Konferensi Pers bertema “Melindungi Anak dari Penularan Penyakit Seksual” yang digelar Kemenkes (Kementerian Kesehatan RI) secara online di Jakarta, Senin, 8 Mei 2023, mengusik kekhawatiran. Sebab, isinya adalah temuan Kemenkes bahwa setiap tahun terdapat sekitar 5.100 kasus baru ibu rumah tangga yang terkena HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Ketika itu, Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, mengatakan, dari jumlah tersebut, 33 persen ibu rumah tangga bisa terkonfirmasi positif HIV karena terpapar pasangan yang berperilaku seks berisiko. Jumlah penularan HIV akibat perilaku seks yang berisiko itu lebih tinggi dibandingkan sumber-sumber penularan HIV lainnya semisal melalui penggunaan jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman. Dan secara umum, hal itu memicu angka penularan HIV lewat jalur ibu ke anak hingga 20-45 persen.
Syahril juga menyoroti, sampai saat ini secara kumulatif ada 14.150 anak usia 1-14 tahun yang positif HIV. Angka ini menunjukkan bahwa setiap tahun ada penambahan 700 sampai 1.000 anak dengan HIV. Ia pun meminta semua pihak mendukung para ibu yang terinfeksi HIV agar mendapatkan pemeriksaan HIV dan memperoleh Antiretroviral (ARV) untuk mengurangi risiko penularan virus, agar tidak berujung pada AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Menanggapi data yang diungkap Kemenkes tersebut, Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Dr. Adian Husaini, menegaskan, mau tidak mau pencegahan seks bebas atau perzinaan harus dilakukan secara serius. Sebab, sudah jelas bahwa penularan HIV terjadi melalui kontak seksual dan berdasarkan data selama ini, penularan HIV sudah jelas punya korelasi dengan perilaku seks bebas, dan terutama juga karena adanya hubungan seks sesama jenis atau homoseksual.
“Data Kemenkes itu perlu ditelusuri dengan serius dan diungkapkan untuk dicarikan solusinya secara menyeluruh. Maksud saya, Kementerian Kesehatan perlu mengajak dan melibatkan berbagai pihak termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia, red) untuk melakukan penanggulangan HIV, supaya semua itu dilakukan secara komprehensif, mendasar, dan serius. Pencegahan seks bebas atau zina itu harus serius. Karena bukan tidak mungkin ada suami yang nakal dan nanti istrinya menjadi korban,” tegasnya.
Data tentang peningkatan kasus ibu-ibu rumah tangga yang positif HIV itu pun memunculkan tantangan dakwah. Sebab, menyimak data yang ada, kondisi ini sudah masuk kategori darurat. Menurut Adian, tugas lembaga dakwah adalah amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan yang punya kekuasaan terkait hal tersebut adalah pemerintah. Jadi, sebagai lembaga dakwah yang bertugas menyampaikan agar amar ma’ruf nahi munkar itu dilakukan dengan serius, pihaknya menyerukan agar pemerintah jangan tanggung dalam melakukan penindakan.
“Tugas lembaga dakwah adalah amar ma’ruf nahi munkar. Itu saja. Yang punya perangkat dan kekuasaan untuk penegakan hukum itu adalah pemerintah. Artinya, kita mengingatkan pemerintah agar jangan menganggap kondisi ini bukan darurat. Ini sudah darurat! Misalnya tentang problem kejahatan seksual, kita selama ini masih ragu bahwa perzinaan itu adalah suatu bentuk kejahatan. Sekarang ini masih ditafsirkan bahwa yang jahat itu adalah kekerasan seksual. KUHP yang baru pun tidak terlalu mengakomodir, karena perzinaan itu masih diletakkan sebagai delik aduan. Jadi, aparat tidak punya kewenangan untuk menindak para pelaku perzinaan,” katanya.
Di sisi lain, Adian mengingatkan, perlu penguatan umat agar tidak terjebak dalam perilaku seks menyimpang. Terutama penguatan di bidang pendidikan untuk generasi muda. Hal itu dimulai dari keluarga, lingkungan, dan sekolah.
“Dan bukan hanya HIV saja kasus yang berbahaya. Karena kasus yang selama ini banyak terjadi juga adalah aborsi. Artinya, dampak perzinaan itu bisa ke mana-mana. HIV ini hanya salah satu dampak perzinaan. Jadi, penanganan terhadap perzinaan perlu serius dan perlu penindakan tegas. Sudut pandang terhadap zina sebagai sebuah bentuk kejahatan itu harus serius,” tegasnya.
Penguatan umat juga menjadi hal yang disoroti Pengasuh Pondok Pesantren Al Iman, Ponorogo, KH. Ahmad Zawawi. Menurut dia, perlu langkah-langkah pencegahan agar perilaku seksual yang berisiko itu bisa diminimalkan. “Perlu terus dilakukan penyuluhan,” katanya.
Terkait generasi muda, Adian Husaini menyoroti tentang aktivitas di media sosial belakangan ini yang sulit dikontrol. Banyak terdapat content di media sosial yang dapat memicu perilaku seksual yang menyimpang.
“Hal itu tentu ada korelasinya. Karena memang ada pengaruh dari kondisi bahwa sekarang ini informasi sudah sangat terbuka dan tidak bisa dibendung. Jadi sekarang ini tinggal bagaimana meningkatkan kekuatan kontrol diri, keluarga, dan masyarakat. Semuanya harus diperkuat. Terutama orangtua harus betul-betul punya proses komunikasi yang baik dengan anak-anaknya. Jadi, bukan hanya penindakan saja yang penting, tetapi juga pencegahan,” katanya.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah jenis sel darah putih yang memiliki peran sangat penting bagi sistem kekebalan tubuh, karena fungsinya adalah untuk membantu mengidentifikasi sekaligus menghancurkan patogen penyebab infeksi bakteri, jamur, dan virus.
Semakin banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Jika tidak segera ditangani, kondisi yang dialami pengidap HIV positif akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. Di tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah tiada dan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Sehingga, penyakit apa pun akan mudah berjangkit dan kondisinya akan jauh lebih parah ketimbang manusia normal. Jadi, jika terkena sakit ringan sekali pun, kondisi pada penderita AIDS akan sangat parah.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!