Di dalam bukunya “Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045”, Prabowo Subianto menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam sistem ekonomi nasional, yang dapat dilihat sebagai kesempatan bagi ekonomi Islam untuk turut berkontribusi. Prabowo memandang bahwa ekonomi yang religius tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan material, tetapi juga pada keseimbangan moral dan sosial.
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila yang mementingkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dengan membuka ruang bagi ekonomi Islam, Prabowo menegaskan bahwa pembangunan ekonomi harus memerhatikan dimensi spiritual dan etika, di mana kesejahteraan kolektif dan keadilan bagi yang lemah menjadi fokus utama.
Para ahli ekonomi kontemporer semisal M. Umer Chapra, dalam bukunya “The Future of Economics: An Islamic Perspective”, menegaskan bahwa ekonomi Islam dapat menjadi solusi terhadap masalah ketidakadilan sosial yang sering kali diabaikan oleh sistem ekonomi kapitalis murni. Chapra berpendapat bahwa melalui mekanisme seperti zakat dan larangan riba, ekonomi Islam menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Zakat, misalnya, merupakan instrumen redistribusi kekayaan yang tidak hanya membantu mengurangi ketimpangan ekonomi, tetapi juga mendorong solidaritas sosial.
Di Indonesia, konsep ini dapat diadopsi secara lebih luas dalam kebijakan ekonomi nasional, yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan dan perlindungan terhadap masyarakat miskin.
Malaysia adalah contoh sukses di mana prinsip-prinsip ekonomi Islam diimplementasikan secara efektif dalam konteks ekonomi modern. Dengan sistem perbankan syariah yang kuat, negara ini berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil sembari tetap memertahankan dimensi etika dan moral dalam kebijakan ekonominya.
Kesuksesan ini bukan hanya terlihat dari pertumbuhan perbankan syariah yang pesat, tetapi juga dari kontribusi sektor ini dalam inklusi keuangan dan pengentasan kemiskinan. Global Islamic Finance Report (GIFR) 2023 mencatat bahwa Malaysia kini menjadi salah satu pusat keuangan Islam terkemuka di dunia, yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Islam dapat berjalan harmonis dalam ekonomi global.
Di dalam konteks Indonesia, ekonomi Islam juga memiliki peluang besar untuk diintegrasikan secara lebih luas ke dalam kebijakan nasional. Seiring dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, kebijakan berbasis ekonomi syariah dapat memerkuat struktur ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut Asosiasi Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat keuangan syariah dunia dengan memerkuat instrumen semisal zakat, wakaf, dan bagi hasil.
Sinergi ini sejalan dengan visi Ekonomi Pancasila yang religius, di mana ekonomi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keuntungan, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Sintesis antara ekonomi Islam dan Pancasila dalam konteks Indonesia dapat menjadi model yang kuat untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Prabowo Subianto dalam visinya menegaskan bahwa ekonomi yang berbasis pada nilai-nilai religius tidak hanya kompatibel dengan kapitalisme, tetapi juga menawarkan dimensi etis yang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan globalisasi ekonomi.
Dengan mengedepankan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan model ekonomi yang tidak hanya tangguh secara ekonomi, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai moral dan spiritual yang menjadi landasan bagi pembangunan bangsa.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!