Pada Jumat (29/12/2023) pagi, Capres (Calon Presiden) nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan, blusukan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Di tengah-tengah Anies berbicara ketika itu, salah seorang nelayan berteriak ke arahnya, “Prabowo! Prabowo!”
Terpicu oleh teriakan satu nelayan itu, nelayan yang lain pun ikut menyahut. “Prabowo! Prabowo!”
Mendengar teriakan-teriakan itu, Anies mengatakan, “Panjenengan (Anda, red) bebas, nanti mau milih 1 boleh, 2 boleh, 3 boleh, ya.” Anies melanjutkan, “Tetapi satu hal yang pasti, saya datang untuk berdialog dan kita siap untuk mendengarkan, supaya kebijakan yang dibuat bukan kebijakan dari awang-awang, tetapi kebijakan dari problematika yang ada di lapangan. Betul?”
Kalimat Anies itu disambut teriakan, “Betul”.
Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, seorang wisatawan bule bertanya soal gagasan Anies tentang pengembangan pariwisata Indonesia selain terfokus di Bali. Di Jakarta, para anak muda langsung bertanya soal SKB (Surat Keputusan Bersama) 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah, soal komunitas LGBT, soal ganja untuk kebutuhan medis, dan tentang bagaimana Anies menyusun kabinet jika berkuasa nanti. Di Lampung, saat menghadiri acara “Desak Anies”, seorang penanya yang berkaos capres lain pun ikut bertanya. Siapa pun memang boleh bertanya di acara “Desak Anies”.
Konsep kampanye “Desak Anies” sangat inklusif. Pesertanya tidak eksklusif hanya pendukung dan simpatisan. Semua orang boleh ikut bergabung. Bisa dan bebas mengajukan pertanyaan terbuka tentang apa pun. Tidak ada yang membatasi, apalagi didesain. Semuanya natural, autentik, bukan lipstik.
Baca juga: Kepemimpinan yang Berkah
Menurut Anggota Dewan Redaksi Media Grup, Ahmad Punto, model kampanye seperti ini berisiko tinggi. Kandidat harus siap dikuliti. Siap didesak, dicecar dengan pertanyaan apa saja. Salah jawab sedikit saja, boleh jadi akan berbalik menjadi serangan dan sasaran tembak oleh lawan politiknya. Jika kandidat tidak memiliki bekal pemikiran dan gagasan yang kuat dengan ragam pertanyaan, publik serta merta bakal mempermalukan dia.
Gaya kampanye “Desak Anies” merupakan fenomena baru dalam kancah demokrasi di Indonesia. Kampanye yang menggelorakan dialogis yang substansial dan mencerdaskan. Kampanye yang menguji kapasitas, pemikiran, gagasan, visi-misi, dan rekam jejak, bukan sekadar orasi, pertanyaan seperti cerdas cermat yang normatif, dan joget-joget sambil bagi-bagi fulus.
Bagaimana respon publik dengan model kampanye “Desak Anies”? Berdasarkan riset Ismail Fahmi pendiri Drone Emprit, setelah Debat Capres, kepopuleran kampanye “Desak Anies” di pemberitaan online mulai mengalahkan “Gemoy” yang merupakan ciri khas Prabowo. Di Twitter atau platform X, “Desak Anies” pun mengalahkan “Gemoy”. Namun, di Facebook dan Tik Tok, “Gemoy” masih belum terkalahkan oleh “Desak Anies”. Di sejumlah daerah, antusiasme peserta sungguh luar biasa. Hingga jumlah yang hadir melebihi kapasitas tempat yang ada.
Model kampanye seperti ini mengingatkan pada kisah Mush’ab bin Umair, saat menjadi duta Rasulullah ﷺ di Madinah. Ketika itu ada tokoh Madinah yang mengusirnya dengan berkata, “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini? Apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!”
Mush'ab bin Umair pun mengeluarkan kalimat halus. “Mengapa Anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya nanti Anda menyukai, Anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak Anda sukai itu.”
Yang diminta Mush’ab hanyalah orang itu bersedia mendengar dan bukan hal lainnya. Jika ia menyetujui, ia bisa membiarkan Mush'ab. Dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkannya.
Mush’ab bin Umair membiarkan penduduk Madinah bertanya tentang apa saja yang menjadi uneg-uneg dan hal-hal yang ingin mereka ketahui. Setelah itu, ia membiarkan mereka menimbang dan menilainya. Dakwah model seperti ini menyentuh nurani, akal, dan menyedot perhatian yang luar biasa. Sehingga, Madinah menjadi tempat yang kondusif bagi dakwah Rasulullah ﷺ.
Apakah keberhasilan Mush’ab bin Umair di Madinah itu akan berulang pada Anies Baswedan?
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!