Tanya:
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Ustadz, saya ingin tanya. Bolehkah melaksanakan aqiqah (akikah) di hari keempat setelah bayi lahir?
Faisal, Pamekasan.
Jawab:
Wa‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali, hal itu dibolehkan. Artinya, akikahnya sah, hanya saja menyelisihi sunnah, karena sunnahnya akikah itu dilaksanakan di hari ketujuh, sebagaimana hadits Samurah bin Jundab RA, Rasulullah saw bersabda,
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ، وَيُمَاطُ عَنْهُ الْأَذَى، وَيُسَمَّى
“Semua anak tertahan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dihilangkan kotoran (dukur rambut) dan diberi nama” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasa`iy).
Al-Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ jilid 8 halaman 427 mengatakan,
فان قدمه على اليوم السابع أو أخره أجزأه لانه فعل ذلك بعد وجود السبب
“Kalau dia mendahulukannya sebelum hari ketujuh atau mengundur setelahnya, maka itu sah, karena dia telah melakukan setelah adanya sebab”.
Maksud An-Nawawi di sini, sebab adanya akikah adalah kelahiran bayi dalam keadaan hidup. Maka, ketika sebab itu sudah muncul, berarti hukum juga muncul. Sehingga, jika langsung dilaksanakan, berarti sudah sah. Ada pun hari ketujuh hanya afdhal-nya saja dan bukan syarat sah pelaksanaannya.
Zakariya Al-Anshari dari kalangan ulama madzhab Syafi’i mengatakan dalam kitab Al-Ghurar Al-Bahiyyah jilid 5 halaman 171:
وَوَقْتُهَا مِنْ مُذْ جَاءَ الْوَلَدُ أَيْ: مِنْ حِينِ وِلَادَتِهِ إلَى بُلُوغِهِ فَلَا تُجْزِئُ قَبْلَهَا
“Waktu akikah itu adalah ketika bayi sudah lahir sampai baligh. Tidak sah sebelumnya”.
Maksudnya, tidak sah akikah sebelum anak lahir, tetapi kalau sudah lahir maka sah.
Sedangkan dari madzhab Hanbali, ada pernyataan tegas dari Mar’iy bin Yusuf Al-Karmi dalam kitab Ghayatul Muntaha jilid 1 halaman 450:
تُذْبَحُ في سَابعِ ولَادَةٍ ندبا ضحوةً، وَتُجْزِئُ قَبْلَهُ لَا قَبْلَ ولَادَةٍ
“Akikah itu disembelih pada hari ketujuh kelahiran sebagai sebuah kesunnahan, tetapi sah pula kalau sebelumnya, tetapi tidak sah kalau sebelum kelahiran”.
Ibnu Al-Qayyim juga mengatakan dalam kitab Tuhfatul Maudud halaman 63:
والظاهر أن التقييد بذلك استحباب وإلا فلو ذبح عنه في الرابع أو الثامن أو العاشر أو ما بعده أجزأت
“Zahirnya (yang lebih kuat) penyebutan angka hari ketujuh itu hanyalah sunnah, artinya kalau dia menyembelih pada hari keempat, kedelapan, atau kesepuluh, maka itu sah”.
Inilah pendapat yang kami pilih karena madzhab Hanafi, Maliki, dan Zhahiri, mengatakan, tidak sah penyembelihan sebelum hari ketujuh. Sebab memilih pendapat ini adalah menganalogikan dengan pembayaran zakat setelah sampai nishab tetapi belum masuk haul, di mana mayoritas ulama kecuali Malikiyyah membolehkannya. Wallahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!