Tanya:
Assalamu‘alaikum ustadz,
Ada donatur kami yang bertanya seperti ini:
“Ngomong-ngomong, mas, saya mau tanya, misalnya haji itu harus qurban, apakah di Makkah-nya atau bisa qurban itu dikirim ke Palestina?”
-- Romi, GF.
Jawab:
Wa‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Jamaah haji asal Indonesia umumnya tetap wajib qurban di Makkah yang dinamakan hadyu karena melaksanakan haji secara tamattu’ ataupun qiran, dan itu wajib melaksanakan hadyu yaitu qurban yang disembelih di Makkah, sebagaimana perintah dalam surah Al Baqarah ayat 196.
Kemudian, disunnahkan bagi jamaah haji untuk melakukan hadyu (qurban) di Makkah. Tetapi mereka tetap dibolehkan berqurban (udh-hiyah) di negerinya sendiri menurut mayoritas ulama.
Kemudian, qurban di luar tempat tinggal pequrban sendiri memang menjadi khilafiyyah di kalangan para ulama. Misalnya, orang Indonesia bolehkah berqurban di Palestina? Kebanyakan ulama klasik tidak membolehkan itu, sebagaimana mereka tidak membolehkan zakat dibawa ke luar daerah muzakki, kecuali kalau negeri tersebut lebih membutuhkan.
Tetapi pendapat yang lebih kuat insya Allah hal itu dibolehkan berdasarkan tujuan syariat di mana ibadah qurban ini tidak dibatasi di tempat pequrban semata. Apalagi di daerah yang memang sangat memerlukan.
Referensi:
- Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (8/383):
“Asy-Syafi’i mengatakan dalam kitab Adh-Dhahaya (tentang qurban) dari Mukhtashar Al-Buwaithi: ‘Udh-hiyah itu sunnah bagi semua yang mampu dari kalangan muslimin, baik penduduk kota maupun desa, yang sedang safar maupun yang sedang di rumah, yang sedang haji di Mina maupun bukan, baik yang sudah punya hadyu (qurban di Makkah) maupun yang belum punya hady’.”
- Ibnu Hazm berkata dalam kitab Al-Muhalla (5/314):
“Udh-hiyah (qurban) tetap sunnah bagi orang yang sedang haji maupun tidak sedang haji.”
- Al-Abbadi Asy-Syafi’i mengatakan:
“Harus diketahui bahwa yang dimaksud di negerinya di sini adalah negeri tempat penyembelihan. Ada sebagian santri yang menyangka bahwa syarat sahnya qurban adalah harus disembelih di negerinya si pequrban, sehingga qurban di negeri lain jadi terlarang.
INI ADALAH WAHM.
Padahal tidaklah diharuskan qurban itu di negeri sendiri, di manapun dia qurban baik dia sendiri yang menyembelih ATAU MEWAKILKAN kepada orang atau di perkampungan terpencil (badiyah), maka itu sah.
Yang terlarang itu adalah memindahkan daging itu dari kampung penyembelihan tersebut bila banyak miskin yang membutuhkan. Atau kalau tidak ada miskin di situ maka pindah ke yang dekatnya.” (Al-Ghurar Al-Bahiyyah jilid 10 halaman 27 terbitan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, bagian catatan kaki (hasyiyah) Al-Abbadi)
- Situs https://www.iico.org/ar/news-ar/odhya.html Berupa fatwa dari Prof. Dr. Ajil An-Nasymi Ketua Dewan Fatwa dan Pengawasan Syariah International Islamic Charity Organization.
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!