Islam dan dunia kerja tidak dapat dipisahkan. Bekerja atau berbuat sesuatu dalam Islam diistilahkan dengan “amal”. Islam adalah agama yang dikenal sangat menekankan untuk beramal. Sehingga, kita mengenal ada istilah “amal baik” dan ada “amal buruk”. Dan sejak kecil kita sudah diajarkan bahwa semua amal (pekerjaan) kita akan dihisab dan ditimbang.
Maka, adalah aneh jika Islam tidak diterapkan di dunia kerja, sedangkan Islam sebagai agama yang universal sudah mengatur soal halal-haram, serta adab pekerja dan pemberi kerja. Semua harus sesuai standar syariat, agar pekerjaan kita menjadi tumpukan amal baik. Bukan tumpukan amal buruk yang tidak diberkahi Allah ﷻ.
Kali ini, fokus topik kita adalah tentang hak-hak pekerja dalam Islam. Ini sangat urgent, karena akan berdampak kepada keberkahan usaha kita dan pertanggung jawabannya di akhirat. Apa saja hak-hak pekerja dalam Islam?
Hak Ibadah dan Menjalankan Perintah
Allah berfirman, “Dan tidaklah kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” – QS. Adz-Dzariat:56.
Masih banyak ditemukan, terutama di perusahaan yang pimpinannya adalah non Muslim, manajemen yang mempersulit untuk melakukan shalat, misalnya Shalat Jumat. Padahal, negara pun menjamin kebebasan untuk beribadah dan ini tidak bisa diganggu gugat, sekali pun oleh perusahaan. Perusahaan yang ketahuan mempersulit pekerja dalam beribadah bisa dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja.
Diberi Upah Layak dan Tidak Ditunda (Rapel)
Rasulullah ﷺ bersabda, “Akan menjadi musuhku di hari kiamat, orang yang mempekerjakan seseorang, si pekerja memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya” – HR. Bukhari No.2227
“Berikan upah pekerja sebelum kering keringatnya” – HR. Ibnu Majah, Shahih
Terutama pekerja honorer. Kadang upah mereka ditunda-tunda pembayarannya dengan segudang alasan. Padahal, kebutuhan hidup mereka tidak bisa ditunda. Bagi pemberi kerja yang seperti itu, niscaya ia akan bertanggung jawab di akhirat kelak.
Baca juga: Delapan Hal yang Tak Bisa Diminta di Surga
Hak Bekerja Sesuai Batasan
“Dan janganlah kalian membebani budak/pekerja kalian di luar kesanggupan mereka. Jikalau harus, ikutlah membantu mereka” – HR. Bukhari
Sejak revolusi industri abad 18 silam, budaya hustle culture atau bekerja di luar batasan sepertinya masih mendarah daging hingga sekarang. Para pemberi kerja seolah memperlakukan pekerja seperti mesin. Respon ekstrim atas kejamnya para kapitalis ini adalah munculnya kelompok komunis. Tetapi ketika komunis berkuasa, mereka pun memaksa para pekerja untuk bekerja mati-matian atas dasar semangat revolusi nasional, katanya.
Di sinilah kita melihat solusi Islam sangat jelas dari hadits Nabi, “Janganlah membebani pembantu kalian di luar kesanggupannya. Jika memang terpaksa, bantulah mereka”.
Tidak Disakiti Hatinya
Anas bin Malik bercerita, “Aku bekerja melayani Rasulullah selama 10 tahun, beliau tidak pernah bertanya ‘kenapa begini pekerjaanmu?’ dan kalau saya (lupa) akan suatu pekerjaan, beliau tidak pernah bertanya ‘kenapa tidak dikerjakan?’" – HR. at-Tirmidzi No.2015
Juga sulit menemukan atasan di zaman sekarang yang mencontoh sikap Rasulullah ﷺ yang tidak pernah sama sekali menyakiti hati pekerjanya. Efeknya, pekerjanya jadi tahu diri, loyal, dan professional.
Tidak Disakiti Fisiknya
Dari Aisyah r.a, beliau berkata, “Tidak pernah sekalipun Rasulullah memukul pembantu ataupun wanita” – HR. Abu Dawud
Begitulah akhlak mulia Nabi ﷺ yang mudah memaafkan kesalahan istri-istri dan pembantunya.
Diberi Rumah (mess) Apabila Tempat Tinggalnya Jauh
Rasulullah ﷺ bersabda “Berilah orang yang bekerja pada kita tempat tinggal, asisten, dan carikanlah jodoh untuknya” – HR. Abu Dawud
Tempat tinggal itu amat penting, terutama bagi karyawan yang tinggal jauh dari tempat kerja. Terkadang ngekos atau ngontrak di dekat tempat kerja pun agak berat karena berarti setiap bulan ada pengeluaran untuk tempat tinggal. Maka, akan lebih baik jika perusahaan memberikan mess. Kalau pun nantinya jarang dipakai, minimal bisa untuk beristirahat ketika sudah terlalu lelah.
Baca juga: Tiga Golongan Manusia dalam Merespon Dakwah Nabi
Hak Menolak Perintah yang Bertentangan dengan Syariat
Rasulullah ﷺ bersabda “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah” – HR. Bukhari
Memang, dalam hal ini butuh perhatian dari semua pihak dan pemerintah. Sebab, memang susah sekali menolak perintah atasan walau kita nilai melanggar syariat. Apalagi saat hari raya non muslim, terkadang pekerja disuruh memakai aksesoris khas hari raya non muslim itu. Namun, sebenarnya hal ini bisa dibicarakan sebelum kita tanda tangan kontrak. Misal, kita minta satu point dalam perjanjian kontrak bahwa kita tidak bisa menjalankan perintah yang tidak sesuai dengan ajaran agama kita.
Kesimpulan
Begitu indah Islam mengatur hak-hak para pekerja. Maka, sudah sepatutnya para pemberi kerja memperhatikan hak-hak pekerja ini. Sebab, sejatinya bekerja adalah amal, dan kelak akan ada hari dimana seluruh pekerjaan/perbuatan kita akan di-review oleh Allah ﷻ dan diperlihatkan kepada seluruh makhluk di Hari Hisab nanti.
Wallahu a'lam bishowab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!