Seminggu sebelum Rakornas VI Projo dimulai, sesungguhnya telah terlihat adanya orkestrasi pembentukan opini publik yang sistematis. Kebetulan dalam rentang waktu tersebut, penulis sempat melintas di empat provinsi, tiga di Jawa dan satu di Sumatera. Baliho bergambar Prabowo yang bersanding dengan Gibran bermunculan di jalan-jalan utama beberapa provinsi yang penulis lalui itu.
Satu hari menjelang Rakornas Projo dibuka, publik semakin yakin sudah ada titah istana, ke mana mestinya kapal besar Projo melabuhkan dukungan. Sebab, Prabowo Subianto, Calon Presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) santer diwartakan media massa akan hadir memberikan sambutan dalam Rakornas tersebut. Sementara calon presiden dari PDI Perjuangan tak disebut bakal hadir dalam perhelatan penting itu.
Apa yang diprediksi oleh media massa memang tak sepenuhnya terjadi di forum Rakornas VI Projo. Prabowo yang diwartakan akan memberikan pidato ternyata tak hadir. Tetapi prediksi terkait arah dukungan kepada Prabowo tak sepenuhnya meleset. Meski sang Capres tak hadir, para petinggi partai yang terhimpun dalam Koalisi Indonesia Maju terlihat hadir semua dan tak satu pun partai pengusung Ganjar Pranowo yang hadir.
Tampaknya ada setting acara Rakornas yang berubah mendadak. Setidaknya terlihat dari dua hal. Pertama, Gibran Rakabuming Raka yang terlihat hanya beberapa menit hadir dan menyapa peserta Rakornas. Ia bahkan pamit keluar dari acara sebelum Presiden Jokowi hadir. Kedua, acara Rakornas yang tiba-tiba ditutup dan mengarahkan para wakil peserta untuk merapat ke kediaman Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Mungkin perubahan setting acara yang sedianya akan mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto dalam forum Rakornas VI terganjal persoalan etik. Posisi Joko Widodo sebagai presiden RI, yang harus netral dan berdiri di semua pihak nampaknya menjadi pertimbangan tersendiri.
Baca Juga : Dinasti dan Syahwat yang Tak Pernah Kenyang
Akhirnya, Ketua Projo, Budi Arie, didampingi oleh Prabowo Subianto, mendeklarasikan arah dukungan Projo. Deklarasi itu membenarkan semua sinyal, dugaan, dan spekulasi yang dalam satu bulan terakhir liar bersliweran. Projo terbukti merapat kepada Prabowo Subianto.
Projo Terbelah
Tetapi tak semua relawan Projo seiya sekata dengan sikap Budi Arie yang mendeklarasikan dukungan pada Prabowo Subianto. Paling tidak hal ini terlihat dari pernyataan Haposan Situmorang yang merupakan Ketua Umum Relawan Projo Ganjar. Haposan bahkan tak habis pikir, bagaimana Budi Arie yang jelas-jelas kader PDI Perjuangan mengarahkan dukungannya kepada Prabowo Subianto.
Tak tanggung-tanggung, Haposan bahkan menuding Projo Budi Arie sebagai pengkhianat. Bagi Haposan, PDI Perjuangan adalah ibu kandung Projo. Projo adalah sayap relawan yang dibentuk dan dilahirkan oleh PDI Perjuangan untuk mendukung pemenangan Jokowi pada Pemilu 2014 lalu. Karenanya, dukungan pada Capres di luar PDIP adalah pengkhianatan.
Klaim sebaliknya disampaikan oleh Projo Budi Arie. Saat wartawan mengonfirmasi adanya Projo Ganjar, Ketua Badan Pemenangan Pilpres Projo, Panel Barus, tak kalah sengit mengomentari bahwa Projo Ganjar sebagai Projo siluman dan musiman yang akan hilang dengan sendirinya, begitu Pemilu selesai.
Menanggapi hal itu, Budi Arie sebagai Ketua Umum Projo, tegas mengatakan, relawan Jokowi harus tegak lurus dengan arahan Presiden Joko Widodo. “Masak relawan Jokowi komandonya orang lain?” ujar Budi Arie menimpali.
Secara historis dan jalinan kaderisasi, Projo memang lebih dekat dengan PDI Perjuangan. Wajar jika di beberapa daerah semacam di Cirebon, Projo setempat bahkan telah lebih dahulu mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar Pranowo, sebelum Pimpinan Pusat Projo menentukan arah pilihan.
Menyibak Jalan Gibran
Jika Projo Budi Arie mengambil sikap tegak lurus pada arahan Presiden Joko Widodo, praktis sikap dan pilihan politik Projo Budi Arie merupakan representasi sikap Presiden Joko Widodo. Karenanya, Budi Arie cs rela disebut sebagai pengkhianat, sesungguhnya dalam rangka tunduk dan patuh pada arahan Jokowi.
Titah Jokowi yang mengubah orientasi politik Projo diduga banyak pihak terkait erat dengan upaya memuluskan trah Jokowi dalam memperpanjang rentang kekuasaannya. Gibran Rakabuming Raka sang putra mahkota sedang disiapkan untuk menjadi Calon Wakil Presiden bagi Prabowo Subianto yang didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Baca Juga : Demi Dinasti: Demokrat Tak Dapat, PSI pun Jadi
Ada 8 partai yang berhimpun dalam KIM. Beberapa di antaranya adalah partai besar dengan pengaruh dan pengalaman yang panjang, dan beberapa partai baru yang butuh cantolan. Semua berkeinginan untuk mengajukan kader terbaik partainya sebagai Cawapres bagi Prabowo Subianto. Fakta ini menjadi masalah krusial koalisi besar tersebut. Bahkan rentan memunculkan keretakan.
Jokowi memegang dan mengetahui sepenuhnya kartu bermasalah yang dipegang oleh para petinggi partai yang notabene adalah para pembantu di kabinet bentukannya. Para petinggi partai itu tak cukup punya daya tawar di hadapan sang Presiden. Bahkan mereka berharap peruntungan dengan bersikap sendoko dawuh kepada presiden.
Kebuntuan dalam menentukan pendamping Prabowo menemukan titik kompromi pada satu nama; Gibran! Pengaruh Jokowi yang masih sangat kuat di tengah pendukungnya, seakan menggaransikan kemenangan. Militansi Projo bahkan tak bisa ditandingi oleh partai-partai anggota koalisi tersebut.
Trah dan agenda keluarga Jokowi pun masuk. Sementara keuntungan jangka panjang dan prospek kemenangan tergambar cukup nyata dalam pandangan partai koalisi. Apalagi yang harus mereka pikirkan? Maka orkestrasi itu padu berjalan. Tak perlu lagi bicara kepantasan dan fatsun politik, toh semuanya sah secara konstitusional. Jadi, siapa pengkhianat itu?
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!