Di bagian pertama telah disebutkan tentang sejarah dan latar belakang serta negara-negara yang kemudian bergabung dalam Pakta Abraham. Kali ini kita akan lihat apa saja konsekuensi politik dan sosial dari Perjanjian Abraham dan seperti apa dampak penerapan Pakta Abraham itu bagi perjuangan kemerdekaan Palestina.
Konsekuensi Politik dan Sosial dari Perjanjian Abraham
Sebagai konsekuensi politis dalam konflik Palestina, maka negara-negara yang telah melakukan normalisasi secara teori diharapkan bisa menekan Israel untuk kepentingan Palestina. Tetapi faktanya, sejak Mesir dan Yordania melakukan hal itu, hampir belum pernah ada kepentingan rakyat Palestina yang terbela. Justru, dengan itu Israel-lah yang berhasil menekan negara-negara tersebut untuk tidak memberikan bantuan, terutama militer, bahkan mengunci perbatasan sehingga bantuan sangat sulit untuk masuk ke dalam tanah Palestina terjajah.
Sementara di sisi lain, Pakta Abraham membuka pintu baru bagi kerja sama ekonomi dan budaya antara Israel dan negara-negara Arab. Menurut Gulf Business (17 September 2020), Kantor Investasi Abu Dhabi membuka cabang luar negeri pertamanya di Tel Aviv, menandai dimulainya investasi formal. Selain itu, menurut AP News (6 November 2019), kerja sama bisnis di bidang-bidang semisal perdagangan berlian, kecerdasan buatan, dan industri pertahanan, yang sebelumnya bersifat informal, kini telah meluas secara publik.
Di bidang budaya, restoran-restoran halal dibuka di UEA untuk melayani pengunjung Yahudi. Menurut Gulf News, langkah-langkah itu telah membuka jalan bagi pertukaran budaya dan pariwisata antara kedua belah pihak. Penerbangan langsung antara Israel dan UEA juga telah dimulai, membantu memerkuat hubungan ekonomi dan pariwisata.

Analisis dan Prospek Masa Depan Perjanjian Abraham
Sebagai perkembangan penting di Timur Tengah, Kesepakatan Abraham membawa harapan sekaligus tantangan. Menurut Washington Institute (16 September 2020), perjanjian ini dapat menjadi model bagi negara-negara Arab lainnya untuk menormalisasi hubungan mereka dengan Israel, tetapi hambatan seperti masalah Palestina masih belum terselesaikan. Beberapa analis berpendapat, tanpa resolusi konflik Israel-Palestina, perjanjian ini tidak dapat membawa perdamaian abadi bagi kawasan tersebut.
Namun, menurut The New York Times (15 September 2020), Donald Trump memerkirakan lebih banyak negara, semisal Arab Saudi, akan bergabung dalam pakta tersebut, meski pun para analis melihat Sudan dan Oman sebagai opsi yang lebih mungkin dalam jangka pendek. Masa depan pakta ini akan bergantung pada beberapa faktor, termasuk kebijakan pemerintahan AS selanjutnya dan perkembangan regional.
Dampak Buruk Bagi Perjuangan Kemerdekaan Palestina
Sejak tahun 1935 sampai sekarang, normalisasi dengan penjajah Israel sudah sering dibahas oleh para ulama dan umumnya fatwa mengharamkan pengakuan terhadap negara Israel. Bukan karena rasisme tetapi karena mereka merampok negeri orang lain, dalam hal ini Palestina sebagai negeri kaum muslimin, dengan mengusir paksa bahkan membunuh penduduk Palestina yang kini mengungsi di jalur Gaza dan beberapa negeri tetangga.
Entitas Zionis berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjalin hubungan, perjanjian, kesepakatan, aktivitas, dan proyek dengan berbagai negara Arab guna menegaskan bahwa bangsa Arab mengakui eksistensi negara Israel. Maka, normalisasi akan berdampak buruk bagi negeri kaum muslimin.

1. Secara Ekonomi:
Berbisnis bilateral dengan Israel meski memberikan sedikit keuntungan kepada negeri muslim, tetapi Israel akan dapat lebih banyak, karena pasar mereka semakin luas, dan boikot yang selama ini berjalan akan dihilangkan.
Negara-negara dan institusi-institusi yang melakukan normalisasi berkontribusi dalam membangun proyek-proyek ekonomi yang memerkuat perekonomian entitas tersebut.
Normalisasi mengakibatkan mundurnya persatuan ekonomi Arab dan Islam, karena entitas ini mengusulkan "Pasar Timur Tengah" sebagai pengganti dari "Pasar Bersama Arab".
Mengancam proyek integrasi ekonomi dan politik di dunia Arab. Tidak mungkin dibayangkan ada integrasi antara satu atau beberapa negara Arab dengan Israel, sementara pada saat yang sama ada integrasi ekonomi dan politik antara negara-negara Arab sendiri — kecuali jika integrasi tersebut hanya melayani kepentingan ekonomi dan politik negara-negara industri besar atau entitas Israel itu sendiri. Untuk memerjelas, berikut ini contohnya:
Apa yang terjadi akibat kolonialisasi Inggris atau Prancis di abad lalu terhadap negara-negara kecil yang terpecah di Afrika Barat, semisal integrasi Ghana atau Nigeria dengan ekonomi Inggris, dan Pantai Gading atau Guinea dengan ekonomi Prancis, sudah cukup untuk mengisolasi negara-negara itu satu sama lain dan mencegah adanya integrasi ekonomi di antara mereka, meski pun mereka sama-sama berada di bawah kekuasaan negara Barat yang sama.

2. Secara Politik:
Tidak adanya normalisasi merupakan salah satu faktor terpenting yang mencegah pendudukan (Israel) dari melanggar hak-hak rakyat Palestina, terus melakukan pembantaian, menodai tempat suci, dan mencuri tanah.
Kebijakan normalisasi akan menghancurkan penghalang psikologis bagi bangsa Arab dalam berinteraksi dengan penjajah, seakan tak ada kejahatan lagi yang dilakukan Israel dan status mereka adalah bangsa terhormat.
Normalisasi memberi Amerika Serikat alasan untuk mengajukan inisiatif “perdamaian” yang lebih tidak adil terhadap Palestina. Pemerintah AS memandang normalisasi sebagai bentuk penerimaan penuh oleh pemerintah-pemerintah Arab terhadap Israel dengan mengorbankan Palestina, khususnya di tengah meningkatnya permusuhan pemerintahan AS saat ini terhadap Palestina.
Jika hubungan Arab dengan pendudukan dibuka tanpa penyelesaian konflik, maka tidak ada yang dapat memaksa penjajah tersebut untuk memenuhi tuntutan dan hak-hak sah rakyat Palestina.
Jika pintu-pintu dan ibu kota Arab dibuka untuk Israel, maka kita akan menyaksikan terciptanya fitnah, dan kobaran api peperangan antar negara. Mereka akan menjadi penyebab berkelanjutannya krisis dan berkobarnya konflik di kawasan. Ingat, Israel itu licik dan selalu berbuat kerusakan di mana pun berada sebagaimana pesan Al Qur`an Surah al-Maidah ayat 64.

3. Secara Media:
Entitas Israel bertujuan mewujudkan normalisasi dan menanamkannya dalam benak masyarakat Arab serta memromosikannya di semua media, agar memerkuat eksistensinya di Palestina dan menggugurkan hak-hak rakyat Palestina.
Menutup-tutupi seluruh bentuk kejahatan penjajahan, sehingga mereka bisa mengusir dan membantai penduduk muslim Palestina dengan lebih leluasa.
Memromosikan pemikiran untuk meninggalkan perlawanan. Sebab, setiap kegiatan perlawanan akan dianggap pemberontakan dan terorisme.
(Selesai)

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!