Mewaspadai Ulah Kaum Munafik
Hari itu, sekitar tiga ribu orang kafir Quraisy berencana menyerbu Madinah. Jumlah yang cukup besar untuk sebuah pasukan perang. Berita itu sampai kepada Rasulullah ﷺ. Mulanya, beliau dan para sahabat ingin tetap bertahan di Madinah. Namun, setelah melakukan syura, diputuskan untuk menyongsong musuh dan mengusir mereka ke luar Madinah.
Seribu orang anggota pasukan muslim berangkat menuju Bukit Uhud. Madinah dikosongkan. Yang tinggal hanya perempuan dan anak-anak, dipimpin oleh sahabat Nabi yang mulia yang bernama Umi Maktum. Meski buta, iman dan pembelaan Umi Maktum kepada Islam tidak diragukan. Walau Allah mengujinya dengan tidak memberi dia kemampuan melihat, ia menjadi sahabat Nabi yang setia.
Namun, pada saat akan berangkat perang menuju medan laga Uhud, 300 orang pasukan Nabi di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay batal ikut. Dengan alasan yang tidak masuk akal, Abdullah bin Ubay menyatakan keberatan untuk ikut berperang bersama Nabi. Betapa sedih dan kecewanya Nabi pada waktu itu. Mungkin kekecewaan itu sulit untuk dilukiskan, sampai turun ayat 8 dan 9 Surat Al-Baqarah.
Melalui ayat itu, Abdullah bin Ubay dengan 300 orang pengikutnya ditetapkan Allah sebagai orang-orang munafik pengkhianat Islam. Yang sangat mengagetkan Nabi, loyalitas 300 orang itu kepada Abdullah bin Ubay sangat luar biasa. Padahal, baik Abdullah bin Ubay maupun 300 orang pengikutnya itu sama-sama shalat berjamaah dengan Nabi di Masjid Madinah.
Namun, kejadian itu tak membuat Nabi dan para sahabat patah hati. Dengan langkah mantap, mereka maju menghadang kafir Makkah di Uhud.
Awalnya, Rasulullah dan para sahabat dapat mengalahkan orang-orang kafir Makkah yang dipimpin Khalid bin Walid itu (saat itu Khalid bin Walid belum masuk Islam). Tetapi, selanjutnya banyak sahabat Nabi syahid di medan laga. Bukan karena pengikutnya yang sedikit, tetapi karena kelengahan pasukan pemanah yang tergoda oleh kilauan harta pampasan perang. Namun, akhir dari peperangan itu tetap dimenangkan oleh kaum muslimin. Mereka berhasil memukul mundur orang-orang kafir itu.
Baca juga: Empat Syarat Mengubah Kemungkaran
Setelah peristiwa itu, pengkhianatan Abdullah bin Ubay kepada Islam, kepada Rasulullah, dan juga kepada kaum muslimin, secara diam-diam terus berlanjut. Bahkan, ia merangkul Yahudi Madinah, mengundang golongan Kristen tentara Romawi di bawah pimpinan Abu Amir di Suriah, dan main mata dengan orang-orang Majusi Makkah untuk menghancurkan Islam. Untuk mewujudkan ambisinya, kaum munafik mendirikan masjid. Rencananya, Rasulullah akan dibunuh di masjid itu. Usaha itu gagal karena pasukan Kristen dari Syria batal berangkat ke Madinah.
Abu Amir dimatikan mendadak oleh Allah ﷻ. Nabi memerintahkan merobohkan masjid itu setelah Allah menurunkan firman-Nya: “Dan di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemurtadan pada orang-orang mukmin dan karena kekafirannya mereka memecah-belah orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka bersumpah kami tidak menghendaki selain kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta dalam sumpahnya. Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya” – QS At Taubah:107-108
Peristiwa itu terjadi 14 abad silam. Ketika Rasulullah ada di tengah-tengah kaum munafik. Dan, sekali lagi, mereka sama-sama melaksanakan shalat berjamaah dengan Nabi. Peristiwa itu Allah pentaskan, supaya orang-orang beriman sadar dan waspada bahwa setiap saat hal itu pasti akan terjadi. Bahwa yang tidak suka kepada Islam dan kaum muslimin sangat banyak. Bahkan mungkin berada di sekitar kita. Mungkin mereka tidak saja memiliki masjid seperti Abdullah bin Ubay, tetapi juga memiliki yang lain-lain. Mungkin pula mereka memiliki pengikut di semua lapisan masyarakat, ikut mengerjakan shalat, dan bolak-balik pergi haji ke Makkah, bahkan punya banyak predikat. Atau menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan, di tempat-tempat strategis.
Mereka ragu terhadap Islam karena kepentingan pribadi dan golongan menjadi sangat dominan. Lupa bahwa hidup ini untuk mencapai ridha Allah semata. Curiga dan buruk sangka kepada sesama orang beriman, mesra dan berangkulan dengan golongan di luar mereka. "Mereka itu bukan golonganku," kata Nabi. Setiap saat melontarkan fitnah, mengaku seolah-olah pembela hak asasi manusia, serta penegak demokrasi. Kepentingan pribadi dan golongan mati-matian mereka perjuangkan, dan kalau perlu diam-diam menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Seolah-olah berbuat adil, tetapi bukan adil menurut Allah. Tidak berpihak dan tidak memenangkan agama Allah. Tidak peka terhadap penderitaan umat Islam yang dibantai dan tergusur dari pemukimannya. Menolak jihad fi sabilillah bahkan menghalang-halangi dengan bermacam-macam alasan (QS At Taubah: 86-67). Kultus individu sangat menonjol. Kalau perlu, mati demi pemimpin. Mereka tidak mau meneladani Rasulullah ﷺ. Menurut Allah, mereka itulah musuh yang sebenarnya (QS AI Munafiqun: 4).
Kedok dan tipu daya kaum munafik dijelaskan Allah ﷻ dalam firman-Nya:
“Mereka hendak memadamkan cahaya agama Allah dengan ucapan-ucapan mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci" – QS Ash-Shaff:8-9
Baca juga: Bercermin pada Keteladanan Abu Bakar
Sebagai balasannya, Allah melarang orang beriman untuk menshalatkan mereka. Kubur mereka adalah taman neraka. Dan, kelak, tempat mereka adalah di dasar api neraka. (QS. At Taubah: 84, An Nisa': 145). Mereka menamakan dirinya Islam, namun selalu tidak suka dan bahkan menentang segala yang berbau Islam (QS. Al Baqarah:8-15)
Mereka mengaku muslim, tetapi kalau berbicara selalu bohong, penuh intrik, dan fitnah. Mereka mengaku muslim, tetapi kalau berjanji selalu ingkar atau pura-pura lupa. Mereka mengatakan muslim, tetapi kalau diberi amanat berkhianat, malah memusuhi yang memberi amanat.
Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kaum munafik, harus ada upaya keras agar tragedi Abdullah bin Ubay tidak terjadi lagi. Meski sulit, setidaknya bisa ditekan hingga yang menjadi Abdullah bin Ubay bukan para penguasa atau tokoh-tokoh yang berpengaruh. Karena itu, setiap mukmin harus meningkatkan kualitas keimanannya, serta waspada terhadap orang-orang munafik yang ada di sekitarnya. Allah ﷻ berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” – QS. Al Hujurat:15
Penulis: Amadin (Artikel ini disadur dari Majalah Sabili No. 2 TH. VI 12 JULI 2000/10 RABIUL AKHIR 1421)