Dunia Kerelawanan dan Kelembagaan (Bagian 4): “Pesona Bendera yang Tak Boleh Pudar”

Dunia Kerelawanan dan Kelembagaan (Bagian 4): “Pesona Bendera yang Tak Boleh Pudar”
Photo by Arturo Rey / Unsplash

Suatu saat di medan bencana datanglah beberapa relawan dari sebuah komunitas ke lokasi pengungsian hendak menyalurkan bantuan titipan dari donatur, dengan membawa bendera komunitas mereka tentunya. Sesampainya di lokasi, mereka langsung disambut oleh beberapa relawan lain yang lebih dulu datang, juga dengan membawa bendera mereka sendiri tentunya. Dua komunitas dengan beda bendera pun bertemu. Singkat cerita, pertemuan yang juga singkat itu berakhir dengan penyampaian pesan,

"Silakan ke lokasi lain karena disini sudah ada bendera kami."

Di suatu hari yang lain saat bencana tsunami menerjang, sekelompok relawan dan petugas dihebohkan dengan penemuan sesosok mayat korban hempasan ombak tsunami. Maka sebagian petugas dan relawan terlatih turun tangan mengevakuasi mayat, sedang sebagian besar hanya menunggu dan menonton. Namun suasana mendadak sedikit ricuh sesaat setelah mayat berhasil dievakuasi. Mendadak semua berebut menguasai saham kontribusi. Semua mengklaim,

"Kamilah yang mengevakuasi mayat!"

Di tempat lain saat korban-korban bergelimpangan menjadi tumpukan mayat dan tak ada yang mau mengurus dan memandikan, muncullah orang-orang baik yang peduli. Mereka lalu mengurusnya hingga rapi dan tibalah saat acara shalat jenazah. Lagi-lagi ada yang berebut saham kontribusi seraya tak ketinggalan untuk mengibarkan bendera masing-masing,

"Biar kami yang mengurus acara shalat jenazahnya!"

Di lokasi lain ada beberapa relawan yang tugasnya hanya pasang bendera saja sebagai penanda bahwa komunitas mereka telah hadir di lokasi bencana meski tak bawa apa-apa.

Dan tentunya tak semua sepak terjang para pembawa bendera harus dihadirkan rekam jejaknya disini. Sedikit contoh sudahlah cukup mewakili, bahwa bendera memang memiliki tempat di sebagian hati.

Islam memberikan toleransi yang sangat bijak dalam hal simbol-simbol. Selama tidak ada larangan maka simbol pun boleh digunakan. Sebab tak mungkin juga kita menghindari penggunaan simbol-simbol secara mutlak. Karena standar dan patokan sangat jelas, bahwa ada maslahat yang bisa diambil atau bahaya yang harus dihindari. Apalagi dalam situasi sekarang saat musuh umat juga bergerak dengan kibaran bendera.

Tapi lagi-lagi ada jebakan dan perangkap setan yang sangat halus. Mereka selalu hembuskan angin sepoi nan membuai, bahwa bendera adalah simbol harga dan marwah kita. Selanjutnya kita terjebak, bahwa eksistensi komunitas kita harus dengan selalu mengibarkan bendera, eksistensi program dan karya komunitas kita harus dengan selalu mengibarkan bendera, tanda kontribusi komunitas kita harus dengan selalu mengibarkan bendera, bukti sumbangan dan bantuan komunitas kita harus dengan selalu mengibarkan bendera. Lalu kita semua berebut saham kontribusi, saham popularitas, dan saham eksistensi.

Sejatinya, kadang semua yang kita perebutkan hanyalah donasi. Sebab kita semua tahu, kita yang ahli maupun kita yang awam, bahwa komunitas kerelawanan tak mungkin eksis tanpa donasi. Kita semua paham bahwa kita tak akan mampu bergerak banyak tanpa donasi. Kita semua mengerti bahwa program-program komunitas kita tak akan banyak berubah menjadi karya manfaat tanpa donasi. Bila donasi adalah ikan maka bendera adalah umpan. Di antara relawan adalah pemancing sedang komunitasnya adalah perahu.

Lalu apa jadinya saat di tengah lautan ada banyak perahu dan ada banyak pemancingnya, sedang ikan-ikan segar seolah menantang buat dipancing?

Boleh jadi ada yang hanya terpaku pada tangkapan, meski saat ia mulai berlayar hanya ada bersitan niat menangkap ikan sesuai kemampuan dan kebutuhan. Tapi saat di tengah para kompetitor penangkap ikan ia mulai berpikir bahwa perahu harus diubah menjadi kapal.

Lalu mulailah ia sibuk mambuat bermacam-macam umpan. Tak peduli lagi dengan perahu-perahu di sekitarnya. Dan saat ia meraih banyak ikan ia kembali sangat sibuk dengan urusan pembagian ikan. Saat itulah kadang ia bagikan secara asal, bahkan ada orang yang sudah makan ikan lain pun tetap dipaksa agar mau memakan ikannya.

Semua demi tuhan bendera, sebab tuhan bendera menurutnya bisa mendatangkan rezeki donasi.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.