Antara Penjual Es Teh dan Penjual Agama

Antara Penjual Es Teh dan Penjual Agama
Antara Penjual Es Teh dan Penjual Agama / Foto Istimewa

Bukan hanya hati Sunhaji sang penjual es teh saja yang terluka. Hinaan yang dilontarkan pada 20 November 2024 itu telah melukai perasaan seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, publik dan netizen Indonesia lebih meradang daripada Sunhaji yang dihina dan dipermalukan secara langsung di depan ratusan jamaah pengajian.

Sebagai penjual es teh keliling, Sunhaji mungkin sudah biasa menghadapi kerasnya kehidupan. Hinaan rendah tak pernah menggores tekad dia untuk mencari nafkah yang terbaik bagi keluarga. Ia harus mampu menepis dan menebalkan telinga untuk tak limbung oleh semburan hinaan semacam itu. Bagi dia, bisa menjual sebanyak mungkin es teh itu lebih penting daripada sekadar menghiraukan hinaan dari mulut rendah tanpa adab itu.

Seperti telah banyak beredar, Sunhaji menyatakan tidak marah dan telah memaafkan orang yang menghinakannya di depan umum tersebut. Tampaknya, sekian lama melakoni peran sebagai penjual es teh telah membuat hatinya cukup dingin menghadapi pongahnya kehidupan. Stay cool, bahkan senyumnya kerap terbit saat simpati membanjiri kehidupannya.

Pedagang kecil semacam Sunhaji kerap dipandang sebelah mata. Padahal, ketegaran mereka dalam menjalani hidup dan memikul beban keluarga sungguh patut diajungi jempol. Di dalam profesi sederhana mereka, sesungguhnya menjulang tinggi martabat mereka. Saat ada banyak kalangan yang menuntut diri untuk tampil selalu klimis, necis, parlente, seba wangi, dan wah di depan banyak orang, ternyata mereka harus melakukan tindakan tak bermartabat, hina, bahkan jahat, demi membiayai gaya dan penampilannya.

Betapa sering kita melihat banyak orang yang tampilannya luar biasa gagah, tak tahunya tukang tipu. Berapa banyak kita saksikan belakangan ini, istri-istri hedon para juragan, yang saban hari kerjanya flexing, ternyata dibiayai dari busuknya korupsi sang suami. Betapa sering kita melihat orang kaya luar biaya, dihormati, bahkan dianggap dermawan, tak tahunya itu semua dibiayai dari penghasilannya sebagai bandar judi online. Film-film bahkan kerap kali menggambarkan betapa berkelasnya gaya hidup para bandar Narkoba.

Partai, Bangsawan Partai, dan Feodalisme Politik
Hampir semua partai memiliki putera dan puteri mahkota. Mereka adalah anak-anak muda yang lahir sebagai bangsawan partai politik. Yaitu anak pendiri partai, anak ketua partai, dan anak sekumpulan elite partai. Apa kinerja dan prestasi mereka? Publik tak banyak tahu.

Ada banyak pria muda, wanita muda, bahkan yang paruh baya, harus buka layanan open BO untuk sekadar bisa hidup yang tetap terlihat klimis, mentereng, dan berkelas, meski itu semua harus mereka lakukan dengan menjual diri, menjual kehormatan, bahkan menggadaikan iman.

Senggol Martabat

Kontras di mata, profesi seperti yang dilakoni Sunhaji dan yang sejenis, memang membuat tampilan menjadi lusuh, kucel, dan berdebu. Sering mendapatkan tatapan hina, dianggap tak berkelas. Tetapi di balik semua penampilannya itu, mereka menggerakkan ekonomi tanpa melanggar hukum, tanpa merugikan orang lain, serta tetap menjaga martabat sebagai manusia.

Nah, marahnya netizen dalam kasus es teh ini, sesungguhnya lebih kepada tersenggolnya martabat publik yang terlecehkan. Sunhaji yang dihina, tetapi martabat kemanusiaan bernilai universal. Kita semua menjadi marah, karena martabat Sunhaji mewakili martabat kita!

Akibat paradigma kebendaan yang telah melilit mata hati, banyak di antara kita yang mengukur segala sesuatu sekadar dari penampilan fisik, outfit. Lupa bahwa hakikat tertinggi kemanusiaan bukan pada tumpukan materi.

Parahnya lagi, batin dan mentalitas kere yang akut serta silau kepada materi, membuat banyak orang mudah tunduk oleh kuasa materi. Betapa mereka rela menjilat, merendah kepada pejabat kaya yang pongah lagi kasar, meski ia tahu persis tumpukan materinya berasal dari korupsi!

Hari Guru: Antara Supriyani dan Gubernur Bengkulu
Gubernur Bengkulu yang dimaksud di sini adalah Rohidin Mersyah. Guru Supriyani dan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah adalah kisah guru korban pemerasan dan atasan yang menjadi aktor pemerasan terhadap guru.

Sunhaji hanya pedagang kecil. Pedagang es teh. Namun, di balik kesederhanaan profesinya itu, ia adalah lambang kemandirian, kerja keras, martabat, serta pahlawan keluarga.

Era Penjual Agama dan Ayat Allah

Profesi dagang atau jualan yang dilakoni Sunhaji adalah profesi terhormat di sisi Allah Swt. Hanya profesi ini yang Allah singgung langsung dalam Al Qur’an. Bahwa Allah Swt menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Namun, di dalam ayat lain Allah juga mengecam aktifitas jualan: Jualan ayat-ayat-Nya!

Sunhaji adalah penjual es teh manis, bukan penjual ayat Allah. Membawa teh yang ia sajikan dalam gelas, Sunhaji berkeliling menjemput pelanggan. Ia melihat banyak hamba Allah tengah berkerumun dalam tabligh akbar, majelis yang semestinya menjadi tempat asma Allah diagungkan. Majelis yang seharusnya mengajak manusia untuk tunduk kepada kebesaran Allah dan mengakui bahwa manusia itu dhoif tanpa kepongahan.

Itu fitrah dan insting pedagang keliling. Ada kumpulan orang artinya ada banyak pembeli. Dengan semua kelusuhan yang dengan jujur ia sandang, Sunhaji menjajakan dagangannya di tengah kumpulan orang-orang yang terlihat saleh itu. Bergamis putih, duduk takzim dalam majelis, dan dibimbing oleh para Gus dan Kiai yang ia sangka berhati lembut, welas asih, layaknya Sunan Kalijaga yang arif bijaksana.

Tetapi lain dimaksud lain didapat. Justru di tempat itu, Sunhaji mendapat hinaan dan umpatan kasar dari mereka yang bergelar pemuka agama, utusan presiden, klaim simbol toleransi. Lalu viral.

Tragis. Betapa akhir-akhir ini kita banyak disuguhi tindakan amoral dari para tokoh moral. Dunia yang penuh anomali.

Mungkin karena akhir zaman, ruhaniawan sejati semakin tenggelam. Youtuber-youtuber dangkal yang berjualan ayat dan agama lebih didengar. Kiai sejati semacam Gus Baha justru sepi dari amanah publik. Tetapi mereka yang mengais popularitas dari mengotak-atik isu keagamaan justru mendapat kepercayaan.

Anak Stroberi Tak Lahir dari Ayah dan Ibu Durian
Istilah Strawberry Generation menggambarkan generasi muda sekarang yang dianggap rapuh seperti buah stroberi—tampak indah di luar, tetapi mudah rusak saat mendapat tekanan.

Pemilu berulang kali. Menampilkan banyak penjual agama dan ayat-ayat Allah. Berpenampilan layaknya ahli surga, padahal motifnya hanya sekadar kuasa dan jabatan. Kaum muslimin, cerdaslah untuk menilai, mana dai illallah dan mana penjual ayat-ayat Allah. Jauhilah para penjual ayat Allah, meski pun tuturnya memikat tetapi agamanya tak pernah sampai hakikat.

Kiai dan dai sejati selalu bertutur kata santun dan berakhlak mulia. Mereka mengikuti kanjeng Nabi, mendahulukan adab sebelum ilmu. Cermatilah, adab dan perilakunya. Dai dan kiai sejati tak memburu jabatan.

Sunhaji hanya menjalankan skenario. Ia digerakkan oleh Allah yang Maha Adil. Awalnya, ia menyangka akan dapat pembeli, namun malah dapat umpatan. Ia berpikir cerita akan selesai, senyatanya Allah punya kehendak lain. Sunhaji banjir simpati, rezeki pun melimpah. Allah meninggikan derajat pedagang es teh dan merendahkan para penjual ayat-ayat-Nya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.