Liqo, Makin Ke Sini Makin Ke Sana

Liqo, Makin Ke Sini Makin Ke Sana
Ilustrasi Liqo / sabili.id

Menjelang reformasi hingga 2010-an bisa dibilang merupakan masa kebangkitan pengajian Liqo. Istilah ikhwan-akhwat, akhi-ukhti, fenomena hijab, tren anak-anak muda hijrah, prinsip anti pacaran turut disemarakkan oleh mereka. Masih ingat dalam ingatan kita, dulu kalau mau liqo kemana-mana  bawa Mushaf kecil, Al-ma'tsurat Sughra dan tak lupa Majalah Sabili sebagai teman santai sambil baca berita Islam sebelum era scrolling sosmed seperti sekarang.

Gerakan Liqo atau lebih familiar dengan gerakan tarbiyah sejatinya terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin di Mesir. Di Indonesia sendiri sering dikaitkan dengan gerakan politik tertentu (yang tidakakan kami sebutkan disini). Penulis sendiri sejak kelas 3 SMU sudah mulai bersentuhan dengan ROHIS sekolah. Gara-gara di ROHIS sering bicara masalah Palestina, saya jadi kepo tentang dunia Islam. Makin hari makin intens kegiatan dengan teman Liqo dan ROHIS hingga sekarang sudah terlalu dalam  masuk dalam circle liqo itu. Tulisan ini adalah untuk me-review gerakan Liqo hari ini (dari kacamata saya pribadi), terutama dalam minimnya figur yang membuat Liqo makin kesini makin ke sana makin kemana-mana

Siapa figurnya?

Ketika kita mendengar nama NU, langsung terfikir nama KH Hasyim Asy'ari. Ketika disebut nama Gerindra, orang kepikiran nama pak Prabowo. ketika kita mendengar nama Syi'ah disebut, kita akan kebayang sosok Khomeini. ketika kita mendengar nama Salafi, akan terngiang  di kepala ceramah Ustadz Khalid, Firanda, dsb. bahkan orang sekarang hafal nama-nama Buzzer. Tapi ketika kita sebut Liqo, orang bertanya-tanya "Liqo apaan?", "Pengajian apaan?", "Ustadznya siapa?". Sangat manusiawi bahwa manusia mengidentifikasi sesuatu dari figurnya. Dakwah tanpa figur ibarat menulis di surat kaleng.

Akan sangat fatal jika Imam Bukhari tidak menulis namanya dalam kitab hadits Shahihnya. Sanad haditsnya jadi terputus, majhul karena tidak diketahui siapa periwayatnya, jadinya hadits riwayat Anonim. Padahal Nabi dan para sahabat sendiri merupakan figur, untuk diteladani. Dalam Liqo,  menurut saya pribadi, orang-orangnya sedikit yang mau memunculkan diri (termasuk saya).

Baca Juga : Aktifis Da'wah Melanglang Buana (Bagian 3)

Pengalaman, saya aktif menulis tentang Islam sejak 2009 saat Facebook lagi booming, sampai sekarang era Tiktok. Tapi saya tidak menampilkan muka di publik. tulisan saya banyak yang viral, disukai netizen, menyentuh, tapi paling hanya dalam waktu seminggu, netizen lupa lagi yang saya tulis, gak nempel di kepala. 14 tahun menulis tapi kata-kata saya gak nempel di kepala netizen karena tidak tampil muka, dianggap seperti tulisan surat kaleng.

Bandingkan dengan Bima, netizen yang viral karena mengkritik jalan di Lampung, sontak membuat  netizen simpati hingga memaksa Presiden turun tangan. Itulah efek dahsyat tampil di publik. Kalau takut dibenci, takut dijatuhkan, takut disusupi, ya sekalian saja bikin jamaah seperti Ashabul Kahfi. Resiko dakwah memang ada yang benci, ada yang menjatuhkan, ada yang coba menyusup     seperti kaum Munafiq di zaman Nabi.

Minimnya figur dalam Liqo juga membuat sebagian kader makin kesini makin kesana, jadinya kemana-mana. Ada yang akhirnya keluar dari Liqo lari ke Salafi, lari ke Jihadi, ada yang malah balik jadi Hedonis, jadi awam lagi, karena Liqo gak punya referensi sosok yang kharismatik, yang kata-katanya "cetar" & didengar. Kalau diibaratkan dagang, Liqo ini kayak toko kelontong. Ada dimana-mana, barang kualitas OK tapi kalah branding dengan Indomaret & Alfamart. Orang pergi ke suatu tempat kalau mau belanja langsung kepikiran ke minimarket bukan ke kelontong. Sekali lagi ini pentingnya branding.

Belajar dari Syaikh Hasan Al-Banna (IM), Syaikh Ahmad Yasin (Hamas)& Erdogan (AKP Turki), mereka adalahbfigur (sosok) kharismatik yang menginspirasi jundi-jundi (kader-kader) di bawahnya, sehingga menciptakan kader yang loyal karena ada keterikatan spirit.

Kader Liqo ini kan juga bertarung di kancah politik, maka tanpa figur yang dapat menarik massa, ya habislah dana, waktu dan tenaga karena suara segitu-gitu aja. Sekarang kita begitu dimudahkan dengan sosial media. Banyak cara memunculkan diri, tentunya sebagai influencer yang positif. Maka kalau kader-kader Liqo ini ingin masyarakat tahu eksistensi & manfaat Liqo, ya harus muncul ke publik, meng-influence masyarakat sambil memberikan ilmu dan edukasi. Jangan menyembunyikan identitas, nanti malah orang curiga jangan-jangan pengajian sesat atau teroris.Harus ada figur kuat kekinian supaya kader punya referensi sosok, jadi gak makin kesini makin kesana makin kemana-mana. WallahuA'lam Bishowab.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.