Pembebasan Suriah: Persiapan Jalan Turki Berhadapan dengan Israel

Pembebasan Suriah: Persiapan Jalan Turki Berhadapan dengan Israel
Komandan militer Abu Muhammad al-Julani di Masjid Umayyah / Reuters

Kemenangan mengejutkan nan cepat yang dicapai oleh pasukan perlawanan oposisi Suriah atas Rezim Syi'ah pimpinan Bashar Al Assad bermula dari Utara Suriah Aleppo, Homs, hingga Damaskus, yang tidak sampai sepekan kini tengah menjadi sorotan dunia. Bagaimana tidak? Pasukan perlawanan oposisi Suriah, Hayat Tahrir Syam (HTS) atau yang sering disebut Freedom Syirian Army (FSA), yang berafiliasi terhadap kaum Sunni yang didukung dan dilatih oleh Turki, telah berhasil menumbangkan secara kilat Rezim Syi'ah terbesar ke-2 di Timur Tengah tersebut tanpa perlawanan berarti dari pasukan Rezim.

Presiden Assad pun sudah dipastikan telah lari meninggalkan ibukota Damaskus, mengendarai pesawat kargo Rusia, dengan tujuan Iran/Rusia setelah 14 tahun menjadi penguasa diktator selama konflik dinegara tersebut berlangsung. Konflik yang membuat ratusan ribu korban tewas dan jutaan rakyat Suriah menjadi pengungsi selama 14 tahun, termasuk 4 juta pengungsi Suriah di Turki, kini tengah memasuki babak baru setelah pasukan FSA secara resmi telah menguasai kembali Aleppo hingga Damaskus. Jutaan rakyat Suriah mengungkapkan rasa syukur dari Istanbul hingga wilayah perbatasan Turki – Suriah, dan nantinya akan dapat kembali ke negerinya dengan rasa aman dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Hal ini tentu perlu dicermati secara seksama. Bagaimana mungkin pasukan perlawanan oposisi FSA dapat dengan mudah menguasai wilayah yang berada di bawah rezim Assad tanpa halangan yang berarti?

Sebelumnya harus kita ketahui bahwa pasukan perlawanan oposisi yang menggunakan bendera hijau atau FSA merupakan pasukan bumper zone yang dibentuk oleh pejuang militan kaum Sunni Suriah (pengungsi) yang langsung didukung dan dididik secara militer oleh Turki di bawah kendali Presiden Recep Tayyip Erdoğan. Pembentukan FSA di wilayah perbatasan Turki - Suriah sejak 14 Tahun silam difungsikan sebagai tameng militer antara pihak oposisi Suriah terhadap Pasukan Rezim Assad dan juga difungsikan untuk membantu militer Turki melawan kelompok ISIS di Perbatasan selatan Turki - Utara Irak. Pasukan Perlawanan ini selama bertahun-tahun mendapatkan pelatihan komando militer intensif dan juga supply persenjataan dari militer Turki secara langsung. Turki juga melibatkan pasukan FSA dalam operasi Air Mata Suriah yang mengamankan wilayah perbatasan Turki masuk 30 Kilometer ke dalam wilayah Suriah tahun 2019 silam.

Pada periode 2011-2021, pasukan Rezim Assad memberikan serangan begitu masif dengan bantuan militer Rusia dan sekutu ideologisnya Iran serta Hizbullah terhadap pasukan perlawanan Suriah hingga terpojok ke perbatasan Turki. Namun, di tahun 2024 kini, terjadi kebalikannya, di mana 2 sekutu utama Rezim Assad sudah tidak lagi memberikan dukungan yang berarti, bahkan malah mengakui pihak perlawanan Suriah sebagai pemenang atas perebutan wilayah Suriah tersebut.

Perempuan dan Literasi: Menyatu dalam Peradaban Lisan
Minat membaca buku di Indonesia dinilai masih sangat rendah. UNESCO menyebut, Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001% atau dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Mengapa hal ini terjadi? Salah satu jawabannya bermula dari Taufan Al Aqsa 7 Oktober 2023, di mana konflik Israel-Hamas kembali memanas hingga meluas ke wilayah Lebanon (Hizbullah)-İran, dan Israel berhasil membunuh 2 pemimpin utama (Presiden İran dan Hasan Nasrallah Pemimpin Hizbullah) tersebut. Peta konflik ini juga tengah mengubah geopolitik Timur Tengah, khususnya Suriah, yang juga akan menjadi target Israel setelah berhasil menyerang Lebanon.

Sebelumnya, Presiden Erdoğan sejak 2022 sudah berusaha untuk membangun Rekonsiliasi dengan Presiden Assad perihal perdamaian dengan pihak oposisi dan pengembalian 4 Juta warga Suriah ke negaranya. Namun, upaya tersebut mengalami kegagalan karena pihak rezim Assad menolak berdamai dan merasa akan tetap di-backing oleh Rusia dan Iran sebagai sekutu utamanya.

Turki memainkan peran yang strategis dalam mengambil celah konflik Israel - Hizbullah - İran. Sejak 7 Oktober 2023, hubungan Turki - Israel kembali memanas hingga memutus hubungan diplomatik secara resmi. Erdoğan melihat ambisi Netanyahu tak lagi semata menguasai Gaza, namun ada upaya mewujudkan visi The Great Israel dengan merambah konflik ke wilayah Lebanon dan Suriah. Tentunya ini juga dianggap akan mengancam kedaulatan Turki selama konflik Suriah - Oposisi yang telah melemahkan kedudukan Rezim Assad untuk nantinya akan dijadikan target selanjutnya oleh Israel.

Selama lebih dari 1 tahun, 2023-2024, perang yang diwarnai Genosida di Gaza, Israel vs Hamas yang juga meluas dengan melibatkan İran dan Hizbullah di Lebanon. Turki sebagai salah satu mediator bersama Qatar sudah berulang kali memeringatkan Israel agar menghentikan ambisinya dan berupaya melakukan genjatan senjata serta tidak lagi melakukan genosida, namun malah dianggap angin lalu. Teguran keras PBB dan adanya proses pelanggaran hukum internasional terhadap Israel atas aksi Genosida mereka tidak digubris. Puncaknya, Turki memberikan reaksi keras dengan mengusir Duta Besar Israel dari Ankara dan memutus hubungan dagangnya. Hal ini justru dibalas oleh Israel dengan melakukan aksi spionase dan upaya pembunuhan terhadap warga Palestina di Turki yang mendapatkan suaka politik Erdoğan. Badan İntelijen Turki (MİT) telah berhasil menangkap 35 lebih agen mossad Israel beserta jaringannya di Turki yang juga diduga menjadi dalang pengeboman kantor pusat pertahanan udara strategis (Bakar Bayraktar) Turki di Ankara baru-baru kini melalui kaki tangan pemberontak Kurdi sekutu Israel sebagai balasan atas sikap Turki yang membela Palestina.

Melihat eskalasi yang semakin meluas dimana Israel kini juga memusatkan serangannya ke Utara wilayah Lebanon-Hizbullah yang apabila berhasil dikuasai oleh Israel maka perang dapat dipastikan akan semakin berlanjut ke wilayah Suriah. Melihat hal ini, dengan kematangan hitungan geopolitik, militer, dan kecermatan intelijennya, Turki segera memerintahkan Pasukan Perlawanan Suriah untuk segera melakukan tindakan merebut wilayah Utara Suriah hingga Damaskus. Peluang ini tentunya sudah dipersiapkan secara matang oleh Turki, di mana pihak sekutu utama Assad, yakni Rusia sudah tidak lagi memfokuskan militernya di Suriah akibat perang di Ukraina. Dan Iran yang juga sudah merasa kewalahan melawan Israel sendirian di front Lebanon tentunya juga tidak akan bisa lagi membantu Suriah dalam jangka panjang seperti dahulu. Di samping itu, İran juga memiliki musuh yang sama bersama Turki, yakni Israel.

Maka Hormati dan Hargailah Suamimu dan Ayahmu
Suamimu/ayahmu ternyata tak hanya merasakan sakit atau lelah fisiknya dalam mencari nafkah, tetapi terkadang juga mental dan batinnya terkoyak-koyak oleh perlakuan orang lain kepadanya.

İni merupakan sinyal hijau di mana pasukan perlawanan FSA mendapatkan angin segar untuk segera melakukan mobilisasi pembebasan Suriah dari rezim Assad. Kejelian serangan kilat dan juga dukungan utama dari Turki (Bantuan militer ke pasukan perlawanan Suriah dan upaya diplomasi dengan Rusia - Iran) menyebabkan jalan mulus pihak oposisi Suriah merebut kekuasaan dari rezim diktator Assad yang semakin rapuh setelah Taufan Al Aqsa bergema menjadi efek domino atas kejatuhan rezim Syi’ah terbesar ke-2 di Timur Tengah tersebut.

Di dalam kondisi ini, Israel merupakan pihak yang merasa dirugikan dengan kemenangan oposisi Suriah. Di satu sisi, sekutu utama Israel yakni Amerika Serikat melihat bahwa perubahan geopolitik dan militer di Suriah bukan lagi menjadi bagian dari intervensi mereka. Hal ini disampaikan oleh Presiden AS terpilih, Donald Trump, yang memberikan statement bahwa AS tidak lagi ikut campur dalam konflik dan kemenangan oposisi Suriah tersebut.

Respon Israel setelah mengetahui kemenangan Oposisi Suriah yang didukung Turki tersebut adalah dengan semakin banyak Deploy Military melakukan mobilisasi militer ke wilayah utara perbatasan Lebanon. Tampaknya dalam beberapa waktu ke depannya akan ada front baru di Timur Tengah melalui Suriah yang di-back up oleh Turki. Api dan Badai Al Aqsa yang kini semakin meluas ke barisan para pejuang Syam (Suriah-Lebanon-Palestina) dengan dukungan Turki sebagai kekuatan militer nomor 8 dunia, tentu tidak akan lagi dianggap remeh oleh Israel sebagaimana mereka meremehkan Iran dan Hizbullah. Mari kita doakan, setelah Damaskus dibebaskan, selanjutnya adalah jalan ke pembebasan Al Quds.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.