Fenomena banyaknya gereja yang kosong bahkan dijual di Eropa, dan pertumbuhan cepat Islam di wilayah yang sama, adalah isu kompleks yang melibatkan berbagai faktor. Misalnya faktor sosial, budaya, dan demografi. Berikut ini adalah beberapa alasan utama yang diidentifikasi oleh para ahli serta data statistik yang mendukung fenomena tersebut.
Sekularisasi adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah jemaat gereja di Eropa. Menurut seorang sosiolog dari University of Exeter dan penulis buku “Religion in Britain: A Persistent Paradox”, Dr. Grace Davie, Eropa mengalami penurunan dramatis dalam kepercayaan dan praktik agama Kristen sejak pertengahan abad ke-20. Sekularisasi di Eropa tidak hanya mencakup penurunan kehadiran di gereja, tetapi juga pergeseran nilai-nilai sosial yang lebih sekuler dan liberal.
Menurut data dari Pew Research Center, persentase orang Eropa yang menghadiri kebaktian gereja setidaknya sekali seminggu sangat rendah di banyak negara. Misalnya, di Swedia hanya sekitar 2% penduduk yang menghadiri kebaktian mingguan, sementara di Inggris hanya sekitar 10%. Di banyak negara lainnya di Eropa Barat, tren serupa itu pun terjadi dengan penurunan tajam dalam beberapa dekade terakhir.
Sementara itu, terjadi pertumbuhan populasi Muslim di Eropa. Pertumbuhan populasi Muslim itu sebagian besar didorong oleh migrasi juga pertumbuhan mualaf.
Menurut laporan dari Pew Research Center, populasi Muslim di Eropa diperkirakan akan terus tumbuh dari sekitar 4,9% pada tahun 2016 menjadi 7,4% - 14% pada tahun 2050, tergantung pada tingkat migrasi di masa depan. Migrasi dari negara-negara dengan mayoritas Muslim semisal Suriah, Irak, dan Afghanistan, serta pesatnya arus mualaf telah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ini. Selain migrasi, arus mualaf dan tingkat kelahiran yang lebih tinggi di antara populasi Muslim juga berkontribusi pada pertumbuhan cepat komunitas Muslim di Eropa.
Menurut laporan yang sama dari Pew Research Center, rata-rata tingkat kelahiran Muslim di Eropa adalah 2,6 anak per wanita, dibandingkan dengan 1,6 anak per wanita di populasi non-Muslim di Eropa.
Islam sering kali memberikan rasa komunitas yang kuat dan dukungan sosial bagi para pengikutnya, yang dapat menarik lebih banyak orang untuk bergabung atau tetap terlibat aktif dalam komunitas Muslim.
Menurut seorang ahli Islam dan politik dari University of Birmingham dan Harvard University, Dr. Jocelyne Cesari, komunitas Muslim di Eropa sering kali lebih terorganisasi dan terlibat dalam kegiatan sosial, sehingga menciptakan lingkungan yang mendukung dan mengundang bagi anggotanya.
Penurunan kehadiran gereja di Eropa dan pertumbuhan cepat Islam adalah hasil dari kombinasi faktor-faktor semisal sekularisasi, migrasi, tingkat kelahiran yang lebih tinggi, arus mualaf, dan dinamika komunitas yang kuat.
Meski pun tren ini menunjukkan perubahan signifikan dalam lanskap religius di Eropa, penting untuk memahami bahwa agama dan keyakinan selalu berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai kondisi sosial dan demografis.
Sumber:
- Pew Research Center, “Religious Composition by Country, 2010-2050”.
- Pew Research Center, “Europe's Growing Muslim Population”.
- Pew Research Center, “Muslim Fertility Rates”.
- Jocelyne Cesari, “Why the West Fears Islam: An Exploration of Muslims in Liberal Democracies”.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!