Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) sekaligus Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), M. Jusuf Kalla, beberapa hari lalu kembali menjadi sorotan media. Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia ini bertemu dengan pimpinan tertinggi Hamas, Ismail Haniyeh, di Doha, Qatar.
Di tengah dominannya opini Israel dan sekutunya yang menguasai hampir semua media massa mainstream dunia, tak banyak politisi dan negarawan yang berani mengadakan tatap muka langsung dengan petinggi Hamas. Pasalnya, hingga hari ini media pro Israel masih saja melabeli kelompok perjuangan Palestina itu sebagai teroris.
Di sisi lain, tidak mudah pula bagi sosok Ismail Haniyeh untuk “percaya” begitu saja dengan para pemimpin dunia yang ingin bertemu dengan dirinya. Terlalu banyak pihak pro Israel yang ingin menghabisi pentolan Hamas ini. Sehingga, ia sangat hati-hati untuk bertemu dengan para pemimpin dunia.
Pertemuan Haniyeh dan Jusuf Kalla (JK) pada tanggal 12 Juli 2024 kemarin membuktikan satu hal penting tentang adanya saling percaya antara pimpinan Hamas dan JK sebagai representasi dari pemimpin umat di Indonesia. Hamas berharap, Indonesia memainkan peran yang semakin penting dalam proses gencatan senjata pada konflik Palestina vs Israel.
Pertemuan antara JK dan pihak Hamas sesungguhnya bukan kali pertama. Pada bulan Mei lalu, delegasi Hamas yang saat itu diwakili oleh Dr. Bassem Naim, telah melakukan pertemuan dengan JK. Bertempat di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan di Doha adalah kelanjutan dari pertemuan tersebut.
Menurut Hamid Awaluddin, mantan Menkumham RI yang ikut membersamai JK dalam dua pertemuan penting tersebut, Inisiatif pertemuan itu datang dari pihak Hamas. Hamid adalah pihak yang dihubungi oleh otoritas Hamas agar JK menjadi mediator perdamaian dalam konflik di Gaza, Palestina.
Baca juga: Fatahillah yang Mengusir Armada Protugis dari Sunda Kelapa
Ada banyak tokoh di Indonesia yang memiliki kapasitas dan peran politik yang setara dengan JK, bahkan mungkin lebih besar. Tetapi mengapa JK yang dipilih oleh Hamas dalam proses mediasi menuju perdamaian dengan Israel? Bukankah di Indonesia ada sosok lain yang juga memiliki pengaruh besar di dunia internasional, semacam mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau mantan Presiden Megawati Soekarno Putri, dan beberapa tokoh lainnya?
Tentu Hamas memiliki argumen sendiri, mengapa memilih JK. Kita tidak perlu pusing soal itu. Pastinya, kita patut bersyukur ada sosok pemimpin kita yang mendapatkan kepercayaan begitu besar dari Hamas. Namun, tak ada salahnya pula jika kita mencoba mengulik tentang sosok JK dari sisi peran beliau dalam upaya-upaya perdamaian. Untuk memperoleh hikmah dan pembelajaran.
Jejak Mediasi
Jusuf Kalla, seorang tokoh politik dan pengusaha terkemuka di Indonesia, dikenal tidak hanya sebagai Wakil Presiden Indonesia pada dua periode pemerintahan berbeda, tetapi juga sebagai mediator ulung dalam berbagai konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Perannya yang signifikan dalam mediasi konflik telah memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dan stabilitas di berbagai wilayah. Berikut ini adalah rekam jejak beliau dalam upaya rekonsiliasi dan perdamaian.
Pertama, Konflik Aceh. Salah satu prestasi terbesar Jusuf Kalla dalam mediasi konflik adalah peran sentralnya dalam proses perdamaian di Aceh. Konflik yang berlangsung lebih dari 30 tahun antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Helsinki pada tahun 2005. Kalla, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia, memainkan peran kunci dalam negosiasi yang berlangsung di Finlandia. Keberhasilannya ini tidak hanya mengakhiri konflik berdarah, tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan kembali Aceh yang lebih damai dan sejahtera.
Kedua, konflik Poso. Jusuf Kalla juga berperan penting dalam menyelesaikan konflik Poso di Sulawesi Tengah. Konflik yang bermula dari ketegangan antara kelompok agama pada akhir 1990-an ini berhasil diredakan melalui Deklarasi Malino pada tahun 2001 dan 2002.
Baca juga: Seorang Guru Bernama Kiai Haji Sholeh Darat
Peran Kalla sebagai mediator utama dalam dialog antar pihak yang bertikai menunjukkan kemampuannya dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang kompleks dengan pendekatan yang inklusif dan humanis. Tidak hanya terlibat dalam penanganan konflik di dalam negeri, JK juga berperan penting dalam upaya mengurai ketegangan di beberapa kawasan di Asia Tenggara. Sebut saja kasus Mindanau.
Pada tahun 2010, JK pernah diundang untuk bertemu dengan Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo, di Manila untuk membahas penyelesaian konflik di Mindanau. JK ketika itu menjadi pembicara Konferensi Internasional Negosiator penyelesaian konflik di Filipina Selatan.
Tokoh kelahiran 15 Mei 1942 itu juga terlibat dalam upaya mediasi konflik di Myanmar, terutama yang berkaitan dengan krisis kemanusiaan Rohingya. Meskipun tantangan yang dihadapi sangat kompleks, Kalla aktif dalam berbagai forum internasional untuk mencari solusi damai dan mendorong dialog antara pemerintah Myanmar dan komunitas internasional. Upayanya itu mencerminkan komitmen kuat JK terhadap perdamaian global dan kemanusiaan.
Konsisten Membina Umat
JK adalah sedikit dari sosok pemimpin bangsa yang tetap menggunakan energi dan waktunya untuk tetap total membina umat. Pensiun dari Wakil Presiden dan umur yang semakin tua tidak membuat JK kehilangan kelincahannya yang terkenal itu.
JK tetap berkhidmat untuk mengurus umat melalui kiprahnya di Palang Merah Indonesia (PMI). Jabatan yang ia pegang semenjak tahun 2009. Hingga saat ini jabatan itu masih terus dipercayakan kepadanya. Saat menjabat sebagai Wakil Presiden, posisinya sebagai Ketua PMI tetap ia jalankan secara penuh.
Baca juga: Tiga April Tujuh Puluh Empat Tahun yang Lalu
Mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia dan Himpunan Mahasiswa Islam ini juga tetap istiqomah berada di jalur dakwah. JK pada Maret 2024 yang lalu kembali dipilih secara aklamasi untuk meneruskan program-programnya sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia tahun 2024 – 2029.
Peran sosial dan dakwah yang masih terus ia emban dengan baik hingga di usianya yang memasuki 82 tahun adalah salah satu dari kelebihan JK. Tak banyak negarawan dan politisi negeri ini yang masih produktif memegang organisasi tingkat nasional dengan peran yang begitu besar pada usia tersebut.
Barangkali intensitasnya yang tak pernah meredup dalam kiprah perdamaian dan dakwah, kedekatannya dengan banyak kalangan umat, serta pengaruh yang masih kuat di kalangan politisi di Kawasan Asia Tenggra yang membuat JK menjadi sosok yang diperhitungkan oleh pihak Hamas. Guna membantu mereka meretas damai dengan cara yang bermartabat.
Wallahu a’lam bishawab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!