Pengalaman 8 Tahun Menjadi Penasihat KPK (Bagian 7): Presiden dan Ketua KPK Harus Jujur

Pengalaman 8 Tahun Menjadi Penasihat KPK (Bagian 7): Presiden dan Ketua KPK Harus Jujur
Ilustrasi Joko Widodo dan Firly Bahuri oleh Ichsan / Sabili.id

Sebuah artikel istimewa, hanya ada di Sabili.id. Diurai langsung oleh pelakunya, Dr. Abdullah Hehamahua, berupa pengalamannya menjadi Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami hidangkan secara berkala untuk Anda pembaca setia Sabili. Ada banyak fakta menarik didalamnya, semula tidak menjadi konsumsi publik. Berikut, seri ketujuh dari kisah beliau. Selamat menikmati.

Pertengahan 2005, puluhan pegawai, pejabat, dan Pimpinan KPK “camping” di daerah Cipanas. Mereka merumuskan Nilai-nilai Dasar Pimpinan dan Pegawai KPK.

Sementara itu, saya “ngobrol” dengan Pak Erry Riyana Hardjapamengkas (ERH) di ruangan beliau mengenai Nilai-nilai Dasar Pimpinan dan Pegawai KPK. Sebab, berdasarkan “job desk” yang ada, pak ERH menangani masalah pengawasan internal KPK dan pengaduan masyarakat. Kami pun memiliki pemahaman yang sama terhadap Nilai-nilai Dasar Pimpinan dan Pegawai KPK tersebut.

Sejak itu, setiap kegiatan Bimtek Pegawai Baru KPK, kusampaikan materi Kode Etik dan Nilai-nilai Dasar KPK. Seharian, kujabarkan enam pilar Integritas, yakni Jujur; Konsisten; Komitmen; Objektif; Berani ambil Putusan dan Siap Terima Risiko; serta Disiplin dan Bertanggung Jawab.

Presiden Harus Jujur

“Berani jujur itu hebat.” Itulah “tagline” yang biasa terpampang di baliho KPK. Di KPK, Jujur adalah pilar pertama dari enam pilar Integritas. Jujur artinya apa yang dirasa, dipikir, diucap, serta dilaksanakan, sama dan sebangun. Jujur itu ada tiga jenis, yaitu jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap orang lain, dan jujur terhadap lingkungan.

Jujur terhadap diri sendiri bermakna, munculnya kesadaran bahwa Jokowi, KH Ma’ruf Amin, Mahfud MD, Sri Mulyani, Prabowo, Anwar Usman, Bambang Soesatyo, Puan Maharani, Listyo Sigit, Sanitiar Burhanuddin, dan saya pribadi, berasal dari air yang hina. Namanya sperma. Jujur terhadap diri sendiri bahwa karena sperma ayah berjumpa ovum dari ibu, lahirlah kita di bumi. Namun, mengapa setelah menjadi presiden, wakil presiden, menteri, anggota legislatif, eksekutif, dan yudikatif, tiba-tiba kita jadi pelupa. Disebabkan lupa itu, kita jadi pembohong, suka janji muluk-muluk, KKN, dan khianat.

Jujur terhadap orang lain, maka penempatan pegawai KPK sesuai kompetensi. Itulah sebabnya, boleh dibilang, hanya sekitar satu persen dari pelamar yang lulus dalam proses seleksi pegawai baru. Misalnya, dalam seleksi tahun 2005, ada 19 orang “fresh graduate” dari universitas terkemuda di Jakarta. Mereka ikut seleksi pegawai KPK. Hanya 3,5 orang yang lulus. Di antara mereka, 0,5 orang yang lulus itu mengenakan kacamata. Disebabkan jabatan yang dilamar tidak berkaitan dengan kacamata, maka dia dinyatakan lulus.

Tahun 2004, Kejagung mengirim 45 orang jaksa ke KPK. Berdasarkan hasil seleksi, hanya beberapa orang yang lulus. Seingatku, tidak sampai sepuluh orang. Tahun 2007, KPK perlu 100 pegawai baru. Pelamar mencapai 27.000 orang. Hanya 45 orang yang lulus. Itu karena Tim seleksi jujur terhadap diri sendiri. Pada waktu yang sama, mereka juga jujur terhadap orang lain. Mereka jujur terhadap para pelamar. Jika layak, diluluskan. Jika tidak layak, ditolak.

Jujur yang ketiga, tulus terhadap alam sekitar. Jujur yang satu ini menjadi masalah serius di Indonesia. Tengok saja, bencana alam terjadi di mana-mana. Ada banjir, tanah longsor, jembatan runtuh, dan kebakaran hutan. Semuanya terjadi karena masyarakat tidak jujur terhadap lingkungan. Hari ini, karena hujan yang berlangsung beberapa jam saja, Aceh sampai Papua dilanda banjir. Jadi, semua musibah, KKN, dan salah urus negeri ini terjadi karena pemimpin dan pejabat tidak jujur. Oleh karenanya, Presiden wajib jujur. Baik terhadap diri sendiri, rakyat, maupun lingkungan. Jangan seperti selama ini, Presiden cuma suka janji-janji.

Ketua KPK Harus Konsisten

Pilar kedua integritas adalah konsisten. Pak ERH konsisten. Sebab, beliau jujur. Oleh karenanya, beliau setuju salah seorang “sepupunya” ditangkap KPK.

Pak TR, Ketua KPK, konsisten. Sebab, beliau jujur. Olehnya, beliau setuju, besan SBY dijadikan tersangka. Padahal, SBY adalah mantan atasan pak TR. Sebab, sebelum terpilih jadi Ketua KPK, pak TR adalah staf ahli Menko Polkam SBY.

Tahun 2007, kuberitahu Biro SDM agar tidak meloloskan dua peserta yang sedang ikut seleksi KPK. Sebab, saya konsisten dengan Kode Etik KPK. Ini karena kedua calon pegawai tersebut adalah adik iparku. Sebab, jika kubiarkan sampai lulus dan Biro SDM tahu bahwa mereka adalah adik iparku, akan terjadilah musibah. Sebab, jika hal yang seperti itu terjadi, mereka harus mengundurkan diri. Ini karena di KPK tidak boleh ada hubungan keluarga. Apalagi, jika saya biarkan keduanya sampai lulus tetapi akhirnya harus mengundurkan diri, sama artinya dengan saya sudah mengorupsi uang negara sebesar 140 juta Rupiah. Sebab, untuk biaya rekrutmen seorang pegawai KPK sejak proses pendaftaran sampai pelantikan, negara mengeluarkan dana 70 jutaRupiah.

Jika banyak persoalan terjadi di internal KPK, salah satu sebabnya adalah insan KPK tidak berintegritas. Hal itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab pimpinan. Maka, Ketua KPK harus senantiasa konsisten dengan SOP dan Kode Etik KPK.

Komitmen terhadap Visi dan Misi Lembaga

Visi KPK adalah Mewujudkan Indonesia Bebas dari Korupsi. Misinya, Pembangunan Kelembagaan; Penindakan; Pencegahan; dan Penggalangan Kekuatan Masyarakat.

Pembangunan kelembagaan KPK dimulai dengan rekrutmen pegawai yang berintegritas dan profesional. Sebab, korupsi adalah kejahatan luar biasa. Sehingga, Pemberantasnya juga harus luar biasa. Wajar jika Kode Etik, Peraturan Kepegawaian, dan SOP KPK, semuanya luar biasa. Itulah sebabnya diberlakukan asas “zero tolerance”.

Penindakan di KPK dilakukan terhadap mereka dengan prioritas Pimpinan Lembaga Negara atau pejabat strategis. Itulah sebabnya, KPK menangkap Ketua MK, Pimpinan DPR, para Gubernur, dan pimpinan partai. Target kedua, kasus yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Karenanya, sekalipun hanya seorang Bupati atau Walikota, tetapi jika kerugian negara yang ditimbulkan itu besar, maka ia menjadi target penindakan. Itulah sebabnya, 42% koruptor yang ditangkap KPK berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Padahal, setiap tahun 35% APBN berkaitan dengan PBJ. Target ketiga, kasus yang dampaknya besar. Misalnya, korupsi yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Pencegahan dilakukan melalui program sosialisasi, pemeriksaan LHKPN, dan Pendidikan Anti Korupsi. KPK juga memerbaiki tata kelola K/L yang kondusif terjadinya KKN. Program unggulan KPK dalam konteks ini adalah reformasi birokrasi.

Misi penggalangan kekuatan masyarakat dilakukan melalui kerja sama di antara KPK dengan LSM, universitas, ormas, tokoh agama, dan para aktivis anti korupsi.

Bersikap Objektif

Pilar ketiga integritas adalah bersikap objektif terhadap setiap permasalahan. Kejujuran melahirkan konsistensi. Langkah berikutnya, komitmen terhadap visi dan misi Lembaga. Ujungnya, institusi maupun insan KPK harus objektif terhadap setiap masalah. Hal ini ditunjukkan KPK dalam menindak internal organisasi. Ada anggota KPK yang ditahan. Ada yang dipecat. Ada juga yang dimutasi.

Suatu hari, seorang Direktur memasuki ruangan kerjaku. Beliau menyodorkan secarik kertas berisi data. Saya tertegun. Sedih, heran, dan hampir tidak percaya. Sebab, aku kenal nama yang tertulis di kertas itu. Beliau masih punya hubungan keluarga denganku, sekali pun agak jauh. Kukenal beliau sebagai pribadi yang baik ketika menjadi aktivis mahasiswa di Jakarta. Beliau adalah pejabat di konsulat Pulau Pinang, Malaysia. Itulah sebabnya, Direktur ini meminta informasi dariku mengenai kedutaan Indonesia di Malaysia.

Kutanyakan, dari mana data tersebut diperoleh. “PPATK,” jawabnya. “Ya, kalau data PPATK, tentu valid,” batinku. Kukatakan agar diproses saja sesuai SOP yang ada. Direktur tersebut tidak tahu, nama yang ia berikan kepadaku adalah sepupuku. Bahkan sampai pejabat tersebut dijatuhi hukuman penjara, ia tak tahu.

Berani Bersikap dan Siap Terima Risiko

Pilar keempat integritas adalah “Berani bersikap dan siap terima risiko.” Maknanya, berani berbuat, harus siap untuk menerima risikonya. Hal ini sesuai dengan peribahasa Melayu, “Tangan mencencang, bahu memikul.” Olehnya, setiap orang, setelah dilantik sebagai pegawai KPK, harus siap terima semua konsekuensi. Tiba di kantor tidak boleh melewati pukul delapan. Dan tidak boleh pulang sebelum pukul 17.00.

Jika tiba di kantor pukul 08.10, ia harus pulang paling cepat jam 17.10. Toleransi diberikan sampai pukul 08.30. Jika pegawai tiba di kantor pukul 08.31, maka selain pulang paling cepat jam 17.31, tunjangan transpor dipotong 50%. Tiada dialog. Sebab, semua tercatat secara digital. Ini karena kehadiran dicatat dengan “finger print”.

Pegawai KPK juga siap tidak terima gaji atau honor di tempat lain. Sebab, KPK menganut asas “single salary” atau penghasilan tunggal. Karena itu pula, saya harus berhenti mengajar di Singapura. Pegawai KPK juga tidak boleh bebas berhubungan dengan pejabat atau Penyelanggara Negara (PN). Pegawai KPK juga siap tidak memiliki mobil dinas, rumah dinas, dan fasilitas lainnya. Semuanya sudah dikonversi ke gaji.

Disiplin dan Bertanggung Jawab

Pilar keenam integritas adalah disiplin dan bertanggung jawab. Pegawai KPK, selain disiplin masuk kantor, juga bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan. Disiplin dan bertanggung jawab dalam menggunakan fasilitas kantor. Laptop kantor tidak boleh dibawa ke rumah.

Pimpinan, pejabat, dan pegawai KPK pergi ke kantor dan pulangnya menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum. Di kantor, sewaktu ada tugas luar, boleh menggunakan mobil operasional. Pukul berapa pun selesai tugas, mobil harus dikembalikan ke kantor. Pegawai terkait lalu pulang mengendarai kenderaan pribadi atau angkutan umum.

Setiap insan KPK, kecuali Komisoner, setiap hari harus melaporkan pelaksanaan tugasnya melalui “time sheet”. “Time sheet” harus dilaporkan secara online ke atasan paling lambat Jumat sore. Jika “time sheet” tidak dilaporkan, tunjangan transpor bulan terkait tidak dibayar. “Time sheet” harus diisi berdasarkan “Key Performance Indicator” (KPI) masing-masing pegawai.

Enam pilar integritas itulah yang menjadikan KPK solid, mulai dari komisioner, pejabat, dan pegawai. Sama dalam memahami visi dan misi KPK. Seirama dalam melaksanakan tugas sesuai tupoksi masing-masing. Wajar, pada awal lahir dan berkembangnya, KPK merupakan lembaga yang cukup disegani dan ditakuti. Namun, KPK juga dibenci para koruptor. Apalagi di pemerintahan sekarang yang dikuasai oligarki.

(Metro, Lampung, 18 Maret 2023).

Baca Juga:

Pengalaman 8 Tahun Menjadi Penasihat KPK (Bagian 6): “KPU, Pemilu, dan Korupsi”
Proses penyadapan. Inilah kekuatan KPK. Kekuatan ini yang selalu diobok-obok koruptor dan gengnya, baik yang ada di pemerintahan maupun para konglomerat. Tragis! Sebab, korupsi di era reformasi lebih “jorok” daripada masa Orde Baru dan Orde Lama!
Pengalaman 8 Tahun Menjadi Penasihat KPK (Bagian 8): “KPK Tangkap KPK”
Profesional merupakan kriteria kedua. Sebab, ia dapat ditingkatkan melalui program Diklat. Integritas merupakan syarat pertama. Sebab, ia sudah dari “sono”-nya. Dengan demikian, jika integritas seseorang bermasalah, dapat dipastikan, musibah akan terjadi.
Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.