Belajar Ikhlas Sepanjang Masa

Belajar Ikhlas Sepanjang Masa
Belajar Ikhlas Sepanjang Masa / Foto Istimewa

Ikhlas dalam bahasa Indonesia berarti tulus atau tidak mengharapkan balasan apa pun dari siapa pun. Secara lebih mendalam, ikhlas merujuk pada sikap hati yang murni dalam melakukan sesuatu, tanpa pamrih atau niat untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ikhlas sering kali dikaitkan dengan ketulusan dalam beribadah atau berbuat baik, ketika seseorang melakukannya semata-mata karena Allah atau demi kebaikan tanpa mengharapkan pujian atau balasan dari orang lain.

Ikhlas berasal dari kata “khalasha” yang berarti memurnikan atau tulus dan atau apa adanya. Di dalam Islam, ikhlas adalah salah satu prinsip dasar iman yang berarti melakukan segala sesuatu dengan tulus dan tanpa pamrih, dengan hanya berharap ridha Allah ﷻ.

Di dalam Islam, ikhlas memiliki beberapa ciri. Di antaranya adalah Niat yang murni; Konsisten dalam beramal; menghindari riya, sum'ah, dan 'ujub; Bersyukur dan tawakkal; Tidak berharap dipuji; Menganggap sama pujian dan hinaan; Mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia.

Ikhlas merupakan konsep yang penting dalam ibadah dan amal perbuatan seorang Muslim. Allah ﷻ hanya menerima amal yang dilakukan dengan niat yang ikhlas. Amal yang tidak didasari oleh niat yang ikhlas akan sia-sia dan tak mendapatkan pahala dari Allah ﷻ.

Ikhlas adalah amal ibadah yang dilakukan oleh hati. Nilai ibadah yang dilakukan oleh raga sangat bergantung pada nilai ikhlas yang ada di dalam hati seorang mukmin.

Kedudukan Hukum Positif dalam Konstelasi Hukum Islam
Menurut para ulama, sumber hukum Islam terdiri dari beberapa bentuk utama yang menjadi landasan dalam menetapkan hukum. Imam Al-Syafi’i, dalam karyanya, “Al-Risalah”.

Berkaitan dengan ikhlas, Syekh Nawawi Al-Bantani membaginya menjadi 3 tingkatan. Pertama, Ikhlash karena Allah. Ikhlash karena Allah menempati posisi pertama dan utama. Ikhlas dalam kelompok ini adalah jika seorang mukmin ketika beribadah kepada Allah ﷻ dan melakukan amal saleh, ia sama sekali tidak mengharapkan apa pun kecuali ridha Allah, tidak juga mengharapkan pahala surga atau untuk menghindari siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti ini berada pada tingkatan tertinggi.

Kedua, Ikhlash karena Akhirat. Tingkatan ikhlas kedua adalah beribadah dan beramal saleh karena mengharapkan pahala, mendapatkan surga, dan takut pada siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, tingkatan ikhlas ini berada pada tingkatan menengah.

Ketiga, Ikhlash karena Dunia. Tingkatan ikhlas terakhir adalah beribadah karena mengharapkan balasan di dunia. Misalnya, seseorang melakukan ibadah membaca Surat Al-Waqi‘ah dengan harapan bisa mendapat kekayaan, mengeluarkan sedekah karena berharap mendapat rezeki yang berlipat ganda, dan seterusnya. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti ini adalah ikhlash yang berada pada tingkatan paling rendah.

Seyogianya kita selalu belajar menjadi orang yang ikhlas atau Mukhlis. Terkadang, kita dalam hidup terkurung oleh kerangkeng katagori atau konsep yang tercipta sejak kita lahir, dan yang memengaruhi di awal hidup adalah keluarga, lalu lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggal, berikutnya di sekolah, dan berlanjut di tempat kerja. Semakin bertambah umur dan semakin luas pergaulan, akan semakin berlapis-lapis kerangkeng. Bagaikan kepompong yang semakin tebal akan berlapis-lapis kepompong yang menyelimuti dirinya.

Disebabkan oleh tebalnya katagori atau konsep dalam hidup, maka semakin seseorang sulit melepaskan kerangkeng kategori dan atau konsep dalam hidup, sehingga untuk berniat dan berbuat atau beramal yang murni menjadi relatif mendapatkan kesulitan. Oleh karena itu, seseorang atau siapa pun harus selalu melakukan pembelajaran di setiap waktu untuk melepaskan lapisan kepompong dan atau kategori atau konsep dalam hidup, agar bisa melepaskan lapisan kepompong kategori atau konsep, sehingga dalam niat dan berbuat atau beramal menjadi murni atau ikhlas.

Bagaimana Toleransi dalam Beragama?
Bagaimana dengan “toleransi beragama”? Buya Hamka pernah mundur dari jabatan Ketua MUI pada 19 Mei 1981 karena merasa ditekan oleh Menteri Agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara agar menghalalkan “Natal Bersama”.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin (terjemahan), ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Di dalam hal ini, terdapat tiga derajat keikhlasan. Pertama, “tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal, dan tidak puas terhadap amal”. Untuk bisa melepaskan kerangkeng katagori dan atau konsep dalam hidup, maka perlu diperhatikan bahwa ada tiga penghalang yang diciptakan seseorang dari amalnya. Pertama, pandangan dan perhatiannya. Kedua, keinginan atas imbalan dari amalnya. Ketiga, puas dan senang kepadanya. Padahal, semua kebaikan yang ada dalam diri seorang hamba semata-mata atas karunia Allah, pemberian, kebaikan, dan nikmat-Nya.

Kedua, “Malu terhadap amal sambil tetap berusaha untuk membenahinya, memelihara cahaya taufik yang dipancarkan Allah”. Seorang hamba akan merasa malu kepada Allah karena amalnya yang dirasa belum layak dilakukan. Namun, amal itu tetap ia upayakan dilakukan. Derajat ini mencakup lima perkara, antara lain amal, berusaha dalam amal, rasa malu kepada Allah, memelihara kesaksian, melihat amal sebagai pemberian, dan karunia Allah.

Ketiga, “Memurnikan amal, membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu, tunduk kepada hukum kehendak Allah dan membebaskannya dari sentuhan rupa”. Memurnikan amal ditafsirkan sebagai membiarkan amal itu berlalu berdasarkan ilmu dan ketundukan terhadap kehendak Allah ﷻ. Sementara itu, membebaskan dari sentuhan rupa artinya membebaskan amal dan ubudiyah dari selain Allah.

Allah ﷻ berfirman dalam QS Al-Bayyinah ayat 5: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

Mari, belajar terus menjadi orang Ikhlas.

Wallahu a'lam bishawwab.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.