Biarkan Rambutmu Menasihatimu

Biarkan Rambutmu Menasihatimu

Belum sampai juga kah nasihat itu kepadamu? Nasehat dari jarak yang dekat, bahkan lebih dekat dari kerabat terdekat. Tanpa suara, begitu halus nasihat itu, bahkan tak sempat menjelma layaknya bisikan paling lembut yang pernah kau dengar.

Karena kau, aku, dan kalian semua begitu perasa. Nasihat kata-kata sering terasa menampar wajah, atau menjewer telinga. Kita semua begitu perasa, tentu menjadi marah dengan tamparan, dan pukulan. Apalagi jika nasihat itu disampaikan melalui speaker yang diatur pada level suara di atas 100 desibel, dampaknya seperti sebuah tendangan yang mampu merobek jala harga diri.

Berpalinglah pada nasihat itu. Nasihat tanpa kata, alamatnya begitu jelas, dan spesifik; hanya untukmu! Nasihat yang tidak menampar, tidak menyindir, tidak didengar oleh orang lain. Nasihat itu datang dari bagian kepalamu sendiri,  dari rambutmu.

Zaman dahulu, rambut telah menjadi modal besar dalam pergaulan sosial dan bisnis. Disisir dengan cengkok sedemikian rupa, dipotong dengan aneka jenis gaya, dan tatanan rambut yang selalu sesuai trend terbaru. Keramas dengan sampo paling wangi, dan entah apalagi. Intinya, rambut menjadi bagian penting pertaruhan penampilan seseorang.

Simaklah baik-baik, Ia menyampaikan nasihatnya. Pertama, secara alamiah ia akan menipis, menyusut, dan berkurang jumlahnya. Sama seperti rejekimu yang akan semakin menipis, kekuasaanmu semakin menyusut, dan tenagamu semakin berkurang. Bukankah rambut dengan sangat verbal ingin mengatakan: “Jarakmu dengan liang kubur semakin dekat!”

Kedua, Warnanya memutih. Kau yang dahulu bangga dengan rambut hitammu yang lebat dan tertata. Mengingatkanmu pada suatu pagi, kala masih SMA, tak sengaja berdiri di bawah pohon Jambu Air yang sedang berbunga lebat. Sulur-sulur bunga jambu yang berwarna putih itu tertiup angin, jatuh di kepalamu. Tentu amat mengganggu, karena rambut gelapmu yang tertata rapi menjadi berwarna putih seperti ubanan.

Kini, benar-benar memutih. Bukan karena tertimpa sulur bunga Jambu Air. Tetapi tercelup di kedalaman usia. “Teman!, kita sudah tidak muda lagi”. Begitulah kira-kira sapaan rambut, saat kau melintas di depan cermin di suatu senja yang berangin.

Rambut menyampaikan tausiahnya kepadamu bahwa sudah saatnya kamu meninggalkan dunia hitam, songsonglah dunia putih! Berhentilah dari dosa-dosa. Mulailah untuk memaksimalkan kebaikan diri, cukup sudah semua kemaksiatan itu.

Rambut memutih itu menyarankan pula, bersegeralah memintal selembar kain putih. Karena batik, jas, seragam almamater, bahkan jubah kebesaran akan segera kamu tinggalkan. Tidak menyisakan secuil pun kebanggaan. Tidak akan dibawa di episode kehidupan yang berikutnya. Hanya selembar kain putih.

Tragis, jika nasihat yang disampaikan tanpa menimbulkan desiran angin itu pun kau abaikan.  Alih-alih merasakan getar nasihatnya. Rambut yang menipis dan memutih itu malah kita sesali, musibah, tidak bisa diterima, dan merusak penampilan diri.

Rambut putih penyampai sinyal kematian itu justru dicabut, disemir menjadi hitam lagi, atau menggantinya dengan wig rambut asli maupun sintetis. Bayangkan kala sinyal kereta api diabaikan oleh penjaga palang pintu kereta, Bukankah jadi musibah besar?

Hanya burung Gagak Hitam yang bulunya tak pernah berubah putih. Rambut di kepala manusia ditakdirkan beruban, memutih. Jika tak ingin tumbuh uban jadilah burung Gagak. Mungkin nasihat dan sinyal ruhani mampu terpancar dari uban dan rambut yang memutih karena usia, Rasulullah SAW bahkan melarang umatnya mencabut uban.

"Janganlah kalian mencabut uban, karena ia merupakan cahaya bagi seorang muslim. Tidaklah seorang muslim membiarkan ubannya selama ia masih Islam, kecuali Allah akan mencatat baginya satu kebaikan, mengangkat satu derajat dan menghapus satu kesalahan." -- HR Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah

Maka biarkan rambutmu menasihatimu. Jangan kau tepis nasihat yang telah ia selipkan dengan amat hati-hati ke dalam bilik hatimu, dengan pengabaian, bahkan penyangkalan.

Dengan izin Allah, rambut telah melakukannya dengan sir. Agar pesan itu bisa smooth landing pada kesadaran spiritual yang paling dalam. Tanpa mengusik ego yang paling rentan terusik. Maka cermatilah nasihatnya, rasakan pesan yang di sampaikan oleh Allah melalui rambut kita masing-masing.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.