Penulis: M. Rasyid Ridha M (Mahasiswa International University of Africa)
Politik adalah salah satu agenda dakwah nabi. Ketika memulai dakwah di Makkah fokus nabi adalah pengaderan atau memperkuat basis ruhiyyah imaniyyah yang kokoh pada diri para sahabat. Setelahnya, nabi saw dan para sahabat berhijrah ke Madinah.
Di Madinah, nabi saw memulai agenda politiknya. Diawali dengan mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshor kemudian disusul dengan membangun basis politik dengan mendirikan Negara Madinah. Ini sebagai skenario dakwah nabi agar nilai-nilai Islam bisa dengan mudah menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Sebagai sebuah negara, tentu dibutuhkan landasan dasar sebagai panduan dalam menetukan kebijakan dan arah politik di kemudian hari. Lantas apa saja landasan politik ala nabi?
- Rabbaniyyah (Ketuhanan/Keluruhan)
Sebagai seorang utusan Allah, yang dibawa nabi adalah risalah Ketuhanan. Risalah yang dimaksud adalah Al Quran. Karenanya, nilai-nilai yang ada dalam Al Qur’an menjadi landasan utama dalam menentukan kebijakan politik.
Setidaknya terdapat dua makna utama dari Rabbaniyyah, yaitu Rabbaniyah Masdar (Keluruhan Sumber) dan Rabbaniyah Wijhah (Keluhuran Tujuan).
Rabbaniyah Masdar yang dimaksud adalah Al Qur'an. Sumber yang serba valid ini antara lain memiliki beberapa muatan:
- Menjaga dari pertentangan
- Berlepas dari kecondongan terhadap personal tertentu
- Menghadirkan rasa hormat dan kepatuhan
- Melepaskan manusia dari menyembah kepada sesama manusia
Sedangkan Rabbaniyah Wijhah bertujuan untuk mengarahkan manusia agar seluruh amalnya diniatkan demi mendapatkan Ridho Allah Swt.
2. Assyumuliyah (Integral)
Syumuliyah yang menjadi karakteristik dari agama Islam adalah landasan kedua dalam politik nabi. Integral adalah konsekwensi dari penerapan rabbaniyah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-nahl ayat 89:
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Alqur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ( Q. S, An-nahl 89 )
Politik integral nabi maksudnya adalah bahwa kebijakan yang diambil demi kemaslahatan setiap golongan, tidak hanya untuk kepentingan ummat islam saja tapi untuk siapa saja yang membutuhkannya.
3. Alwaqi’iyah (Realistis)
Realistis adalah landasan selanjutnya. Dalam membangun politik, bukan berasal dari sebuah khayalan. Tapi politik yang dibangun nabi adalah politik yang melihat keadaan masyarakat pada saat itu. Kemudian menyelaraskan dengan kebutuhan manusia dan budaya. Sehingga Inti dari hadirnya agama Islam sebabai solusi atas keadaan zaman terimplementasikan.
Ada 3 indikator dasar dari poin ini. Pertama, memunculkan kebijakan yang dapat di terapkan dengan objektif, terukur, dan baik bagi kehidupan masyarakat.
Kedua, memandang bahwa pemimpin adalah manusia biasa memiliki hak yang harus diberikan dan memiliki kewajiban yang harus ditunaikan. Sehingga tidak memaksakan sesuatu diluar hak dan kewajibannya.
Ketiga, bahwa rakyat juga adalah manusia biasa, yang memiliki hak dan juga kewajiban. Sehingga tidak dibenarkan merampas hak rakyat tanpa alasan yang dibenarkan.
4. Alwashatiyah (Moderat)
Moderat atau pertengahan adalah ciri khas Islam. Hal ini sebagaimana sifat tengah-tengah dalam aqidah, dalam syariat, dalam hubungan antar manusia, dll.
Politik tengah-tengah ini bukanlah politik diktator dimana rakyat sama sekali tidak dilibatkan dalam sistem bernegara, melainkan sistem politik yang melibatkan rakyat di dalamnya untuk bersama-sama membangun negara.
Kurang lebih 4 poin di atas adalah landasan politik nabi yang dalam membangun Negara Madinah. Dengannya Negara Madinah menjadi kokoh serta syiar dakwah Islam semakin luas jangkauannya hingga ke Eropa timur. Wallahu’alam
Referensi :
- Jawanib assiyasiyah fi khutobi Annabi, Dr. Ismail Ali Muhammad
- Nidzomu Assiyasi fil islam, Dr. Su’ud Bin Sulaiman.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!