Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa

Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa
Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa / Foto Syahrul Alamsyah Wahid

Jumat, 2 Mei 2025, merupakan momentum penting bagi dunia pendidikan kita di Indonesia. Saya teringat momentum Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) setahun lalu, pada Kamis, 2 Mei 2024. Saat itu, saya sangat bersyukur, haru, dan bangga, karena mendapat kesempatan istimewa sekaligus spesial lantaran didaulat sebagai narasumber acara seminar nasional dalam bentuk bedah buku berjudul “Pendidikan untuk Bangsa”, di Pondok Pesantren Sains Salman As-Salam di Cikalahang, Cirebon, Jawa Barat.

As-Salam merupakan sebuah pondok pesantren di Jawa Barat yang dalam beberapa tahun terakhir ini sedang “naik daun”. Beberapa waktu sebelumnya, pada forum yang sama, juga dibedah buku “The Principal Qoutes of Experts” (tebal 472 halaman, terbit Juli 2022), dengan salah satu penulisnya, yaitu Dr. KH. M. Tata Taufik, M.Ag. (Pemimpin Ponpes Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat), menjadi narasumber.

Acara bedah buku (baca: dua buku) ini merupakan rangkaian “Event Edu Competition of Sains Salman As-Salam” (ESSA 24) yang diselenggarakan oleh santri pondok yang berlokasi di dekat kaki Gunung Ceremai itu. Buku “Pendidikan untuk Bangsa” setebal 211 halaman yang diterbitkan oleh sebuah penerbit di Jawa Timur pada 2020 silam merupakan antologi artikel empat penulis, yaitu saya, istri saya (Eni Suhaeni), adik ipar saya (Paga Santosa), serta adik sepupu saya (Bainih Latif). Kami mengumpulkan artikel yang berserakan selama beberapa waktu, lalu diterbitkan menjadi buku yang layak dipublikasi ke masyarakat luas.

Prabowo dan Relasinya dengan Umat Islam
Selain TNI, umat Islam adalah kekuatan nasional yang menjadi modal penting bagi bangsa Indonesia untuk merawat kesatuan dan persatuan. TNI dan umat Islam adalah dua entitas yang terbukti mampu membangun sinergi mengawal NKRI. Presiden Prabowo tentu sadar hal itu.

Sebagai pembuka, di awal saya menyampaikan pernyataan dalam bentuk pertanyaan penting, “Mengapa Pendidikan untuk Kemajuan Bangsa?” Jawabannya sederhana saja. Pertama, bangsa adalah istilah universal untuk menjembatani keragaman Indonesia. Bangsa mewakili identitas elemen bangsa yang sangat beragam. Kedua, salah satu tujuan bernegara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, di samping tujuan mulia lainnya yaitu melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian. Ketiga, tujuan tersebut merupakan salah satu tanggung jawab lembaga pendidikan.

Jika merujuk pada konstitusi, tepatnya Pembukaan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, kita mendapatkan penjelasan bahwa pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan ideal. Baik pendidikan formal dan informal maupun pendidikan non formal, tujuan utamanya adalah membentuk peserta didik atau generasi yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Di samping mandiri, demokratis, peduli, kreatif, inovatif, cinta tanah air, profesional, dan bertanggung jawab.

Di hadapan lebih dari 150 orang peserta yang terdiri dari santri Assalam dan undangan lainnya, saya menyampaikan beberapa poin penting ketika itu. Pertama, urgensi pendidikan bagi bangsa. Kedua, tantangan dan peluang pendidikan. Ketiga, urgensi pendidikan keluarga. Keempat, urgensi pendidikan adab. Empat poin tersebut merupakan ringkasan dari isi buku yang sudah berkali-kali dicetak ulang tersebut.

Pertama, tantangan pendidikan. Kita harus akui bahwa dunia pendidikan tak lepas dari berbagai tantangan yang cukup rumit dan berat. Di antaranya adalah Kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan; Permisif, hidup bebas, dan hedonis; Narkoba, korupsi, dan kriminalitas; Krisis keteladanan; serta Penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai tantangan tersebut memiliki hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya.

Apakah Pemuda Punya Peran Penting dalam Pembangunan Desa?
Pemuda adalah mesin penggerak yang produktif dalam pembangunan desa, karena kerap jadi solusi inovatif terhadap permasalahan yang terjadi dalam desa. Semangat tinggi yang mereka tunjukkan dapat memberikan energi positif bagi upaya mengatasi masalah di desa.

Prof. Naquib al-Attas mengungkap biang utama berbagai masalah sekaligus tantangan tersebut, dalam bukunya “Risalah untuk Kaum Muslimin” (2001). Di dalam perspektif Prof. Naquib al-Attas, beberapa di antara biang utama berbagai masalah sekaligus tantangan tersebut adalah: (1) Confusion of knowledge (kekeliruan berilmu); (2) The loss of adab (hilangnya adab). Hal lain, berdasarkan perspektif hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; (3) Elite terjebak virus zalim dan serakah; serta (4) Ulama dan umat yang terjangkit penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati. Di dalam perspektif Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, wahn diapiti oleh virus lain yaitu umat seperti buih: banyak tetapi keropos, sehingga harga dirinya jatuh dan diremehkan oleh kekuatan lain.

"Dari Tsauban, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: 'Nyaris sudah para umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan manghadapi bejana makanannya'. Lalu seseorang bertanya: 'Apakah kami pada saat itu sedikit?' Beliau menjawab: 'Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan ke dalam hati-hati kalian wahn (kelemahan)'. Lalu bertanya lagi: 'Wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?', Kata beliau: 'Cinta dunia dan takut mati'." (al-Hadits).

Kedua, peluang pendidikan. Ya, saya juga tegaskan bahwa bahkan pendidikan Indonesia juga memiliki peluang besar dan bisa berkompetisi dengan sistem pendidikan lainnya. Hal ini ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai pesantren serta madrasah yang semakin mandiri, kompetitif, dan berkualitas. Begitu juga lembaga pendidikan non formal dan informal lainnya. Di samping bonus demografi terutama di kalangan umat Islam yang semakin tak terbendung, juga adalah peluang dan momentum. Selain itu, tren Islamisasi di berbagai lembaga atau institusi pun terjadi begitu rupa dan geliat.

Merajut Kembali Persatuan untuk Membangun Kekuatan Bangsa
Di Indonesia, ada tiga kelompok yang memiliki kekuatan pengaruh dalam menentukan dinamika dan arah bangsa. Tiga kelompok itu adalah partai politik, TNI, dan Umat Islam. Tiga kelompok ini menjadi yang paling berpengaruh dalam dinamika perjalanan bangsa.

Ketiga, urgensi pendidikan keluarga. Mengapa pendidikan keluarga? Sebab, ia merupakan pendidikan pertama dan utama dalam sejarah dan perjalanan hidup umat manusia. Ia adalah lembaga pendidikan tertua yang pernah dialami dan diikuti oleh semua umat manusia. Pendidikan keluarga juga melibatkan seluruh keluarga dan prosesnya dinamis sekaligus terlama. Di dalam Islam, model atau contohnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Nabi Ibrahim as, Nabi Nuh as, Nabi Yusuf as, Luqman, dan sebagainya.

Keempat, Urgensi Pendidikan Adab. Mengapa pendidikan adab? Sebab, pendidikan adab bersumber dan dijamin oleh Allah, karena sumbernya adalah Wahyu Allah berupa Al Qur'an dan al Hadits. Materinya mencakup ibadah, akhlak, dan muamalah. Atau dalam kategori ilmu, dapat diklasifikasi menjadi ilmu fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Modelnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Output-nya adalah para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka adalah generasi terbaik yang pernah ada dalam perjalanan sejarah umat manusia. Pendidikan adab juga teruji lintas zaman, dari dulu hingga saat ini.

Perhatian ulama kita pada pendidikan terutama tentang konsep belajar, pendidikan keluarga, dan pendidikan adab, juga tergolong tinggi. Tak sedikit ulama yang menulis kitab tentang konsep belajar, pendidikan keluarga, adab sosial, dan pendidikan adab. Misalnya, Syeikh Burhanuddin Ibrahim az-Zarnuji al-Hanafi (Syeikh az-Zurnuji) menulis kitab “Talimul Ta'lim at-Thoriqot at-Ta’alum”, Imam al-Ghazali menulis kitab “Ayuhal Walad”, KH Hasyim Asy'ari (Pendiri NU) menulis kitab “Adabul 'Alim wal Mutta'alim”,  KH Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) menulis tafsir “al-Ma’un”, KH Ahmad Sanusi (Pendiri Persatuan Ummat Islam, PUI), menulis kitab “Jauhaaru al-Bahiyyati Fii Adaabi al-Mar’ati al-Mutazawwajati”, Ustadz Ahmad Hasan (Ulama Persatuan Islam, Persis) menulis buku “Hai Anak Cucuku!”, dan para ulama lainnya juga menulis kitab dan buku dalam beragam tema.

Hiding The Truth: Persepsi Barat yang Keliru terhadap Islam Menghalangi Terwujudnya Perdamaian di Palestina
Perdamaian di Palestina tak bisa dicapai hanya dengan negosiasi politik, tetapi juga dengan menghancurkan konstruksi persepsi yang menghalangi pemahaman yang adil atas konflik itu. Tanpa upaya serius mereformasi cara dunia melihat Palestina, solusi adil akan tetap jadi utopia.

Sehingga, pendidikan terutama pendidikan Islam, tujuannya jelas dan tegas yaitu terbentuknya insan adabi. Praktisnya, terlahir (1) Anak yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta memiliki semangat yang tinggi dalam mencari ilmu, menebar manfaat, dan berkarya; (2) Pemimpin yang adil, bijak, dan berjiwa negarawan; (3) Ulama yang alim, saleh, dan ngemong pada umat; (4) Pengusaha yang kaya, saleh, dan dermawan; (5) Birokrat yang jujur, profesional, dan bertanggungjawab, (6) Orangtua yang bijak, santun, teladan, dan bertanggungjawab, serta (7) Guru yang kreatif, inovatif, profesional, dan bertanggungjawab.

Pendidikan tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial tertentu. Sehingga, pendidikan semacam ini dapat diadaptasi oleh kalangan mana pun, dalam dimensi ruang dan waktu yang luas, dan terus berubah. Singkatnya, proses pendidikan harus melahirkan generasi atau para pejuang yang beriman dan bertaqwa serta bermanfaat bagi diri dan kemanusiaan, termasuk bagi bangsa dan negara tercinta, Indonesia. Di samping itu, proses pendidikan juga membuat terbentuk generasi bangsa yang mandiri, demokratis, peduli, kreatif, inovatif, cinta tanah air, profesional, dan bertanggungjawab.

Semoga berbagai lembaga pendidikan kita terus menjalankan peran istimewa dan monumentalnya, yaitu melahirkan generasi mulia, unggul, dan hebat semacam itu!

 

Oleh: Syamsudin Kadir (Penulis Buku “Kapita Selekta Pendidikan”)

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.