Rasulullah Muhammad saw lahir di Makkah, pada Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (570 M). Muncul dari latar belakang sosial yang dipenuhi kebudayaan jahiliyah. Sejak usia dini, tanda-tanda kenabiannya telah diakui oleh beberapa tokoh agama saat itu.
Salah satu ramalan tentang kelahirannya datang dari pendeta Buhaira, yang memperhatikan tanda kenabian pada diri Muhammad saw saat masih muda. Sejarawan juga mencatat nubuat dalam teks-teks Yahudi dan Kristen yang meramalkan kedatangan seorang nabi akhir zaman. Di dalam karya-karya akademik semisal Muhammad: Prophet of Islam karya Montgomery Watt, disebutkan bagaimana berbagai nubuah ini menjadi bagian dari kesadaran kolektif masyarakat Semit pada masa itu.
Pada usia 40 tahun, Muhammad saw menerima wahyu pertama di Gua Hira, yang menjadi awal dari misinya menyebarkan Islam. Tantangan yang dihadapinya sangat besar. Terutama di Makkah, yang pada saat itu menentang keras ide monoteisme. Namun, hanya dalam waktu singkat, Muhammad saw berhasil mengubah tatanan sosial, politik, dan agama di Jazirah Arab.
Menurut Karen Armstrong dalam bukunya Muhammad: A Biography of the Prophet, Muhammad saw bukan hanya menyebarkan agama, tetapi juga membangun tatanan masyarakat yang lebih egaliter dan berkeadilan sosial. Michael H. Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menempatkan Muhammad saw sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia. Hart berpendapat bahwa pengaruh Muhammad saw lebih besar daripada tokoh-tokoh lain, karena beliau adalah satu-satunya pemimpin yang berhasil menciptakan perubahan besar di dua bidang utama: agama dan politik.
Di dalam analisis Hart, Muhammad saw mendirikan Islam yang bukan hanya sebuah agama, tetapi juga sistem kehidupan yang menyentuh seluruh aspek sosial, ekonomi, dan politik. Hart menekankan bahwa Muhammad saw berhasil mendirikan sebuah peradaban yang mampu menyatukan berbagai suku dan bangsa dalam satu visi global.
Will Durant, seorang sejarawan terkenal, dalam The Story of Civilization menggambarkan Muhammad saw sebagai seorang reformator sosial dan politik yang luar biasa. Durant menyatakan, Muhammad saw mampu membangun dasar-dasar sebuah negara yang tidak hanya kuat secara militer, tetapi juga adil secara sosial dan moral. Ia menganggap Muhammad saw sebagai salah satu pembangun peradaban terbesar yang pernah ada, karena keberhasilan beliau dalam mengubah masyarakat Arab yang terpecah menjadi kekuatan global, dalam waktu yang relatif singkat. Piagam Madinah, yang dibentuk Muhammad saw setelah hijrah ke Madinah, sering dikaji sebagai salah satu dokumen paling awal mengenai tatanan hukum sosial-politik yang pluralistik.
Di dalam kajian akademis oleh Fred M. Donner di Muhammad and the Believers: At the Origins of Islam, Piagam Madinah dilihat sebagai langkah revolusioner Muhammad saw dalam membangun tatanan masyarakat multikultural yang diakui secara hukum. Donner menunjukkan bagaimana Muhammad saw mengakomodasi berbagai kelompok agama, termasuk Yahudi dan Kristen, dalam sistem hukum Islam, suatu pendekatan yang jarang ditemui dalam sejarah dunia kuno.
Keberhasilan Muhammad saw dalam membangun tatanan sosial dan negara yang berkelanjutan juga diakui oleh akademisi modern. John L. Esposito, profesor studi Islam di Georgetown University, dalam bukunya, Islam: The Straight Path, menyatakan bahwa salah satu kekuatan Muhammad saw sebagai pemimpin adalah kemampuan beliau menyatukan masyarakat yang sangat terfragmentasi menjadi suatu entitas politik yang kuat dan stabil.
Esposito juga mencatat bahwa ajaran Muhammad saw tetap relevan hingga era modern, karena ajaran-ajaran semisal keadilan sosial, persamaan hak, dan kesejahteraan bersama menjadi tema utama dalam banyak kebijakan sosial dan politik di dunia Islam. Muhammad saw juga memiliki sifat yang membedakan beliau dari tokoh-tokoh besar lainnya, yaitu penolakannya terhadap pengultusan diri. Di dalam berbagai riwayat, ketika Muhammad saw dipuji berlebihan, beliau selalu mengingatkan bahwa dirinya hanyalah utusan Allah Swt. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Muhammad saw tidak didasarkan pada kekuasaan pribadi, tetapi pada misi spiritual dan moral yang lebih besar.
Sejarawan Marshall G. S. Hodgson dalam The Venture of Islam menggambarkan Muhammad saw sebagai tokoh yang tidak hanya visioner, tetapi juga memiliki kedalaman moral yang jarang ditemukan dalam pemimpin dunia lainnya.
Relevansi ajaran Muhammad saw dalam konteks modern juga menjadi fokus perhatian para akademisi. Di dalam What Everyone Needs to Know about Islam, Esposito menegaskan bahwa ajaran Muhammad saw tentang keadilan sosial, toleransi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah beberapa alasan mengapa Islam terus berkembang dan tetap relevan di era globalisasi. Esposito mencatat bahwa nilai-nilai dasar yang diajarkan Muhammad saw telah menjadi inspirasi bagi berbagai gerakan sosial dan politik yang mencari keadilan dan persamaan di seluruh dunia.
Kesimpulannya, Muhammad saw diakui oleh banyak ilmuwan Barat sebagai pemimpin yang paling berpengaruh dalam sejarah, karena pengaruhnya yang mendalam dan luas di berbagai bidang kehidupan. Baik dalam membangun peradaban yang maju, menciptakan sistem hukum yang adil, maupun memimpin secara moral dan spiritual, Muhammad saw menunjukkan kelebihan yang tidak ditemukan pada tokoh-tokoh besar lainnya.
Pengaruh ajarannya, yang tidak hanya mencakup aspek agama tetapi juga sosial dan politik, membuat Muhammad saw tetap relevan hingga era modern. Karya-karya semisal The 100 karya Michael H. Hart, Muhammad: A Biography of the Prophet oleh Karen Armstrong, dan The Venture of Islam oleh Marshall G. S. Hodgson, memberikan perspektif akademik yang mendalam tentang mengapa Muhammad saw dianggap sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah manusia.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!