Tanya:
Assalamualaikum…
Afwan tadz mohon pencerahan. Ada kasus orang yang mau menggadaikan rumahnya. Dia menyebutnya sebagai gadai huni, rumah menjadi jaminan yang bisa ditempati. Si A gadai ke si B gadai huni, rumah si A jadi jaminan dan si B boleh menempati rumah si A.
Yang mau saya tanyakan: Gadai huni itu hukumnya bagaimana dalam Islam? Apakah diperbolehkan?
Terimakasih.
-- Pudji Ahmad, Facebook.
Jawab:
Waalaikum salam warahmatullah,
Dalam hukum fikih Islam, barang yang digadaikan itu bila berasal dari akad qardh atau hutang uang maka dia tidak boleh digunakan oleh kreditur alias pemberi hutangan atau pinjaman. Di Indonesia, umumnya kalau orang melakukan gadai maka akad utamanya biasanya pinjam uang yang dalam fikih disebut qardh. Para ulama sepakat dalam akad qardh kreditur atau penerima gadai tidak diperbolehkan memanfaatkan barang gadai meski diizinkan oleh debiturnya atau si pemberi gadai, karena itu termasuk qardh yang menyeret manfaat bagi kreditur dan itu adalah riba.
Maka, akad gadai huni di mana seorang debitur meminjam uang kepada kreditur dengan menggadaikan rumahnya lalu rumah ini diberikan kepada kreditur untuk ditempati tanpa sewa maka ini dilarang di semua madzhab. Kecuali kalau itu dihitung sewa atau dipotong hutang, maka itu dibolehkan asalkan harganya adalah harga pasaran, jangan sampai ada diskon khusus buat kreditur lantaran piutangnya.
Intinya semua keuntungan materiil bagi kreditur apakah itu dalam bentuk penambahan piutang (bunga), hak pemanfaatan barang, dan manfaat lainnya yang didapatkan karena dia telah dianggap berjasa meminjamkan uang maka dianggap riba yang dilarang.
Baca juga: Shalat dengan Pakaian Bernajis karena Terpaksa
Referensi:
- Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Kafi fii Fiqhi Ahli Al-Madinati Al-Maliki hal. 414:
“Adapun akad salaf (hutang uang dan sejenisnya) maka tidak boleh siapapun meminjamkan uang dengan jaminan gadai mensyaratkan pemanfaatan barang gadai itu, karena itu adalah riba, bahkan sekalipun gadai itu adalah mushaf Al-Qur`an atau buku, apalagi barang lain.”
- Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (tahqiq At-Turki) jilid 6 hal. 509:
“Jikapun penggadai (debitur) mengizinkan kepada penerima gadai (kreditur) memanfaatkan barang gadai tanpa imbalan dan hutang gadai itu berupa akad qardl (pinjam uang dan semisalnya -penerj) maka itu tidak diperbolehkan, karena berarti menghasilkan qardl yang menyeret keuntungan bagi kreditur dan itu haram. Imam Ahmad berkata, “Aku tidak suka qardl jaminan rumah karena itu adalah riba murni.”
"Maksudnya bila rumah itu menjadi barang gadai bagi akad pinjam uang yang bisa dimanfaatkan oleh kreditur."
- An-Nawawi dalam kitab Raudhatu Ath-Thalibin jilid 4 hal. 99:
“Seorang murtahin (penerima gadai, kreditur) tidak berhak apapun kecuali hak jaminan dan dia dilarang melakukan apapun dalam bentuk perbuatan maupun perkataan dan juga dilarang menggunakan (barang gadai).”
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!