Hanya selang beberapa hari pasca Persatuan Ulama Dunia mengeluarkan fatwa bahwa jihad di Palestina adalah wajib dan normalisasi dengan penjajah adalah haram, pada Ahad (6/4/2025), Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA), Abdullah bin Zayed, malah menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Penjajah Israel. Momen itu menandai kelanjutan hubungan diplomatik di antara kedua negara setelah normalisasi yang terjadi beberapa tahun lalu melalui kesepakatan Abraham.
Di dalam pertemuan tersebut, kedua menlu itu membahas penguatan kerja sama ekonomi, investasi teknologi, dan stabilitas kawasan. Menurut laporan media penjajah Israel dan UEA, pembicaraan juga menyentuh isu-isu strategis semisal keamanan energi dan transportasi maritim di Teluk. Kehadiran Menlu penjajah Israel di Abu Dhabi di tengah genosida yang sedang berlangsung di Gaza itu kontan menuai kecaman keras dari berbagai kalangan.
Sehari setelah pertemuan “mesra” itu, sikap berbeda secara tegas ditunjukkan oleh Uni Afrika. Pada 7 April 2025, Duta Besar Penjajah Israel diusir dari sebuah forum konferensi peringatan genosida Rwanda yang digelar di Addis Ababa. Keputusan itu diambil setelah negara-negara anggota Uni Afrika menolak kehadiran perwakilan penjajah Israel, sebagai bentuk protes atas meningkatnya kejahatan dan kekerasan yang dilakukan penjajah Israel terhadap warga sipil di Gaza. Pengusiran tersebut menjadi sinyal kuat dari negara-negara Afrika bahwa agresi penjajah Israel terhadap Palestina tidak bisa diterima dalam forum-forum internasional yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Ada pun konferensi tersebut diselenggarakan untuk mengenang genosida Rwanda tahun 1994, yang menewaskan lebih dari 800.000 orang dalam waktu 100 hari. Peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan juga menjadi pengingat tentang pentingnya mencegah tragedi kemanusiaan serupa terjadi di masa kini. Kehadiran perwakilan negara penjajah Israel dinilai mencederai semangat peringatan tersebut, mengingat Israel masih terus menargetkan wilayah sipil di Gaza, termasuk menyerang rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsian.
Sejak normalisasi hubungan UEA-Israel tahun 2020, yang kemudian diikuti oleh beberapa negara Arab lainnya, kawasan Timur Tengah menunjukkan pergeseran besar dalam peta diplomasi. Hubungan ekonomi dan teknologi mulai dijalin UEA dengan Israel, meski pun penjajahan atas Palestina tetap berlangsung.
Namun, di sisi lain, respon seperti yang ditunjukkan Uni Afrika menegaskan bahwa normalisasi tidak bisa menyembunyikan realitas penjajahan dan pelanggaran HAM yang terus terjadi. Momen pengusiran ini menjadi pengingat bahwa di tengah upaya pencitraan dan diplomasi penjajah Israel, banyak negara dan rakyat dunia yang tetap menolak untuk diam atas ketidakadilan.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!