Membaca Ulang Peringatan Milad Nabi Muhammad ﷺ dalam Perspektif Sosiologi Politik Al Qur'an

Membaca Ulang Peringatan Milad Nabi Muhammad ﷺ dalam  Perspektif  Sosiologi  Politik Al Qur'an
Membaca Ulang Peringatan Milad Nabi Muhammad ﷺ dalam Perspektif Sosiologi Politik Al Qur'an/ Foto Istimewa

Sudah lebih dari seribu tahun, umat Islam sedunia memeringati maulid Nabi Muhammad ﷺ dengan berbagai caranya, berdasarkan budaya masing-masing. Dari Maroko hingga  Merauke;  Aceh hingga Andalusia. Di dalam bahasa Arab, "maulid" atau "milad" berarti hari lahir. Tradisi perayaan Maulid Nabi mulai dikenal secara luas pada abad ke-12 Masehi, sekitar 300 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Perayaan ini pertama kali dipopulerkan oleh Abu Said al-Qakburi, Gubernur Irbil di Irak pada masa pemerintahan  Shalahuddin Al-Ayyubi, sebagai cara untuk membangkitkan semangat kaum Muslim dalam menghadapi tentara Salib.

Namun, peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ jangan berhenti pada aspek perayaan  simbolis yang kering dari semangat dakwah perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam. Bahkan, berdasarkan kajian relasi semantik dan sosiologis antara shalawat, shalat, dan  silaturahmi, terdeskripsikan esensi Maulid Nabi sebagai penguatan untuk estafeta perjuangan risalah Islam hingga akhir zaman.

Antara Fatrah dan Pasukan Gajah
Secara sosio-politik, membaca kelahiran Muhammad atau Ahmad berdasarkan Al Qur'an, kita dapat gunakan pendekatan lewat beberapa kata kunci.
a.    Masa Fatrah

Di dalam Al Qur'an, kata "fatrah" tertuang dalam QS Al-Maidah [5]: 19.

Yā ahlal-kitābi qad jā`akum rasụlunā yubayyinu lakum ‘alā fatratim minar-rusuli an taqụlụ mā jā`anā mim basyīriw wa lā nażīr, fa qad jā`akum basyīruw wa nażīr, wallāhu ‘alā kulli syai`ing qadīr

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan, 'Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan'. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Secara kebahasaan, dalam kitab Mukhtar al-Shihah, fatrah diartikan sebagai terputus atau lemah. Kata ini kemudian digunakan oleh para ulama sebagai istilah bagi kondisi di antara dua rasul. Maka, kemudian kita mengenal istilah “zaman fatrah”, sebagai masa kekosongan di antara dua rasul. Sekaligus kita mengenal istilah ahlul fatrah sebagai orang-orang yang hidup di masa tersebut. Jadi, antara masa kenabian dan kerasulan Isa bin Maryam as hingga  munculnya estafeta penutup kenabian (khotmin nabbiy) dan kerasulan (kesempurnaan  syariat Islam).

Nabi Muhammad ﷺ‎: Pemimpin Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Menurut Ilmuwan Global
Muhammad saw diakui oleh banyak ilmuwan Barat sebagai pemimpin yang paling berpengaruh dalam sejarah, karena pengaruhnya mendalam dan luas di berbagai bidang kehidupan.

b.    Masa Kelahiran Nabi: Peristiwa Pasukan Gajah Abrahah

Al Surat Al Fil (105): Alam taro kaifa fa’ala robbuka bi-ashhaabil fiil. Alam yaj’al kaidahum fii tadlliil. Wa arsala ‘alaihin thoiron abaabiil. Tarmiihim bihijaarotim min sijjiil. Faja’alahum ka’ashfim ma’kuul.

Era kelahiran Muhammad ﷺ, saat itu di Negeri Arab terjadi peristiwa sejarah. Pasukan Gajah Abrahah dihancurkan oleh Allah Swt, karena hendak menghancurkan   Ka’bah (bangunan suci).

Di dalam Kitab Tafsir al-Misbah, Juz 15: 522-523, disebutkan bahwa Abrahah merupakan seorang penguasa di Yaman di bawah kekuasan Negus di Ethiopia, yang memiliki sebuah gereja di San’a yang ia namai al-Qullais. Di dalam Hazza Kitab Fasholatan yang ditulis oleh Kiai Sholeh Darat, saat menjelaskan arti Gajah surah al-Fil ini merujuk pada Gajah Mahmud milik Raja Abrahah penguasa Yaman. Gajah Mahmud adalah gajah putih yang diberikan kepadanya oleh Raja Najasi ketika dia mengizinkan Abrahah dan pasukannya menyerang Mekah.

Kisah tentang kronologi penyerbuan oleh pasukan gajah Raja Abrahah bersumber dari Kiai Sholeh Darat dalam kitab Hadza Fasholatan sebagai berikut: Menurut beliau, Gereja Abrahah didirikan atas restu Raja Najasi untuk memberikan pengakuan terhadap keagungan Ka’bah yang dikunjungi setiap tahunnya. Lebih lanjut, ia melarang seluruh umatnya pergi ke Ka’bah atau beribadah di gereja yang ia dirikan.

Saat itu, ada salah seorang elite Mekah, Malik bin Kinana, seorang tetua suku Quraisy yang melayani jamaah haji di Ka’bah dan memenuhi kebutuhan mereka. Mendengar hal tersebut, dia pergi ke Yaman untuk menghancurkan gereja yang bersaing dengan Ka’bah. Dia ke Yaman pada tengah malam dengan menyamar dan merusak gereja. Bahkan lebih dari itu, ia membuang kotoran dan menempelkannya pada dinding gereja kebanggaan pemimpin Yaman tersebut. Atas kejadian ini, ia murka dan berjanji akan mendatangi Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Maka, Raja Abrahah  bersumpah, demi Tuhan, sungguh aku (akan) menuju Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah Mekkah.

Mutiara Kehidupan Nabi Muhammad ﷺ
Episode-episode kehidupan Nabi ﷺ semuanya tentang perjuangan. Beliau mengajarkan tentang ketabahan, sabar, dan tidak berputus asa. Kesulitan yang dihadapi Nabi ﷺ cukup dijadikan dalih untuk menyerah. Tetapi, apakah beliau bersikap layaknya orang-orang?

Faktor Utama: Ka’bah Hendak Dihancurkan
Bagaimana pun, Ka’bah bagi masyarakat Mekkah Jahiliyyah adalah simbol pemersatu yang menghubungkan (shilah) mereka dengan Nabi Ibrahim as sebagai   peletak dan pembangun Kabah, sehingga masyarakat Mekkah dapat hidup sejahtera karena keberkahannya. Namun, elite Mekkah Jahiliyyah tetap bersikap musyrik dan kafirin hingga Nabi Muhammad ﷺ lahir dan berdakwah hingga memeroleh kemenangan  Mekkah (al Fathu Mekkah).
"Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami hanya mengikuti jejak mereka” (QS Az-Zukhruf: 23).

Ka'bah tidak mempunyai arah karena bentuknya berupa kubus, tetapi dengan menghadapnya ketika shalat, sesungguhnya engkau menghadap Allah. Walau pun Ka'bah yang tidak mempunyai arah ini mungkin sulit untuk dipahami, tetap padanya kita bisa merasakan universalitas dan kemutlakan. Di dalam waktu yang bersamaan, ia (Ka'bah) menghadap ke segala arah. Sedangkan keseluruhan sisinya melambangkan ketiadaan arah. "Sesungguhnya lambang yang paling awal dari ketiadaan arah adalah Ka'bah" .

Hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah.” (HR Ath Thohawi dalam Musykilul Atsar no. 5211, Ath Thobroni dalam Al Kabir no. 12432, Al Hakim dalam mustadroknya no. 4180. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat Muslim. Juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah no. 5 dari jalur Ibnu ‘Abbas. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152).
·        Gajah: simbol kekuasaan tirani yang ingin menghancurkan pusat spiritualitas.
·        Ka’bah: simbol tauhid, kemurnian misi langit, dan pusat revolusi moral.
·        Burung Ababil: simbol pertolongan Ilahi yang datang saat manusia bertawakkal sepenuh hati.
·        Hanif: simbol minoritas yang tetap lurus dalam kesesatan mayoritas.
·        Masa Fatrah: simbol kekosongan ruhani yang mendahului kebangkitan profetik.

c.     Era Khataman Nabi
Surah Al-Ahzab (33:40): "...Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antaramu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".
(Kata khaatam) lebih baik dipakai dengan arti khaatama, karena Nabi Muhammad ﷺ menutup segala nabi dengan nur syariatnya, sebagaimana matahari menutup segala bintang dengan cahayanya, dan begitu juga bintang-bintang itu menerima cahaya daripadanya.

d.   Era  Kerasulan  Muhammad ﷺ
·      Surah Al-Fath (48:29) "Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka..."

Berita dari Nabi Isa tentang akan lahirnya Nabi (Ahmad)
Surah As-Saff (61:6) "Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: 'Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad '..."

·        Aḥmad adalah prediksi profetik → sosok yang dijanjikan, disebut dalam Injil.
·        Muḥammad adalah identitas kultural → nama resmi yang dikenali masyarakat Arab. Diberi nama oleh Abdul Muthalib kakeknya. Pergeseran nama ini menandakan transformasi dari ide dan wacana profetik (nubuwah) menjadi realitas sejarah dan budaya (kerasulan).
Perubahan itu bisa dibaca sebagai proses:
Dari potensi → menjadi aktual.
Dari “yang dijanjikan” (Aḥmad) → menjadi “yang hadir di tengah manusia dan dipuji” (Muḥammad).
Dari dimensi langit → ke dimensi bumi.

📌 Nama Aḥmad adalah proyeksi wahyu sebelum kelahiran, sedangkan nama Muḥammad adalah manifestasi sosial setelah beliau lahir dan menjalani misi kerasulannya.
Tafsir yang lebih simbolik dan filosofis, kita tarik ke pemahaman yang lebih dalam:

  1. Aḥmad sebagai tubuh fisik
    Bisa dimaknai sebagai aspek lahiriah Nabi, yaitu manusia dengan jasad, silsilah, keluarga, dan lingkungan Arab tempat beliau tumbuh. Aḥmad masih berupa identitas personal manusia biasa, “yang terpuji” secara potensi.
  2. Muḥammad sebagai Rūḥullāh
    Bisa dimaknai sebagai aspek ruhani atau misi kerasulan, yaitu ketika wahyu turun dan beliau menjadi utusan dengan ilmu, bimbingan, dan cahaya Al Qur’an. Muḥammad berarti “yang banyak dipuji”, seolah menandakan bahwa ruh kenabian itu telah terealisasi dan dipancarkan kepada umat.
    Di dalam dimensi ini, Muḥammad adalah “ruh budaya” atau spirit ketuhanan yang Allah tiupkan ke dalam sejarah manusia lewat Al Qur’an.
  3. Hubungan simbolik
    Aḥmad → representasi jasmani, potensi.
    Muḥammad → representasi ruh, aktualisasi.
    Perubahan dari Aḥmad ke Muḥammad adalah perjalanan dari manusia biologis menjadi manusia profetik, dari tubuh menuju ruh.
    Jadi, Aḥmad lebih bersifat nubuwah (penyebutan dalam ramalan atau berita gembira kitab sebelumnya), sedangkan Muḥammad adalah realisasi identitas sosial-historis beliau di tengah masyarakat Arab.

e. Pasca Muhammad ﷺ sebagai Pribadi/personal Rosul itu Wafat
QS Ali Imran [3]: 144 sebagai berikut:“(Nabi) Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Ali Imran [3]: 144).

Namun, risalah Islam yang dibawanya beserta pola sunnah perjuangannya tetap abadi diestafetakan para sahabatnya (khulafaur rosyidin) dan para pelanjutnya  hingga akhir zaman.
Membaca ULANG Makna SHALAWAT NABI : Shalat, Shalawat -  Shilah
Selain itu, Al-Quran juga memerintahkan kita untuk selalu bershalawat kepada Nabi di setiap saat dan kesempatan. Bahkan, Allah, para malaikat, pun bershalawat kepada Nabi (QS. Al-Ahzab [33]: 56).

a.      يصلون (Sambungkanlah)
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS Al-Ahzab: 56).

b.      وَصَلِّ عَلَيْهِمْ (wa Shollu alaihim)
Ini berkaitan dengan praktik mengambil  Zakat dari sebagian harta orang-orang beriman.

Surat At-Taubah Ayat 103

"Khuż min amwālihim ṣadaqatan tuṭahhiruhum wa tuzakkīhim bihā wa ṣalli 'alaihim, inna ṣalātaka sakanul lahum, wallāhu samī'un 'alīm."

c.      على الصلوات (Shalat-shalat)

QS Al-Baqarah [2]: 238).

“Hāfiẓụ 'alaṣ-ṣalawāti waṣ-ṣalātil-wusṭā wa qụmụ lillāhi qānitīn.”

Artinya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat lima waktu). Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu',” (QS Al-Baqarah [2]: 238).

d. وَاَصْلِحُوْا (Menyambungkan)

"…oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu;" Surat Al-Anfal ayat 1

…apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan Surat Al-Baqarah ayat 27

Kesimpulan: Shalawat itu adalah transformasi sosial dari praktik silaturahmi dalam bentuk awalnya sebagai ritual pokok dalam rukun Islam, yaitu shalat.  Maka, yang menjadi indikator dari keberhasilan SHALAWAT itu bukan pada ekpresi budaya SHALAWATAN dan bacaannya, akan tetapi dari praktik SHALAT berjamaah dan silaturahmi yang mampu menjaga ummat dan pribadi dari perbuatan Fahsya wal Munkar.

"Innas shalata tanha 'anil fahsyai wal munkar", yang artinya: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar" (QS al-Ankabut: 45).

Muhammad Rasululluh dan Mereka yang Membersamainya Hingga Akhir Zaman

Di dalam Al Qur'an Surah al Fath ayat 29, Allah Swt berfirman:

“MUḤAMMADUR RASỤLULLĀH, wallażīna ma’ahū asyiddā`u ‘alal-kuffāri ruḥamā`u bainahum tarāhum rukka’an sujjaday yabtagụna faḍlam minallāhi wa riḍwānan sīmāhum fī wujụhihim min aṡaris-sujụd, żālika maṡaluhum fit-taurāti wa maṡaluhum fil-injīl, kazar’in akhraja syaṭ`ahụ fa āzarahụ fastaglaẓa fastawā ‘alā sụqihī yu’jibuz-zurrā’a liyagīẓa bihimul-kuffār, wa’adallāhullażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti min-hum magfirataw wa ajran ‘aẓīmā”

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar."

Secara historis, al-Fath yang berjumlah 29 ayat semuanya turun dalam konteks perjanjian Hudaibiyah. Ayat ini menjelaskan tentang ciri-ciri utama pengikut Muhammad Rasuulloh atau Risalah Muhammad, sebagai berikut:  
 A.     Asyidda’u ala al-kuffar.  Pada ayat tersebut digunakan dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan Din ul Islam. Hal ini juga semaksud  dengan mufassir kontemporer Wahbah Zuhaili dalam karyanya kitab Tafsir al-Munir.

B.     Ruhama bainahum. berkasih sayang sesama mereka, yaitu orang-orang mukmin (beriman), termasuk ber-tawsiyyah tentang yang al haq. Menghindarkan diri dari  potensi  ‘tafaruq ‘ – berpecah-belah  karena  hawa nafsu.

C.      Ruku dan Sujud. Bentuk praktik dalam Shalat. Posisi Ruku itu tegak lurus 90 derajat. Menunjukkan sikap teguh kuat pendiriannya terhadap prinsip tauhid. Di dalam konteks politik atau sosial untuk menggambarkan kesetiaan, ketaatan, atau konsistensi pada suatu prinsip atau pemimpin (Istiqomah).

Ada pun sujud adalah posisi merendahkan diri seorang hamba-Nya kepada ar-Robb yang memiliki aturan-aturan kehidupan manusia sebagai wujud ketundukan yang sempurna (tawadhu). Di dalam Al Qur'an, sujud adalah bentuk penghambaan, penundukan diri, dan ekspresi syukur tertinggi kepada Allah SWT, yang mencerminkan kerendahan hati, pengakuan akan kekuasaan Allah, dan rasa syukur atas nikmat-Nya.

D.     Simahum fii wujuhihim min atsaris sujud. Terdapat bekas-bekas tapak sujud  mereka, yang berarti bukti-bukti ibadahnya dalam bentuk program kerjanya dapat disaksikan dan dirasakan kehadiran dan kemanfaatannya. Ibadah mereka tampak pada sikap, sifat, dan perilakunya yang benar sesuai ajaran Al Qur'an.

E.      liyagīẓa bihimul-kuffār. menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Ini ciri terakhir, yang nampak dari pihak orang-orang kafir terhadap setiap program umat Islam selalu bersikap buruk atau Islamophobia.

KHULASOH- PENUTUP
Saat ini, peran aktif kita diminta dalam perubahan sejarah dengan membawa pola perjuangan Nubuwwah. Meski pun banyak yang membantah dan mencibir sebagai pemikiran ortodoks masa lalu, namun inilah kebenaran wahyu Ilahi yang harus dibuktikan kebenarannya dalam sejarah. Ini janji Allah SWT dalam  QS an Nur ayat 55.

“Wa'adallāhullażīna āmanụ mingkum wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti layastakhlifannahum fil-arḍi kamastakhlafallażīna ming qablihim wa layumakkinanna lahum dīnahumullażirtaḍā lahum wa layubaddilannahum mim ba'di khaufihim amnā, ya'budụnanī lā yusyrikụna bī syai`ā, wa mang kafara ba'da żālika fa ulā`ika humul-fāsiqụn”.

Artinya: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada memersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik".

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.