Hari ini, 21 April, orang Indonesia – terutama perempuan – memperingati Hari Kartini. Hari ini memang menjadi hari penting bagi kaum perempuan Indonesia. Sebuah peringatan tentang kekuatan pemikiran seorang perempuan untuk maju, melampaui pemikiran masyarakat umum di zamannya.
Pasti semua orang Indonesia telah paham betapa Kartini adalah sosok perempuan yang sangat peduli akan pendidikan. Hari-hari Kartini sebagai perempuan yang terlahir di tengah keluarga priyayi Jawa itu selalu ia manfaatkan untuk belajar, membaca, beribadah, dan berkorespondensi, sembari tetap menjalani tradisi Jawa waktu itu yang tak mengizinkan perempuan keluar jauh-jauh dari rumahnya.
Kartini juga dikenal sebagai seorang yang gemar belajar. Khususnya belajar agama. Dan salah satu guru Kartini adalah KH Muhammad Sholeh bin ‘Umar yang lebih dikenal dengan nama Kiai Haji Sholeh Darat.
Telah banyak tulisan, baik artikel maupun buku, yang melukiskan bahwa R.A Kartini punya hubungan guru-murid dengan Kiai Haji Sholeh Darat. Mereka juga kerap terlibat dalam proses dialektika. Di dalam surat-surat Kartini kepada Nyonya Abendanon yang sudah dipublikasikan rapih dalam buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” atau “Habis Gelap Terbitlah Terang”, secara eksplisit wanita kelahiran Jepara, 21 April 1879, itu menyebut gurunya adalah seorang tua dan bahwa orang Jawa menulis naskah dengan menggunakan huruf Arab yang dalam tradisi pesantren saat itu disebut huruf Jawi. Kartini juga pernah menyatakan dalam suratnya, betapa dirinya mendapatkan ilmu dari seorang tua dalam hal isi kandungan Al Qur’an.
Surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya menunjukkan bahwa ia seorang Muslimah dan pembelajar. Sebagai putri keturunan ningrat, Kartini menguatkan dirinya dengan mengaji dan belajar agama. Dan salah satu sosok pemberi inspirasi bagi Kartini untuk terus belajar tentang agama Islam dan Al Qur’an adalah Kiai Haji Sholeh Darat.
Baca juga: Tiga April Tujuh Puluh Empat Tahun yang Lalu
Kiai Haji Sholeh Darat adalah ulama besar dari Semarang, Jawa Tengah. Ia bernama lengkap Muhammad Sholeh bin ʿUmar bin Muhammad Tasnim as-Samarānī. Kiai Haji Sholeh Darat lahir sekitar tahun 1820 di Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Ayah Kiai Haji Sholeh Darat adalah Kiai Umar. Ia adalah seorang pejuang sekaligus orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di pesisir utara Jawa, di samping Kiai Syada’ dan Kiai Murtadha Semarang.
Konon, nama “Darat” yang disematkan kepada Kiai Haji Sholeh bin ʿUmar bin Muhammad Tasnim as-Samarānī berawal dari tempat tinggal beliau yang dekat pantai utara Semarang. Daerah itu menjadi tempat berlabuh (mendarat) orang-orang dari luar Pulau Jawa. Kini, nama “Darat” tetap lestari dan dijadikan nama kampung, yaitu Nipah Darat dan Darat Tirto. Saat ini, secara administratif dua Kampung Darat itu termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Belakangan, banyak disebutkan oleh beberapa penulis bahwa ternyata Kartini selalu hadir dalam pengajian-pengajian Kiai Haji Sholeh Darat, baik di Demak, Kudus, maupun Jepara. Semuanya di Jawa Tengah. Umumnya, para penulis melukiskan betapa Kartini dikenal memiliki semangat belajar yang tinggi. Khususnya dalam mempelajari kandungan isi Al Qur’an.
Semangat tinggi Kartini dalam mempelajari kandungan Al Qur’an mendorong Kiai Haji Sholeh Darat untuk selalu memberikan pretilan (tulisan tangan dalam satu atau dua lembar kertas) kepada Kartini, untuk kemudian dipelajari lebih lanjut. Dari situlah konon Kartini mulai belajar huruf Arab.
Bagi Kartini, belajar tulisan Arab tidak sulit, karena ia dikenal sebagai wanita cerdas yang juga menguasai bahasa Belanda, Inggris, serta Perancis. Hal itu juga membuat wanita yang wafat di Rembang pada 17 September 1904 itu konon menjadi santri kalong kesayangan Kiai Haji Sholeh Darat. Santri kalong artinya santri yang tidak menginap di pondok pesantren. Bahkan, konon ketika Kartini menikah, Kiai Haji Sholeh Darat menghadiahi Kartini terjemah Al Qur’an yang telah beliau susun.
Kiai Haji Sholeh Darat juga mampu membuka wawasan Islam bagi ibu kita Kartini. Ia membuka makna Al Qur’an yang demikian suci di hadapan Kartini, sehingga Kartini dapat memahaminya. Kiai Haji Sholeh Darat juga mengajari Kartini Tafsir Faidlur Rahman. Tafsir Faidlur Rahman fi Tarjamati Tafsir Kalam Malikid-Dayyan itu ditulis oleh Kiai Haji Sholeh Darat.
Kiai Haji Sholeh Darat wafat di Semarang pada 28 Ramadan 1321 Hijriyah atau 18 Desember 1903 Masehi. Beliau dimakamkan di pemakaman Bergota, Semarang, Jawa Tengah.
Kiai Haji Sholeh Darat juga dikenal sebagai Guru Para Ulama Besar Indonesia. Sebab, selain menjadi guru bagi R.A. Kartini, Kiai Sholeh Darat juga adalah guru dari pendiri Muhammadiyah, Kiai Haji Ahmad Dahlan; dan juga guru dari pendiri Nahdhatul Ulama (NU), Kiai Haji Hasyim Asy’ari.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!