Sudah 80 tahun Indonesia merdeka. Namun, kemerdekaan itu belum sepenuhnya dirasakan seluruh rakyat. Masih banyak masyarakat miskin (dhuafa) yang terus bergulat dengan kesulitan hidup. Bagi mereka yang rentan secara ekonomi, meminjam kepada rentenir atau bank keliling (bangke) sering kali menjadi satu-satunya jalan, meski bunga yang tinggi justru menjerat mereka dalam masalah baru.
Kondisi itu semakin diperparah dengan maraknya pinjaman online yang mudah diakses, membuat banyak orang terjebak dalam lingkaran setan utang. Di tengah situasi tersebut lahirlah gerakan sederhana dan solutif yang bernama Dana Dhuafa.
“Awal berdiri tahun 2004, waktu itu banyak sekali orang dhuafa, dia mau usaha susah, dan banyak yang mau minjamin (adalah) rentenir dengan bunga yang tinggi. Nah, ini kita kan sulit juga. Ini udah nggak punya duit dan pinjamnya ke bangke (Bank Keliling),” ungkap inisiator Dana Dhuafa, Intan Badriyah.
Salah satu kisah yang membekas bagi Umi Intan, sapaan akrabnya, ketika dirinya didatangi seorang ibu yang sedang mengalami musibah. Anaknya mengalami pendarahan hebat di telinga. Tanpa BPJS dan hanya memiliki uang Rp 100.000, ia meminjam Rp 20.000 dari tetangga. Namun, pinjaman itu harus dikembalikan Rp 25.000.
“Tahun 2004 belum terlalu marak seperti sekarang, tetapi ada bahkan waktu itu tetangga-tetangga itu, jadi (mereka adalah) pribadi-pribadi, misalnya ada orang perlu, ya udah. Bahkan, pernah itu — kisahnya menyedihkan — anaknya tiba-tiba keluar banyak darah dari telinga, terus dia bingung, ini mau bawa ke rumah sakit — waktu itu belum ada BPJS — dia punya duit cuma seratus ribu. Akhirnya ngomong ke tetangga sebelahnya, ‘Pinjem dong duit’, waktu itu pinjemnya Rp 20.000 untuk pegangan (karena) takutnya (uangnya) kurang, ya udah, dipinjemin. Tetapi dipulangkannya Rp 25.000,” tuturnya.
Umi Intan menyebut, kejadian seperti ini memrihatinkan. “Jadi ini bukan bank formal, tetapi pribadi-pribadi. Itu banyak. Banyak orang yang kayak begitu. Jadi, memrihatinkan sebenarnya. Ini sudah seperti membudaya di kalangan kita itu, bahwa kalau minjem itu dibungain. Walau pun dengan tetangga, nggak ada rasa kasihan, misalnya dia lagi sakit atau ada musibah maka (dibantu), ini nggak ada.” lanjut Umi Intan.
Atas keprihatinan itulah lahir gerakan Dana Dhuafa. Sebuah gerakan dakwah yang berfokus membebaskan masyarakat bawah dari lilitan utang & lintah darat.

Bermula dari 2 Juta Rupiah
Dana Dhuafa bermula dari modal 2 juta Rupiah, hasil penjualan sembako murah di bulan Ramadhan. Sebagian sembako dibagikan gratis, sebagian lagi dijual 50% lebih murah dari harga pasar. Uang yang terkumpul lalu digulirkan untuk membantu dhuafa.
“Dana Dhuafa di awal tahun 2004 itu hanya 2 juta uangnya… Itu pun sebenarnya uang 2 juta awal itu dari penjualan sembako murah. Terus tiap tahun bergulir, Alhamdulillah,” tuturnya.
Seiring waktu, jumlah penerima manfaat bertambah, dan dana semakin berkembang dengan adanya sumbangan dari para donatur. Kini, lebih dari 200 orang menjadi nasabah & merasakan manfaat gerakan Dana Dhuafa.
Pinjaman Tanpa Bunga, Cicilan Ringan
Ciri khas dari gerakan Dana Dhuafa ialah, tanpa bunga ditambah cicilan ringan. Jika usaha berjalan baik, nasabah dianjurkan berinfak untuk membantu yang lain. Ada yang disiplin membayar, misalnya Bu Marsiti, pemilik kantin sekolah yang melunasi pinjaman lebih cepat untuk bisa meminjam lagi jika perlu. Namun, ada pula yang sulit bertanggung jawab. Bahkan ada yang hutangnya dihapuskan karena kondisi hidup yang sangat berat. Salah satu kisah mengharukan adalah seorang ibu yang utangnya pernah dihapuskan, kemudian datang kembali membawa 1,8 juta Rupiah untuk melunasinya.
“Kejadian belum lama ini. Jadi, ada satu nasabah yang waktu itu dia pinjamnya dua juta, dia kasih saya surat motor (sebagai jaminan) tanda kesungguhan. Saya bilang, ‘Sebenarnya nggak perlu, Bu. Nggak usah’. Dia jawab, ‘Biarin, ini kesungguhan saya’. Oke, saya terima. Tetapi baru saja bayar 200.000, blas hilang lama" ungkap Umi Intan.
"Nah, tetapi suatu sore dia datang ketok-ketok pintu dengan tergopoh-gopoh. ‘Ibu masih kenal sama saya?’ ‘Siapa ya?’ Saya bilang, ‘Saya lupa, deh’. ‘Ini, Bu. Saya ini (yang pinjam uang), saya merasa punya dosa sama ibu,’ katanya. Ini dia menunjukkan semua kartu cicilan dan lain sebagainya masih dikumpulin. Jadi dia datang, ‘Ini tolong diterima, Bu. Saya ngelunasin utang saya 1,8 juta. Saya berdoa kepada Allah, saya nggak mau mati sebelum lunas hutang saya’. Luar biasa, kata saya,” kenang Umi Intan dengan suara parau.

Menjadi Jalan Taubat
Dana Dhuafa juga memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin meninggalkan pekerjaan tidak halal. Pernah, seorang mantan pekerja malam meminjam modal untuk berjualan kerupuk dan minuman kemasan. Meski ada yang meremehkan, pengurus tetap mendukungnya demi memantapkan jalan hijrahnya.
“Ada yang bilang, ‘Orang kayak gitu kok dikasih, Bu?’ ‘Semoga jadi orang solehah, Bu’. ‘Yah, kalau misalnya ngemplang, ya kita minta rezeki kepada Allah’,” tuturnya.
Membantu Pendidikan dan Kesehatan
Selain untuk modal usaha, pinjaman dari Dana Dhuafa digunakan untuk biaya sekolah. Salah satunya adalah Bu Wiwi, seorang petugas kebersihan, yang anaknya kehilangan bantuan KJP tanpa alasan yang jelas. Dana Dhuafa membantunya untuk membeli seragam dan perlengkapan sekolah anaknya.
“Kayak Bu Wiwi yang bekerja sebagai cleaning service, itu anaknya dua, dua-duanya KJP-nya diputus, dengan alasan ibu punya dua motor dan mobil. Padahal itu tidak benar. Kalau dia punya motor, itu karena suaminya tukang ojek, dan itu bukan motor baru, motor udah butut, maka dia kita bantu,” ungkap Umi Intan.
Gerakan Dakwah Pemberdayaan
Gerakan Dana Dhuafa bukan hanya gerakan ekonomi & pengentasan kemiskinan biasa, tapi gerakan penyadaran demi terangkatnya derajat kalangan bawah yang selama ini selalu menjadi korban terbesar dari kemiskinan struktural.
Saban Sabtu, para anggota mengikuti pengajian keislaman. Materinya meliputi tahsin, aqidah, fiqih, siroh, dan terjemah Al Qur’an. Jadi tak hanya diberikan solusi finansial, para anggota juga dibina secara ruhani & pemahaman.
“Setiap pekan, hari Sabtu, diisi dengan aneka materi. Seperti tauhid, fiqih, siroh, terjemahan Al Qur'an per ayat dikupas secara detail. Jadi komplet-lah insya Allah,” ungkap Umi Intan.

Dakwah Berdaya
Salah satu nasabah, Marsiti, mengungkapkan, ia sangat terbantu karena program ini. “Tidak ada bunganya, cicilan ringan, dan kita tetap bisa berinfak setiap hari walau kecil, sangat-sangat bermanfaat,” tuturnya.
“Saya suka minjam karena butuh. Kayaknya mudah juga, uang itu harus benar-benar dipakai yang bener, misalnya untuk usaha, untuk keperluan anak sekolah. Terus kalau misalnya kita minjem uangnya di luar sono kan berbunga, ya. Mudah, sih, tetapi kan risikonya, ya. Dosa iya, kalau uangnya berbunga. Jadi lebih mudahin kita itu program Dana Dhuafa,” lanjut Marsiti.
Namun, ia berharap semua nasabah menjaga amanah karena dana ini adalah hak bersama. “Tetapi kadang-kadang orang dipercaya, dipercaya, dikasih uang itu, tetapi tidak bisa menepati janji dan gak mau ngembalikin, malah lari. Itu kan yang kadang-kadang bikin orang nggak suka,” harapnya.
Mendidik Masyarakat
Tak ada keuntungan finansial yang diterima oleh para pengurus. Gerakan ini murni dijalankan secara swadaya. Kata kuncinya ialah mendidik masyarakat, "Jadi memang sebenarnya misinya juga untuk mendidik masyarakat,” Tutup Umi Intan.
Dana Dhuafa telah membuktikan bahwa gerakan kecil dari masyarakat bisa memberi dampak besar. Bermula dari sebuah gang kecil di bilangan Jakarta Pusat dan hanya bermodal awal 2 juta Rupiah itu, kini Dana Dhuafa menjadi jembatan harapan bagi ratusan dhuafa & bahkan telah memperluas kebermanfaatannya hingga daerah penyangga ibukota, kabupaten Bogor.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!