh berbeda dengan dunia bisnis yang lama ditekuninya. Dalam bisnis, katanya, ucapan kita akan dipegang. Beda dengan politik yang cepat sekali berubah. Pagi A, sore bisa B. Begitu seterusnya. Maknanya politik Indonesia adalah politik Last Minute, untuk menggambarkan perubahan bisa terjadi kapan saja dan di ujung waktu.
Salah satu contoh adalah munculnya Anies sebagai Cagub DKI Jakarta. Sedari awal koalisi yang terbangun adalah Gerindra-PKS. Gerindra mengusung Sandi sebagai Cagub dan Mardani (PKS) Cawagub. Bahkan Mardani sempat bertamu ke rumah penulis untuk berdiskusi, sekaligus mohon dukungan.
Namun di akhir-akhir pencalonan muncul nama Anies Baswedan konon atas usulan JK. Nama yang cukup mengagetkan lantaran Anies sebelumnya adalah tim sukses Jokowi di pilpres 2014 dan diangkat sebagai Mendiknas. Sementara lawan yang akan dihadapi adalah Ahok, didukung penuh Jokowi. Tapi itulah politik.
Last Minute lainnya terjadi saat hiruk pikuk pilpres 2019. Ijtima Ulama 1-4 yang digagas HRS dan pentolan Gerakan 212, menyepakati Prabowo sebagai Capres pilihan oposisi. Cawapresnya rumit karena saling tolak antar parpol oposisi. PAN menginginkan Ketumnya Zulhas, tapi ditolak PKS. Sebaliknya PKS mengusulkan Salim Segaf, ditolak PAN.
Akhirnya ijtima menyepakati calon independent, Ustadz Abdul Somad (UAS). Namun da’i kondang itu menolak dan ingin tetap di jalur da’wah. Dan ujung-ujungnya, entah bagaimana prosesnya tiba-tiba muncul nama Sandiaga Uno. Agak aneh memang, koalisi antar partai tapi capres dan cawapresnya dari partai yang sama.
Hal yang sama juga terjadi di kubu Incumbent. Sudah santer cawapres yang akan mendampingi Jokowi adalah Mahfud MD. Yang bersangkutan bukan saja sudah diberitahu tentang hal itu, bahkan sudah membuat jas dan menunggu di suatu tempat. Tapi ternyata, lain isu lain pula yang muncul. Last Minute yang nongol malah nama K.H. Ma’ruf Amin. Konon perubahan di injury time itu lantaran manuver Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Akankah pilpres 2024 memunculkan pasangan cawapres dan cawapres yang diluar dugaan? Bukan Mustahil. Jangan kaget jika pencapresan Anies tak terbendung, ia akan dipasangkan dengan Erick Thohir. PAN sudah tegas menyebut nama Erick, sedangkan PPP yang basis konstituennya kalangan Nahdiyin tentu tidak menolak. Silaturrahmi politik Parpol Koalisi Perubahan dengan Airlangga merupakan upaya penjajakan-sekaligus pendekatan dengan Golkar. Mengingat Golkar punya posisi kunci di KIB dan suara yang lumayan besar. Ditambah realitas Golkar adalah partai yang sangat piawai berpolitik, sehingga selalu ada dalam kekuasaan.
Pemasangan jalan tengah antara koalisi perubahan di satu sisi dan kepentingan Jokowi di sisi lain, persis sama dengan masuknya Prabowo-Sandi ke pemerintahan Jokowi. Anies yang selama ini digadang-gadang anti tesis Jokowi disandingkan dengan sosok pilihan Jokowi. Narasinya adalah rekonsiliasi, persatuan, pembangunan berkelanjutan dan seterusnya.
Bagaimana dengan Ganjar? Bubarnya GP Mania sebagai relawan Jokowi yang paling militan, boleh jadi isyarat sayonara untuk Ganjar. Apalagi sebagai kader PDIP, namanya belum disebut-sebut oleh Megawati yang memegang hak prerogatif menentukan capres dan cawapres PDIP. Agak musykil bagi KIB untuk tetap mencalonkan Ganjar, jika dia tidak diendors PDIP.
Kedua, Anies dianggap kuat di Jabar, Banten dan DKI Jakarta, tapi lemah di Jateng dan Jatim. Dengan Erick yang sudah menjadi keluarga Nahdhiyin, maka Jatim dan tentu juga Jateng akan bisa dimenangkan. Pada pemilu sebelumnya Prabowo menang di Jabar dan Banten, tapi Jatim dan Jateng direnggut Jokowi.
Narasi cawapres koalisi perubahan diserahkan kepada Anies sebaga capres boleh jadi untuk memudahkan skenario ini. Anies punya hak penuh memilih siapa cawapres yang akan mendampinginya. Akankah Anies menerima? Dalam politik tidak ada kawan sejati, tidak ada musuh abadi. Yang ada adalah kepentingan yang sama. Ambisi Anies kesampaian, Jokowi aman. Wallahu alam.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!