Fufufafa adalah akun anonim yang sesungguhnya biasa-biasa saja. Banyak netizen yang menggunakan akun anonim untuk berbagai kepentingan berselancar di dunia maya. Tentu dengan berbagai alasan. Mengapa seseorang harus menggunakan akun anonim, padahal ayah dan ibunya telah memberikan nama terbaik, diiringi prosesi selamatan dan doa-doa saat nama itu disematkan?
Nama anonim umumnya memang dipakai untuk menyamarkan identitas asli. Salah satunya agar tingkah di dunia maya tidak nyambung dengan identitas asli. Norma di dunia nyata kerap menjadi hambatan untuk berbagai tingkah dan syahwat yang perlu diekspresikan apa adanya.
“Ora ilok yen anak e Pak Lurah ngendiko saru”. Begitulah norma membatasi perilaku. Padahal, meski anak lurah, bupati, atau bahkan presiden, kadang-kadang ia perlu misuh-misuh, untuk sekadar mengungkapkan kekesalan di hati. Dunia maya dan media sosial memberikan ruang yang lebih bebas untuk mengekspresikan diri sesuai yang kita inginkan. Tetapi dunia maya juga merekam semua perilaku dan jejak digital kita.
Itu sebabnya, banyak pihak yang ingin menjadi pribadi yang berbeda dan tak terhubung sama-sekali dengan identitas aslinya di dunia nyata. Nah, di situlah akun anonim kerap dibutuhkan. Tujuannya, agar tak ketahuan kalau kita ini anak Pak Lurah, Pak Wali Kota, Pak Presiden, dan seterusnya.
Sejauh tidak menghina dan julid dengan orang lain, maka tak akan ada pihak yang mengulik identitas aslinya. Tak akan ada pertanyaan dari netizen, “Fufufafa itu bin siapa?”
Masalahnya, pada kasus akun Fufufafa, sang pemilik akun tampaknya memang menargetkan orang lain untuk hobi nyinyir-nya. Celakanya, mereka yang pernah ia julidin ternyata figur publik. Bahkan, yang paling bikin netizen jadi gemas dan meradang, Fufufafa kerap nyinyir kepada Prabowo Subianto, yang saat ini menjadi Presiden terpilih!
Tentu saja, para pendukung Prabowo dan rakyat Indonesia tak rela, lalu marah dengan sikap Fufufafa. Jadilah akun ini sebagai common enemy.
Hukum Tak Tegak, Netizan Bertindak
Dan seperti biasa, kalau netizen Indonesia sudah berkolaborasi untuk menarget sebuah akun yang dianggap sebagai musuh kebaikan, sedangkan tidak ada tindakan hukum sebagaimana mestinya, tanpa dikomando netizen pembela kebenaran akan bertindak. Tentu dengan semua cara yang mereka bisa, yang kadang kala tidak selalu benar juga.
Maka, geger Fufufafa menjadi gunjingan nasional. Netizen berhasil membedah jeroan akun Fufufafa. Tak hanya julid kepada sosok Prabowo Subianto, akun ini juga kerap berkomentar cabul pada beberapa sosok artis nasional papan atas.
Setelah semua data nyaris tersingkap, netizen dibuat keki. Tidak ada pihak yang melaporkan akun ini kepada pihak kepolisian. Padahal, urusan menghina di media sosial biasanya kerap menjadi delik aduan. Rocky Gerung sering menjadi sasaran laporan pelanggaran UU ITE dan ujaran kebencian karena berbagai kritik-sarkasme yang ia kemukakan. Fufufafa jelas melakukan tindakan yang jauh lebih kasar dan lebih tidak sopan dari sarkasme Rocky Gerung.
Namun aneh, hingga jutaan copy hasil screenshot penghinaan Fufufafa terhadap sosok Presiden terpilih itu beredar luas, tak ada satu pun laporan dilayangkan terhadap akun ini. Walhasil, netizen pun semakin penasaran untuk mengulik lebih jauh sosok di balik akun anonim Fufufafa.
Lalu, semuanya menjadi makin lebar tersibak. Fufufafa terhubung dengan akun Chili Pari dan bermuara pada sosok Gibran Rakabuming Raka! Ya, putra sulung “Raja Jawa”-nya Bahlil Lahadalia.
Meski Menkominfo, Budi Arie Setiadi, menampik keras bahwa Fufufafa adalah Gibran, tetapi fakta dan jejak digital yang telah menjadi hidangan publik membuat netizen tidak berubah pikiran dan keyakinan: Fufufafa = Gibran! Apalagi, Budi Arie juga tak bisa menjawab saat wartawan bertanya, “Jika bukan Gibran, lalu siapa di balik Fufufafa?” Dengan ceroboh, sang Menkominfo Budi Arie justru menjawab, “Belum tahu. Belum diteliti.”
Publik yang cerdas akan membalik jawaban tersebut. Jika belum tahu dan belum diteliti, lantas bagaimana bisa simpulkan bahwa itu bukan Gibran?
Diamnya pihak kepolisian dan pihak-pihak lain yang seharusnya menindak lanjuti temuan netizen ini, juga semakin menguatkan dugaan bahwa Fufufafa adalah Gibran. Jika bukan dia, tentu sudah akan ada tindakan tegas yang terukur dari pihak berwajib.
Julid, Saru, dan Tak Bertanggung Jawab
Bagi masyarakat, situasi menjadi makin terasa paradoksal dan pelik. Terutama jika dikaitkan dengan posisi Gibran Rakabuming Raka saat ini, sebagai Wapres terpilih yang mendampingi Sang Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang tak lain adalah sosok yang kerap dihina dan dijulidin oleh Fufufafa di Kaskus.
Membaca komentar dan sinisme Fufufafa, jelaslah pada beberapa tahun yang lalu Fufufafa adalah pembenci besar pribadi Prabowo Subianto. Kebencian yang bersifat personal. Ada lontaran hinaan-hinaan yang sungguh tak pantas untuk diungkapkan di muka publik. Menyangkut diri dan keluarga Prabowo Subianto, yang secara pribadi tidak pernah berurusan dengan Gibran yang diduga menjadi pemilik akun Fufufafa.
Publik dibuat mumet setengah mati tentang pola kepemimpinan yang akan terjadi dari duet yang aneh ini. Betapa tak aneh, mau menjadi Wapres dari sosok yang sungguh ia benci? Bagaimana kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara kita ke depan? Bukankah di pundak mereka berdua martabat bangsa tengah dipertaruhkan? Lantas bagaimana pula menjelaskan kebencian dari masa lalu itu dapat tuntas begitu saja?
Membaca Fufufafa melalui temuan netizen, kita akan berkesimpulan bahwa sosok pemilik akun itu memiliki karakteristik julid, saru, dan tak bertanggungjawab. Julid adalah istilah dalam bahasa gaul yang menunjukkan karakteristik orang yang suka nyinyir, berkomentar pedas yang dilandasi oleh adanya rasa benci dan kedengkian pada seseorang. Saru adalah bahasa Jawa yang memiliki makna tidak sopan, tidak pantas, cabul, atau tindakan tak senonoh lainnya. Bisa berupa ucapan cabul atau tindakan tidak sopan kepada orang yang lebih tua. Tidak bertanggungjawab, karena hingga hari ini pemilik akun ini tidak secara gentleman mengakui bahwa ia adalah pemilik akun tersebut dan meminta maaf kepada pihak yang telah dihinanya.
Netizen yang paham pun mulai gelisah membayangkan bagaimana sosok seperti ini berada di pusaran kekuasaan. Kualitas kepemimpinan seperti apa yang bisa kita harapkan dari pribadi semacam Fufufafa?
Masyarakat Indonesia masih kental dengan budaya paternalistik. Jika pribadi seperti Fufufafa ini menjadi pemimpin nasional, ada kekhawatiran, bangsa kita akan mengalami krisis keteladanan.
Jejak Masa Lalu Akankah Membunuh Karir Masa Depan?
Kegelisahan tentang kualitas kepemimpinan dan duet Presiden dan Wakilnya yang tidak saling menguatkan, menggerakkan sejumlah gagasan mendasar yang bermuara pada pertanyaan, mungkinkah pemilik akun Fufufafa dibatalkan pelantikannya sebagai Wapres?
Indonesia Lawyers Club, acara talkshow kondang di tanah air yang dipandu oleh jurnalis senior Karni Ilyas, termasuk yang memfasilitasi dialog tentang pertanyaan tersebut. Ya, ketidak-pantasan yang ditunjukkan oleh polah akun Fufufafa telah membuka kemungkinan untuk menggagalkan pelantikan Gibran sebagai Wapres terpilih. Jika pun ia sudah kadung dilantik, peluang impeachment bisa ditempuh karena alasan ketidak-pantasan itu.
Publik tahu belaka, ada sejumlah ketidakpatutan lain yang mengiringi langkah politik Gibran di pentas politik nasional. Polemik soal putusan MK yang memuluskan pencalonan Gibran adalah satu di antara ketidakpatutan yang paling mencolok.
Penghinaan Gibran terhadap Prof. Dr. Mahfudz MD dalam debat Capres beberapa waktu lalu juga masih terekam dalam benak publik. Tentang betapa tak pantasnya kelakuan itu. Kini, semua konfigurasi ketidakpatutan seperti menyatu melalui jejak digital akun Kaskus Fufufafa.
Dengan rekam jejak seperti itu, masih perlukah Gibran dipertahankan sebagai Wapres? Sudut pandang moralitas, hukum, dan ketatanegaraan, serta norma masyarakat-lah yang akan menentukan pantas atau tidaknya Gibran menapaki karir politiknya sebagai Wapres.
Di Inggris, beberapa tahun yang lalu seorang pejabat menteri bernama Brooks Newmark mengundurkan diri karena ketahuan mengirim pesan tak senonoh kepada seorang wartawan. Chiu Wen Ta mundur sebagai Menteri Kesehatan Taiwan lantaran skandal minyak untuk makanan yang terkontaminasi. Bukan karena tindakannya, tetapi lebih karena tanggung jawab moral yang membuat Chiu Wen Ta mundur.
Fufufafa jelas memiliki kesalahan moral yang lebih parah daripada dua menteri dari dua negara tersebut. Akankah ia mundur? Atau haruskah ia dimundurkan?
Wallahu a’lam. Yang pastinya, tingkah polahnya di masa lalu bisa menjadi hantu yang mematikan karirnya di masa depan. Lihatlah, rangkaian proses ke arah itu kini telah dimulai!
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!