Senin, 5 Ramadhan 1444 H. Di hari kelima berpuasa di bulan Ramadhan ini, saya berkesempatan kembali menyambangi bapak-bapak di titik Dakwah Marginal Rawamangun. Kali ini, agenda kegiatan dalam program yang dibesut Pesantren Bina Insan Kamil itu adalah membagikan hidangan Iftor dari para Muhsinin. Ada 15 porsi nasi kotak.
Sesampainya di sana, saya disambut langit yang sudah berangkat senja. Suara adzan pun lantas berkumandang. Artinya, waktu berbuka puasa telah tiba.
Pak Sutarjo terlihat sibuk menyiapkan air minum untuk bersegera membatalkan puasa. Ada teh manis hangat yang pria baik hati itu hidangkan. Kami menikmati teh manis hangat itu bersama, untuk sekadar membatalkan puasa, sebelum mulai shalat magrib berjamaah.
Selepas shalat magrib, kami berfoto bersama sebagai dokumentasi. Tanda bahwa amanah dari para Muhsinin telah sampai. Setelah itu, barulah kami menyantap makanan. Ada ayam goreng, telur balado, dan mie goreng, sebagai lauknya. Nasinya pulen. Alhamdulillah...
Sembari menikmati makanan, kami berbincang. Pertanyaan pertama terlontar dari mulut saya. "Bapak-bapak, apa kabar? Gimana puasanya? Lancar?" tanya saya.
"Alhamdulillah, baik dan lancar, Mas," mereka menjawab kompak.
"Bagaimana pengalaman puasa di hari kelima ini? Ada yang 'bolong', ndak ?" lanjut saya bertanya.
Pak Sutarjo menjawab, "Alhamdulillah, Mas. Masih full. Cuma berasa kendo aja tenaganya, Mas."
"Kendo itu apa, Pak?" saya tak mengerti.
"Kendo itu dari bahasa Jawa, Mas. Artinya Kendor," ucap pria kelahiran Pemalang, 1965, yang sehari-hari bekerja memulung puing kayu bekas itu.
"Ooo... Cuma beda huruf 'R' saja, ya Pak," sahut saya.
"Iya. Heheee," serentak kami semua tertawa.
"Lalu bagaimana dengan penghasilan hari ini, Pak? Ada pengaruh, ndak, dari bulan biasa dan bulan puasa?" tanya saya berlanjut.
"Alhamdulillah, Mas. Sepuluh, dua puluh ribu, ya ada, Mas. Yang penting kita mau keluar. Mau cari-cari. Kalau ada rumah atau tempat yang mau bongkar puing, saya hubungi teman yang lain, biar nggak sendiri. Karena cape, mas, kalau sendiri waktu puasa. Biasanya keluar dua kali sehari, tapi karena puasa paling cuma sekali dalam sehari, karena sudah kendo tenaganya, Mas,’’ jawab Pak Sutarjo sambil tersenyum tipis.
"Masya Allah. Semangat, ya Pak. Yang penting ada ikhtiar, ada usaha. Insya Allah, Allah kasih rezeki seberapa pun jumlahnya," kata saya.
"Iya, Mas. Saya bersyukur. Yang penting saya masih dikasih sehat. Walau pun saya sudah tua, Allah masih memberi saya rezeki," lanjut Pak Sutarjo.
Sejenak saya terdiam. Merenungi cerita Pak Sutarjo. Terhempas dalam lamunan. Pandangan seakan gelap seketika, terlempar dalam bayang angan yang tak tergambar. Sesaat masih kurasakan manis air teh hangat mengulas di bibir. Saya terenyuh. Lagi-lagi saya mendapati refleksi ruhiyah dengan rasa syukur mendalam yang hadir melalui pemandangan akan sosok Pak Sutarjo.
"Biasanya ke kami juga ada yang ngasih nasi bungkus, Mas. Kalau kita lagi pulang dari ngerongsok (mengumpulkan barang bekas atau rongsokan, red). Biasanya di lampu merah Rawamangun itu," kali ini Pak Satori yang berkisah.
"Alhamdulillah, ya Pak. Berkah Ramadhan," sahut saya.
Obrolan ringan saat santap Iftor itu pun terus mengalun. Tak terasa, Pak Zainal Abidin ternyata sudah menghabiskan 2 porsi nasi. Masya Allah. Alhamdulillah.
Waktunya saya beranjak untuk kembali.
Demikianlah cerita tentang aktivitas Dakwah Marginal di hari kelima Ramadhan ini. Semoga puing-puing batu dan serpihan kayu ini kelak menjadi saksi di akhirat, bahwa di tempat ini pernah ada hamba Allah yang berjuang untuk bisa menjadi hamba sebagaimana mestinya. Yang berproses untuk mengenal arti kehidupan, mencari tujuan hidup, dan memahami dari mana ia berasal.
Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. – QS. Al Zalzalah: 4
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan, bumi akan bersaksi. Yaitu menceritakan tentang semua apa yang telah diperbuat oleh orang-orang yang menghuni permukaannya.
Lalu Rasulullah Saw bersabda, "Tahukah kamu, apakah yang dimaksud dengan beritanya?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya berita bumi ialah bila ia mengemukakan persaksian terhadap setiap hamba laki-laki dan perempuan tentang apa yang telah dikerjakannya di atas permukaannya. Bumi mengatakan bahwa Fulan telah mengerjakan anu dan anu di hari anu. Demikianlah yang dimaksud dengan beritanya."
Semoga kita bisa mengambil faedah dari satu penggalan ayat di atas. Bahwasanya bumi akan menjadi saksi dari segala perbuatan manusia, apakah yang kita kerjakan amal kebaikan atau buruk.
Hidup di dunia hanyalah sementara. Sebentar dan sekejap, tidak akan selama-lamanya. Masih ada fase-fase yang lebih panjang di depan sana. Sedikitnya ada tujuh fase lanjutan menuju kehidupan abadi. Dimulai dari Fase Alam Kubur (Yaumul Barzakh), Fase Kebangkitan (Yaumul Ba'ts), Fase dikumpulkan (Yaumul Mahsyar), Fase Perhitungan (Yaumul Hisab), Fase Penimbangan (Yaumul Mizan), Fase Melewati Shirath (Yaumu Shirath) dan Fase Pembalasan (Yaumul Jazaa).
Alhamdulillah. Terima kasih kepada para Muhsinin yang sudah berkenan untuk berbagi di bulan Ramadhan 1444 H ini. Jazakumullah Khairan. Semoga Allah ridha dan menerima amal ibadah kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. – QS. Al Hadiid: 7
Harta kita hanyalah titipan dari Sang Ilahi. Maka, sudah semestinya kita saling berbagi, untuk menabung amal yang akan kita tuai kelak di kehidupan yang abadi (akhirat).
Semoga Allah memberikan kita Istiqomah dalam kebaikan dan mempertemukan kembali kepada bulan Ramadhan yang akan datang, dengan lebih banyak manfaat dan keberkahan yang bisa kita dapatkan. InsyaAllah. Indahnya berbagi.
Barakallahfiikum.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!