Mungkin banyak yang sudah pernah mendengar hadits Rasulullah saw ketika perang badar, yang mulai khawatir begitu melihat banyaknya tentara musuh. Jumlah mereka tiga kali lipat dengan persenjataan lengkap, sementara para sahabat hanya 300 orang dengan perlengkapan seadanya dan bukan orang terlatih, hanya bermodal semangat. Sampai akhirnya, beliau berdoa, mengangkat kedua tangan, mengucapkan kalimat yang sangat mengiris, mengapa sampai Nabi sendiri doanya seperti itu saking khawatirnya:
“Ya Allah, realisasikan kepadaku apa yang Kau janjikan, ya Allah, jika sekelompok pasukan muslim kali ini kalah maka Kau takkan disembah di muka bumi.” – HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi
Beliau berdoa kepada Allah SWT dengan suara keras, memelas, sampai selempang beliau terjatuh-jatuh saking memelasnya.
Tetapi saya tak sedang menyoroti doa ini. Mari kita fokus pada peran seseorang yang mendampingi beliau saat berdoa dan memungut selempang yang jatuh lalu memasangkannya kembali ke bahu sang Rasul sambil berkata,
“Sudah, ya Rasulullah. Kau telah cukup berdoa, Allah pasti memenuhi janji-Nya kepadamu.”
Dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Apakah dia lebih bertawakkal daripada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? Tentu tidak. Tetapi di saat seperti itu, seorang Nabi pun butuh penyemangat. Maka, Abu Bakar ketika itu bukan sedang berusaha mengajari Nabi, tetapi justru memberi semangat dan keteguhan agar kuat dan rasa khawatir itu hilang.
Baca Juga : Tiga Golongan Manusia dalam Merespon Dakwah Nabi
Nabi pun bisa sedemikian khawatir, bahkan mempertanyakan kapan datangnya pertolongan Allah sebagaimana yang Allah terangkan dalam surah al-Baqarah ayat 214:
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." – QS. Al-Baqarah : 214
Perhatikan, saking dahsyatnya cobaan itu sampai-sampai manusia terbaik di sisi Allah saja memelas pertolongan Allah. Semua itu tidak lain hikmahnya agar manusia selalu menghamba kepada Allah, tidak boleh merasa sombong, kuat, bisa mengatasi semua masalah tanpa pertolongan Allah. Maka, sebenarnya pertolongan Allah itu dekat, hanya saja diulur untuk menjadi ujian keimanan bagi hamba-Nya.
Bayangkan, kalau sekelas Nabi saja perlu dukungan moril dari orang lain, maka begitu pula para pejuang yang saat ini sedang berada di garis depan. Kita lihat bagaimana mereka begitu yakin kepada Allah. Tetapi ingat, bukan berarti mereka tak butuh penyemangat. Sebab, sekuat-kuatnya iman seseorang, tentu akan ada titik lemahnya, dan kita sebagai pendukungnya berkewajiban untuk menjaga mereka agar tetap kuat, meski kita sendiri sadar bahwa kalau kita berada di posisi mereka pun kita belum tentu kuat.
Baca Juga : Pentingnya Dukungan dari Orang Lain
Begitu pula pernah saya tuliskan dalam artikel sebelum ini, tentang bagaimana Imam Ahmad yang sudah mulai goyah dalam fitnah kemakhlukan Al Qur’an mendapat semangat dari seorang Arab badui dan seorang residivis pencuri.
Maka, setidaknya kita kali ini melaksanakan peran Abu Bakar. Menyemangati, sehingga Allah SWT membariskan kita bersama mereka. Penyemangatan kepada para pejuang bisa kita lakukan dengan menyuarakan berita mereka. Menuliskan ayat dan hadits tentang keutamaan jihad dan mati syahid, memuji mereka di media sosial kita, meluruskan berita miring tentang mereka, dan lain sebagainya. Itu semua tidak akan sia-sia. Allah akan menyampaikan suara kita ini kepada mereka dengan cara-Nya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!