Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Indonesia, sebuah fenomena menyeruak di berbagai penjuru negeri. Di antara kibaran bendera merah putih, tampak bendera lain yang tak lazim turut pula dikibarkan. Bendera itu bergambar tengkorak bertopi jerami milik bajak laut fiksi dari anime “One Piece”.
Berdasarkan pemantauan Drone Emprit, fenomena ini pertama kali muncul dan mulai viral sejak 26 Juli 2025. Tidak ada tokoh yang secara resmi mengaku sebagai pencetus. Ia muncul secara organik dari komunitas penggemar One Piece, lalu diperkuat oleh kebiasaan para sopir truk yang sebelumnya sudah lama memasang bendera serupa di bak kendaraannya.
Mereka memrotes kebijakan penegakan hukum terhadap aturan ODOL (Over Dimension Over Load) yang dianggap justru lebih menitikberatkan hukuman kepada supir, alih-alih kepada ekspedisi atau perusahaan muatan yang memerintahkan supir membawa muatan berlebih. Mereka kemudian memilih mengibarkan bendera pengganti, dan entah bagaimana ceritanya, bendera jolly roger bajak laut topi jerami di serial One Piece-lah yang dipilih.
Aksi protes dengan mengibarkan bendera One Piece itu kemudian menyebar dan ditiru oleh banyak orang di luar profesi supir truk. Hanya butuh waktu beberapa hari sampai orang-orang membicarakannya secara luas dan kemudian menjadi gerakan kolektif lintas profesi. Eskalasi isu dan protesnya pun membesar dengan sangat mudah, karena apa yang tertulis dalam kisah One Piece terasa sangat relevan dengan apa yang terjadi terhadap kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun, yang membuatnya mencuri perhatian publik adalah ketika bendera itu mulai dikibarkan menjelang HUT RI — menggantikan atau berdampingan dengan bendera negara. Dari sana, tren ini menyebar cepat dan menimbulkan diskusi publik: Apakah ini sekadar fandom? Atau sedang menyuarakan sesuatu yang lebih dalam?
Makna di Balik Bendera Bajak Laut
Bendera yang dikibarkan itu adalah Jolly Roger milik Monkey D. Luffy, tokoh utama One Piece, yang memimpin sekelompok bajak laut melawan sistem dunia yang korup, nepotisme, dan menindas. Di dalam kisahnya, bajak laut tidak hanya digambarkan sebagai perampok laut, namun menjadi simbol pembebasan, persaudaraan, dan perlawanan terhadap kekuasaan tirani.
Singkatnya, apa yang terjadi di dalam semesta One Piece terasa mewakili apa yang kita rasakan. Dan karena alasan itu, juga beberapa alasan lain, menggunakan bendera bajak laut topi jerami (yang menjadi protagonis utama dalam series One Piece), terasa sangat relevan. Dengan segala sepak terjangnya, Luffy dan kompatriotnya memang tampil menegakkan nilai-nilai yang kita semua sepakati. Mereka seolah mewakili kita dalam memerjuangkan nilai-nilai tersebut.
Di sinilah letak daya tariknya: Anak muda Indonesia menjelang kemerdekaan justru merasa lebih “terhubung” dengan simbol bajak laut fiksi ketimbang simbol perjuangan bangsa mereka sendiri. Hal ini seperti sebuah pesan bahwa orang muda sedang mencari simbol perjuangan yang hidup, relevan, dan bisa mereka klaim sebagai milik mereka.
Fenomena ini memicu perdebatan di ruang publik. Tindakan tersebut dinilai sebagian pihak sebagai bentuk ekspresi kekecewaan terhadap kondisi sosial-politik tanah air, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran terhadap simbol negara.
Jika kita telaah lebih dalam, ini menjadi bentuk representasi perasaan dan kegelisahan sosial, maka bisa jadi simbol resmi bangsa gagal membangkitkan keterhubungan emosional yang sama. Generasi ini tidak menolak merah putih, tetapi mereka mungkin merasa tidak cukup terwakili oleh narasi di baliknya.
Bukan Fenomena Baru: Simbol Fiksi Jadi Simbol Perlawanan
Apa yang terjadi di Indonesia bukan kejadian tunggal. Di berbagai belahan dunia, kita melihat bagaimana budaya populer dan simbol fiksi diadopsi menjadi alat kritik sosial:
- Thailand (2014–sekarang): Simbol salam tiga jari dari Hunger Games menjadi ikon perlawanan terhadap rezim militer. Gerakan ini menyatukan anak muda dalam protes damai menuntut demokrasi.
- Topeng Guy Fawkes (dari film "V for Vendetta") dipakai luas oleh kelompok Anonymous dan dalam gerakan Occupy Wall Street, melambangkan perlawanan terhadap korporatisme dan negara otoriter.
- Wajah Joker (Lebanon, 2019): Diangkat sebagai simbol kemarahan rakyat terhadap elite politik dan sistem yang gagal. Joker dianggap mewakili “rakyat kecil yang diabaikan”.
- Handmaid’s Tale (Argentina, AS): Aktivis mengenakan jubah merah dan topi putih sebagai bentuk protes terhadap kontrol negara atas tubuh perempuan.
- Black Bauhinia Flag (Hong Kong): Merombak bendera resmi menjadi versi hitam sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah Tiongkok.
- Eureka Flag (Australia): Dari simbol perlawanan buruh tambang di abad ke-19 menjadi ikon perjuangan kelas pekerja modern.
Semua contoh tersebut memerlihatkan satu hal: Mereka semua muncul karena masyarakat sudah kehabisan ruang untuk menyuarakan kritik. Sehingga, masyarakat memanfaatkan momentum, yang secara simbolik sangat kuat, untuk menyampaikan pesan.
Karena Itulah Mencintai Bangsa ini
Para sopir yang mengibarkan bendera bajak laut Topi Jerami sesungguhnya menunjukkan sikap yang jauh lebih nasionalis dibandingkan para pejabat yang membuat aturan untuk mereka. Mereka lebih mencerminkan nilai-nilai Pancasila, meski pun sering kali tidak merasakan keadilan sosial dan kerap diperlakukan tidak manusiawi oleh negara. Tanpa atau dengan bendera itu, para sopir tetap akan kembali menapaki jalanan yang rusak, menghadapi pungli, dan menerima tilang.
Orang-orang yang mengangkat bendera bajak laut ini tetap akan kembali menjalani kehidupan sebagai warga negara biasa — membayar pajak, menghadapi ribetnya urusan karena rekeningnya diblokir, menanggung biaya kuliah yang tinggi, menerima kenyataan bahwa alam tempat tinggalnya dikeruk, dan menanggung beban-beban lain seperti halnya rakyat Indonesia pada umumnya.
Jika kemudian aksi simbolik mereka ini menyulut semangat protes yang menyebar luas, bahkan tumbuh menjadi cikal bakal revolusi besar, itu bukan hal yang aneh. Toh, sejarah revolusi di negeri ini selalu berakar dari penderitaan rakyat kecil yang kemudian disambut oleh kaum intelektual kelas menengah.
Ini adalah suara perlawanan. Bukan karena benci kepada negeri atau kepada merah putih. Justru sebaliknya, karena mereka sangat mencintainya.
Di dalam kisahnya, One Piece mengajarkan kita untuk berani hidup secara merdeka, membela yang lemah dan menolak tunduk pada kekuasaan yang korup. Islam adalah agama pembebasan. Islam datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata. Sebagaimana yang dikatakan Rib’i bin ‘Amir di hadapan Rustum: "Kami datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia, menuju penghambaan kepada Rabb-nya manusia."
Islam juga mengajarkan tentang ukhuwah — persaudaraan sejati yang tumbuh karena kesamaan nasib dan tujuan. Fenomena bendera ini menyatukan sopir, pemuda, mahasiswa, dan rakyat kecil lainnya. Mereka disatukan oleh perasaan gelisah yang rindu akan perubahan pada negeri ini.
Rasulullah bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi." (HR Bukhari dan Muslim)
Islam juga menempatkan tanggung jawab sosial di pundak setiap mukmin. Bukan hanya pemerintah yang harus adil. Rakyat juga wajib menolak kebatilan. Di dalam surah Ali Imran ayat 104, Allah memerintahkan: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)
Maka, bendera itu, seaneh apa pun bentuknya di mata sebagian orang, bisa jadi adalah bentuk nahi munkar dari orang-orang yang tidak pernah diberi ruang untuk bersuara. Dan bisa jadi, justru dari suara kecil mereka, Allah menumbuhkan gelombang besar perubahan.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!