Konflik Arab-Israel atau bahkan Islam vs Zionisme memang menjadi pergolakan tak henti hingga akhir zaman. Tidak hanya perang senjata tetapi juga perang diplomasi dan lobby menjadi bagian dari konflik itu.
Kini, sebagian negeri Arab dan muslim malah ingin berdamai yang lebih menjurus kepada menyerah, sehingga menghentikan perjuangan merebut tanah Palestina yang dijajah Israel. Maka, mereka pun membuat proposal normalisasi atau berhubungan baik dengan Israel dan menjalin kerja sama layaknya negara sahabat.
Salah satu bentuk normalisasi itu adalah apa yang disebut sebagai Pakta Abraham atau Abraham Accord yang dalam Bahasa Arab disebut Al-Miitsaq Al-Ibrahimi. Pakta Abraham adalah salah satu perjanjian perdamaian terpenting di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir, diumumkan sebagai pernyataan bersama oleh Israel, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat, pada 13 Agustus 2020. Perjanjian tersebut — yang kemudian diperluas hingga mencakup perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dengan Bahrain, Sudan, dan Maroko — dianggap sebagai titik balik dalam sejarah hubungan diplomatik di kawasan tersebut.
Perjanjian-perjanjian tersebut mencakup perjanjian damai Israel-Uni Emirat Arab dan perjanjian normalisasi Bahrain-Israel, yang ditandatangani pada 15 September 2020 di Gedung Putih di Washington DC. Perwakilan dalam perjanjian tersebut antara lain adalah Abdullatif bin Rashid Al-Zayani (Menteri Luar Negeri Bahrain), Abdullah bin Zayed Al Nahyan (Menteri Luar Negeri UEA), Benjamin Netanyahu (Perdana Menteri Israel), dan Donald Trump (saat itu Presiden Amerika Serikat).

Nama "Abraham" dipilih untuk perjanjian tersebut, karena Abraham diakui sebagai seorang nabi dalam agama Yahudi dan Islam, dan secara tradisional dianggap sebagai bapak bangsa Yahudi dan Arab (melalui Ishak dan Ismail). Menurut Departemen Luar Negeri AS, penamaan tersebut melambangkan persatuan dan perdamaian antara kedua kelompok. Ini pertama kalinya sejak Mesir dan Israel berdamai pada tahun 1979 dan Yordania pada 1994, negara-negara Arab secara terbuka menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Israel.
Sejarah dan Latar Belakang
Perjanjian Abraham dibentuk dengan latar belakang pergeseran geopolitik di Timur Tengah dan upaya AS untuk meredakan ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab. Meski pun UEA dan Bahrain tidak pernah secara langsung berperang dengan Israel, mereka telah memboikot Israel bersama negara-negara Arab lainnya sejak didirikan pada tahun 1948, menurut The Washington Institute. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah mengembangkan hubungan perdagangan, keamanan, dan intelijen rahasia dengan Israel.
Presiden AS saat itu, Donald Trump, memainkan peran kunci dalam menengahi kesepakatan tersebut. Pakta itu merupakan bagian dari strategi pemerintahan Trump yang lebih luas untuk memerkuat hubungan antara Israel dengan negara-negara Arab guna melawan pengaruh Iran di kawasan tersebut. Pengumuman awal kesepakatan ini dilakukan pada 13 Agustus 2020, dan upacara penandatanganan resminya diadakan di Gedung Putih pada 15 September, menurut CNN (13 Agustus 2020).
Dokumen dan Perjanjian Pakta Abraham
Dokumen-dokumen terkait Perjanjian Abraham mencakup tiga dokumen utama yang ditandatangani tanggal 15 September 2020. Dokumen-dokumen tersebut adalah:
Pernyataan Abraham Accords: Pernyataan ini merupakan dokumen umum dan simbolis yang menyatakan tujuan bersama perdamaian dan kerja sama di antara para penandatangan (Amerika Serikat, Israel, UEA, dan Bahrain). Menurut Gedung Putih, pernyataan ini menekankan pentingnya kerja sama regional.

Perjanjian Damai Israel-Uni Emirat Arab: Secara resmi berjudul "Perjanjian Damai Abraham: Perjanjian Perdamaian, Normalisasi Hubungan Diplomatik dan Penuh antara Uni Emirat Arab dan Negara Israel", dokumen ini menetapkan hubungan diplomatik, komersial, dan budaya penuh antara kedua negara.
Perjanjian Bahrain-Israel: Secara resmi berjudul "Perjanjian Abraham: Deklarasi Perdamaian, Kerja Sama, dan Hubungan Diplomatik dan Persahabatan yang Konstruktif", dokumen ini juga meresmikan normalisasi hubungan antara Bahrain dan Israel.
Memerluas Perjanjian Abraham ke Negara Lain
Setelah perjanjian awal ditandatangani dengan UEA dan Bahrain, negara-negara lain bergabung dengan Pakta Abraham:
Sudan: Pada 23 Oktober 2020, Sudan bergabung dengan pakta yang dimediasi oleh Amerika Serikat. Sebagai imbalan atas perjanjian tersebut, Amerika Serikat menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme dan mencabut sanksi ekonomi terhadap negara tersebut, menurut The Wall Street Journal (23 Oktober 2020). Sudan juga berjanji untuk membayar kompensasi sebesar $ 335 juta kepada para korban serangan teroris.

Maroko: Pada 22 Desember 2020, Maroko juga melanjutkan hubungan diplomatik dengan Israel. Sebagai balasannya, Amerika Serikat mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat, menurut Al Jazeera.
Negara-negara lain, semisal Oman, diperkirakan akan bergabung dengan pakta ini di masa mendatang. Menurut New York Post (23 September 2020), Kelly Craft, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyatakan bahwa lebih banyak negara diperkirakan akan mengakui Israel dalam waktu dekat.
(Bersambung)

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!