Para pemimpin negara-negara Arab mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kairo, pada Selasa (4/3/2025), untuk membahas masalah Gaza yang kian rumit. Di dalam pertemuan tersebut, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, mengungkapkan penolakan keras terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza. Ia juga mendesak agar rencana rekonstruksi Gaza yang digagas oleh Mesir dapat diterima oleh negara-negara Arab.
“Pertemuan kali ini berlangsung di tengah krisis yang mengancam stabilitas dan keamanan kawasan. Konflik yang terjadi di Gaza telah menghancurkan mata pencaharian rakyatnya, serta menimbulkan kehancuran dan pengungsian,” kata Abdel Fattah el-Sisi dalam pidato pembukaannya.
Rencana rekonstruksi Gaza yang disusun oleh Mesir diperkirakan akan menelan biaya sekitar 53 miliar dolar AS. Menurut laporan Reuters, dokumen rencana tersebut terdiri dari 112 halaman, mencakup peta dan gambar-gambar yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menggambarkan proyek perumahan, taman, dan pusat komunitas. El-Sisi juga menegaskan, Mesir akan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk Palestina, untuk memastikan pelaksanaan rekonstruksi berjalan dengan baik.
Respon dari Dunia Internasional
Sekjen PBB, António Guterres, dalam pidatonya, mengingatkan, rekonstruksi Gaza tidak hanya memerlukan material fisik semisal semen, tetapi juga harus dibangun atas dasar penghormatan.
Raja Yordania, Abdullah II, turut menekankan pentingnya menolak pemindahan paksa warga Palestina, dan mendesak agar Gaza segera memiliki rencana pengelolaan dan pelaksanaan yang jelas.
Sementara itu, pihak Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, menyambut baik rencana rekonstruksi ini dan menyatakan pihaknya akan mengelola Gaza dan menolak pengusiran. Juga memastikan semua lembaga keamanan Palestina yang terlibat dalam pengelolaan wilayah tersebut dapat bekerja dengan efektif.
Respon Hamas
Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) secara tegas menentang segala bentuk pengusiran paksa warga Gaza. Di dalam sebuah pernyataan, Hamas mengungkapkan harapan agar negara-negara Arab berperan aktif dalam mengakhiri penderitaan rakyat Gaza akibat ulah Penjajah Israel.
Gerakan tersebut juga menuntut agar Penjajah Israel segera dihentikan dari melakukan tindakan kriminal terhadap warga sipil. Hamas juga dengan tegas menolak untuk melucuti senjatanya.
“Hak untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah tidak bisa ditawar. Senjata dan perlawanan adalah garis pembatas yang tidak bisa dinego,” tegas salah satu Juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhri.
Rencana rekonstruksi Gaza ini berjalan bukan tanpa tantangan. Beberapa pihak, baik internasional maupun domestik, harus berkolaborasi untuk merealisasikannya. Tantangan politik antara Penjajah Israel dengan para pejuang Palestina masih menjadi hambatan besar untuk mewujudkan perdamaian dan rekonstruksi yang stabil.
(Sumber: Al Jazeera)

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!