Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, bertemu dengan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Saifullah Yusuf, dalam kesempatan Ngopi Bareng Awak Media, Jumat (9/2/2024), di Jakarta. Pertemuan dua petinggi dari dua Organisasi Masyarakat Islam terbesar di Indonesia itu dalam rangka menjajaki kerja sama apa yang bisa mereka ekplorasi untuk lebih bersinergi. Penjajakan itu terutama setelah Muhammadiyah dan NU secara bersama menerima penghargaan “Zayed Award for Human Fraternity 2024” dari Syekh Zayed di Founders Memorial, Abu Dhabi, Senin (5/2/2024). “Zayed Award for Human Fraternity 2024” adalah penghargaan yang berikan pihak-pihak yang dinilai menunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi.
“Alhamdulillah, kami terima penghargaan, satu paket berdua untuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sehingga karena itu, ke depan mudah-mudahan ini bisa menjadi bagian dari dua organisasi ini bisa berperan lebih besar dalam membangun tata kehidupan dunia yang damai, khususnya di tanah air kita, Indonesia ini,” kata Abdul Mu’ti.
Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul menambahkan, penghargaan itu membuktikan pengakuan dunia internasional terhadap Muhammadiyah dan NU. “Penghargaan ini memotivasi agar kami bergandeng kuat. Apa yang dikerjakan Muhammadiyah dan NU yang sudah lebih seratus tahun mulai diakui dunia internasional,” tambah Gus Ipul.
Pertemuan yang berlangsung di tengah suasana babak akhir kampanye Pemilu 2024 itu lantas meluaskan tema perbincangan. Dan mereka pun terlibat pembicaraan terkait pelaksanaan Pemilu yang ditengarai tidak jurdil oleh sejumlah pihak pun.
Mu’ti dan Gus Ipul mengungkap kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu. Menurut mereka, masyarakat perlu ikut mengawasi dan mengawal Pemilu, supaya setiap kecurangan yang mungkin terjadi dapat dimitigasi dari awal. Sehingga, berbagai hal yang dapat dikhawatirkan menjadi penyebab terjadinya kecurangan bisa dihindari dan dicegah.
Kawal Pemilu Jurdil
Gus Ipul yang sudah beberapa kali ikut kontestasi pemilihan langsung kepala daerah itu mengungkapkan, isu kecurangan itu selalu ada dan mewarnai setiap Pemilu. Menurut dia, aturan yang mengatur hal itu sebenarnya sudah cukup jelas. Jika terjadi kecurangan, masyarakat tinggal merujuk pada aturan itu tentang apa tindakannya, proses dan bagaimana membuktikannya, dan seterusnya. Semua ada proses dan prosedurnya.
Baca juga: Prof. Dr. H. Din Syamsuddin: “KPU Perlu Segera Klarifikasi Dugaan DPT Bermasalah”
Maka, menyoroti tentang pemilu yang jurdil itu, Gus Ipul mengajak masyarakat untuk bersama mengawal Pemilu agar benar-benar jujur, adil, transparan. Semua melakukan tugas sesuai fungsinya masing-masing.
“Saya masih percaya, semua elemen yang ada ini bisa bertindak sesuai dengan kewenangannya masing-masing,” ujar Gus Ipul.
Abdul Mu’ti sependapat dengan Gus Ipul. Menurut Mu’ti, kekhawatiran berbagai pihak akan kecurangan itu sebenarnya merupakan peringatan dini. Sebuah peringatan awal agar semua pihak melaksanakan Pemilu ini secara luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
“Kita semua harus mengawal Pemilu ini. Termasuk teman-teman media juga perlu ikut mengawal, supaya setiap kecurangan yang mungkin terjadi itu dapat dimitigasi dari awal, agar berbagai hal yang dikhawatirkan menjadi penyebab terjadinya kecurangan sudah bisa diantisipasi, sehingga bisa dihindari,” ajak Abdul Mu’ti.
Suara Kampus
Terkait soal imbauan moral dari kampus-kampus, Abdul Mu’ti menilai, hal itu menunjukkan kehirauan dari para sivitas akademika terhadap masa depan Indonesia. Seharusnya sikap yang ditunjukkan kampus itu tidak perlu dicurigai. Apalagi sampai menuduh sikap yang ditunjukkan kampus itu sebagai bagian dari agenda-agenda tertentu, misalnya ditunggangi oleh kelompok tertentu.
Sebagai insan kampus, Abdul Mu’ti melihat hal itu semata-mata karena kepedulian mereka terhadap masa depan bangsa. Juga didorong oleh harapan besar mereka agar Pemilu berlangsung secara luber, jurdil, dan menghasilkan pemimpin nasional yang terbaik serta wakil rakyat yang terbaik.
Namun, Abdul Mu’ti menekankan, tentu imbauan moral itu hendaknya dipedulikan juga oleh para penyelenggara negara dan para penyelenggara Pemilu, termasuk Presiden. Maka ia mengingatkan, imbauan itu jangan ditafsirkan terlalu jauh. Sebab, semuanya masih tetap dalam kerangka dan koridor yang sesuai dengan pesan moral serta kepentingan bangsa dan negara. Bukan kepentingan partisan untuk calon tertentu.
Baca juga: Kata Ketua Umum Persis Soal Pilpres Satu atau Dua Putaran
Berharap Semua Pihak Menerima
Di bagian lain, mereka sepakat, Pemilu dan Pilpres merupakan bagian dari proses berpolitik, berbangsa dan bernegara, yang harus dijalani. Abdul Mu’ti dan Gus Ipul pun merasa gembira melihat pelaksanaan Pemilu yang berjalan lancar sampai babak akhir kampanye. Tidak ada insiden yang mengganggu proses politik atau mungkin memicu suasana menjadi panas.
“Tetapi semuanya bisa meletakkannya dalam suatu hal yang dimaklumi dan dipahami,” kata Gus Ipul.
Gus Ipul melanjutkan, harapannya, semoga ini terus tetap lancar. Jalan terus ke depan, sampai nanti hari pemilihan. Setelah itu, apa pun hasilnya harus diterima dengan baik.
Abdul Mu’ti mengiyakan apa yang disampaikan Gus Ipul terkait Pemilu, khususnya Pilpres. Mu’ti menyebut, alhamdulillah semua proses sekarang berjalan dengan baik, kampanye berjalan dengan lancar, dan ia pun berharap agar suasana gembira dan guyub ini terus terbangun sampai saat pemilihan nanti pada 14 Februari 2024.
Lebih lanjut, Abdul Mu’ti berharap agar semua pihak bisa menerima apa pun hasil pemilu itu sebagai pilihan rakyat dan sebagai wujud kedaulatan rakyat untuk Indonesia masa depan. Jadi, yang menang jangan jumawa, yang kalah harus legowo.
“Tentu saja setelah Pemilu, kita kembali bersatu. Ada proses rekonsiliasi dan proses akomodasi, sehingga setelah Pemilu tidak ada – apa yang orang sebut dengan – the winner takes all, yang menang akan mengambil semuanya, dan yang kalah akan disingkirkan,” katanya.
Menurut Abdul Mu’ti, istilah the winner takes all itu bukan bagian dari karakter maupun sistem politik yang ada di Indonesia. Sebab, kita tidak mengenal adanya pemerintah yang berkuasa dan partai yang beroposisi, karena pada dasarnya semuanya adalah bagian dari pilar demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Aliansi Akademisi Peduli Demokrasi Deklarasikan Penyelamatan Pemilu dan Demokrasi
Ia pun mengimbau, masyarakat masih punya waktu untuk menimbang-nimbang calon-calon yang terbaik. Maka ia berharap, masyarakat tidak apatis terhadap proses Pemilu ini.
“Juga tidak terlalu pragmatis. ‘Wani piro?’ Tidak. Tetapi harus menjadi pemilih yang kritis,” ujarnya.
Mu’ti juga berpesan, mari ikuti semua tahapan Pemilu ini dengan sebaik-baiknya. “Dan intinya, kami Muhammadiyah mengimbau agar semua pihak – sekali lagi – dapat mengikuti semua tahapan Pemilu ini dengan sebaik-baiknya. Dan kemudian menerima apa pun hasilnya sebagai bagian dan konsekuensi dari sistem demokrasi yang kita pilih bersama-sama,” tutup Abdul Mu’ti.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!