Entah kapan ia datang, tak ada yang menyadarinya. Ia bukan salah satu anggota parlemen Darun Nadwah atau pun tokoh kabilah yang mendapat undangan khusus. Tidak ada yang mengenali, tidak ada yang memperhatikan pria tua yang nampak berwibawa itu.
Darun Nadwah merupakan salah satu bangunan sekaligus institusi penting dalam sejarah Makkah, yang berfungsi sebagai pusat pertemuan dan pengambilan keputusan bagi suku Quraisy. Didirikan pada sekitar abad ke-5 M oleh Qushay bin Kilab, salah satu leluhur suku Quraisy, Darun Nadwah memainkan peran sentral dalam kehidupan politik, sosial, dan keagamaan masyarakat Makkah sebelum dan selama masa awal penyebaran Islam.
Karenanya, semua anggota Darun Nadwah saling kenal, karena mereka adalah utusan para kabilah dan keluarga yang menjadi penyangga utama sistem sosial, politik dan pemerintahan di Makkah. Pria tua itu diabaikan karena ia tidak dikenali sebagai salah satu dari unsur-unsur tersebut, wajahnya juga asing.
Para elit yang hadir di Darun Nadwah baru menyadari kehadiran sosok ini sesaat sebelum sidang parlemen Darun Nadwah dibuka. Pria tua yang gagah itu berdiri di depan pintu utama ruang sidang. Sehingga semua mata hadirin bisa menyaksikannya. Salah satu pimpinan yang curiga pada sosoknya kemudian menanyakan hal ihwal dirinya. Pria tua itupun menjawab singkat:
“Sebut saja aku Pria tua dari Najed, Aku telah mendengar perihal tujuan pertemuan kalian. Aku hadir membersamai kalian, barangkali saja ada nasehat yang bisa aku sampaikan pada kalian.” Tak ada identitas lain yang ia sebutkan. Forum hanya tahu bahwa ia adalah Pria Tua dari Najed.
Sosok pria tua ini sesungguhnya tetap menjadi misteri, namun dalam berbagai kitab tarih dan catatan sejarah Islam, pria tua dari Najed sebenarnya diyakini sebagai penjelmaan dari Iblis. Dia datang menyamar sebagai seorang pria bijaksana dari wilayah Najed, salah satu daerah di Jazirah Arab. Ketika kaum Quraisy hendak membahas rencana mereka, pria tua ini datang dan menawarkan nasihat serta pendapat tentang bagaimana cara terbaik untuk menghentikan kiprah Nabi Muhammad ﷺ.
Iblis yang tengah menyamar sebagai sosok pria tua itu tahu belaka, kegentingan politik tingkat tinggi tengah terjadi di kalangan elit kafir Quraisy. Sebuah kegentingan yang dipicu oleh pergerakan sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ yang berkemas hendak hijrah ke perkampungan kaum Aus dan Khazraj di Yastrib.
Kaum musyrikin Makkah melihat betapa sahabat-sahabat Rasulullah telah siap menenteng semua harta benda yang mereka miliki, membawa serta anak-istri. Bagi beberapa rakyat jelata dari kalangan musyrikin Makkah, pemandangan ini sungguh menyedihkan. Hubungan kekerabatan mereka seperti akan hancur, mereka harus berpisah dan bercerai berai, padahal dahulu berkerabat karib.
Sementara bagi kalangan elit di Makkah, gerakan politik Muhammad ﷺ yang telah menjalin kerjasama yang kuat dengan pihak Aus dan Khazraj, menjadi fakta yang mengkhawatirkan. Betapa tidak khawatir, kaum musyrikin Makkah sangat kenal reputasi kaum Aus dan Khazraj.
Mereka adalah kaum yang memiliki pengaruh besar di kawasan. Terkenal amat berani, setia dan pantang menyerah. Bahkan kedua suku ini telah lama terjebak dalam konflik yang berlarut. Justru diplomasi dakwah para sahabat Nabi mampu mendamaikan konflik laten yang terjadi di antara kedua suku itu. Tokoh-tokoh utama kedua suku bahkan telah masuk Islam dan bersumpah setia kepada Rasulullah ﷺ.
Elit politik Quraisy membaca adanya ancaman nyata dari aliansi strategis yang tengah terbangun di antara suku Aus dan Khazraj dengan Rasulullah. Aliansi yang tak hanya menjadi ancaman politik tapi sekaligus ancaman ekonomi. Dalam relasi bisnis, Yastrib adalah jalur niaga yang amat strategis.
Kekhawatiran politik itu sesungguhnya telah mendorong kesepakatan di antara kabilah-kabilah di kalangan musyrikin Quraisy; Jika Makkah ingin tetap eksis, pergerakan Muhammad harus dihentikan sesegera mungkin! Hanya saja mereka bingung, bagaimana cara menghentikannya.
Maka digelarlah sidang parlemen Darun Nadwah, dengan satu agenda tunggal: Merumuskan cara paling efektif dan aman untuk menghentikan Dakwah Rasulullah ﷺ.” Menghentikan bermakna, membuang, mengasingkan, bahkan jika perlu membunuhnya.
Iblis Menjadi Konsultan Politik
Selama sidang, para pemimpin Quraisy, seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, dan lainnya, mengusulkan beberapa rencana untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Beberapa usulan yang muncul termasuk memenjarakan Nabi, mengasingkannya, atau bahkan menyingkirkannya secara rahasia. Namun, setiap usulan yang diajukan selalu dianggap tidak efektif oleh pria tua dari Najed itu.
Pria tua ini sangat piawai dalam mengarahkan diskusi. Setiap kali ada usulan yang tampaknya tidak cukup strategis, dia memberikan alasan mengapa itu tidak akan berhasil. Misalnya, ketika ada yang mengusulkan untuk mengasingkan Nabi, pria tua itu berargumen bahwa Nabi akan tetap memengaruhi orang di luar Makkah dan mungkin saja kembali dengan kekuatan lebih besar. Ketika ada usulan untuk menahan Nabi, dia menekankan bahwa pengikut Nabi tidak akan tinggal diam dan pasti akan berusaha membebaskannya. Pria tua itu benar-benar menjalankan peran sebagai konsultan politik yang efektif bagi upaya makar terhadap Rasulullah ﷺ, sehingga semua pemikiran yang muncul dapat dianalisis risikonya secara mendalam.
Akhirnya, Abu Jahal mengusulkan agar mereka memilih satu pemuda dari setiap kabilah Quraisy, lalu bersama-sama menyerang dan membunuh Nabi Muhammad ﷺ. Dengan cara ini, tanggung jawab atas pembunuhan tersebut akan terbagi di antara banyak kabilah, sehingga Bani Hasyim (keluarga Nabi) tidak akan bisa menuntut balas kepada satu orang atau satu kabilah. Sebaliknya, mereka akan dipaksa menerima pembayaran diyat (tebusan darah).
Mendengar usulan ini, pria tua dari Najed (Iblis) langsung memberikan persetujuan dan pujian. Dia menganggap rencana tersebut adalah yang paling masuk akal dan efektif. Dengan demikian, kaum Quraisy sepakat untuk melaksanakan rencana itu.
Meskipun makar jahat tersebut telah disetujui, Allah ﷻ memberi tahu Nabi Muhammad tentang persekongkolan tersebut melalui wahyu. Nabi kemudian membuat strategi untuk hijrah dari Makkah ke Madinah. Pada malam ketika pembunuhan direncanakan, Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya, sementara beliau sendiri diam-diam meninggalkan rumahnya dan berhijrah menuju Madinah dengan ditemani oleh sahabatnya, Abu Bakar as-Shiddiq.
Para pemuda Quraisy yang mengepung rumah Nabi terkejut ketika mengetahui bahwa yang tidur di tempat Nabi adalah Ali, dan rencana pembunuhan mereka gagal. Nabi Muhammad berhasil berhijrah ke Madinah, yang menjadi awal dari fase baru dalam sejarah Islam, dengan berdirinya masyarakat Muslim yang kuat dan mandiri.
Demikianlah makar jahat yang dikonsultani oleh Iblis laknatullah akhirnya gagal total. Konsultan tua itu entah melenggang kemana, tak ada lagi jejaknya.
Ia hadir dalam sidang parlemen Darun Nadwah untuk menjadi konsultan gratis bagi tindakan makar atas Rasulullah ﷺ. Ia ingin memastikan makar jahat tersebut terlaksana. Iblis ingin menguatkan kaum musyrikin Quraisy yang tengah kalut dengan saran dan argumen yang tepat. Sehingga rencana makar atas diri Rasulullah terlaksana.
Iblis tak berkepentingan terkait hasilnya nanti. Iblis tahu, Rasulullah pasti akan ditolong oleh Allah. Target Iblis sederhana saja, ia ingin menyesatkan kaum musyrikin Quraysi dan meneguhkan hati mereka agar tak ragu untuk merencanakan pembunuhan atas Rasulullah! Bukankah merencanakan pembunuhan atas baginda Nabi adalah kesesatan yang nyata?
Mengajak manusia untuk menentang ajaran Rasulullah dan dakwah Islam adalah agenda dasar Iblis, agenda penyesatan. Kaum kafir Quraysi boleh merasa gagal, tapi Iblis tetap dapat poin penuh dalam misi penyesatannya.
Wallahu ‘alam.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!