Ironi Roger Bacon: Tragedi Plagiarisme di Balik Kebesaran Saintis Modern Eropa

Ironi Roger Bacon: Tragedi Plagiarisme di Balik Kebesaran Saintis Modern Eropa
Ironi Roger Bacon: Tragedi Plagiarisme di Balik Kebesaran Saintis Modern Eropa / Foto Istimewa

Roger Bacon, yang sering dianggap sebagai bapak ilmu pengetahuan di Eropa, menjadi ikon yang dihormati dalam sejarah sains karena kontribusinya yang disebut-sebut inovatif dalam bidang optik. Namun, statusnya sebagai tokoh pelopor ilmu pengetahuan itu runtuh setelah ditemukan bahwa karya besarnya, “The Optic”, memiliki kesamaan yang sangat mencolok dengan karya ilmuwan Muslim Ibn al-Haytham, yaitu Kitab “al-Manazir”.

Sejarawan sains semisal George Sarton dalam bukunya “Introduction to the History of Science” mengungkapkan bahwa Bacon tidak hanya mengadopsi, tetapi secara signifikan menyadur konsep yang telah lebih dahulu dijelaskan oleh Ibn al-Haytham.

Menurut Sarton, apa yang terjadi pada Bacon bukanlah sekadar “inspirasi”, melainkan peniruan intelektual yang melewati batas etika akademik, sehingga patung Bacon yang telah lama berdiri dihancurkan sebagai simbol bahwa plagiarisme tidak bisa diterima dalam dunia ilmiah.

Penemuan ini mengguncang dunia sains Eropa. Terutama ketika ahli sejarah optik, David Lindberg, dalam “Theories of Vision from Al-Kindi to Kepler” menyatakan bahwa kontribusi Ibn al-Haytham terhadap ilmu optik jauh lebih besar daripada yang pernah dilakukan Bacon. Ibn al-Haytham, yang juga dikenal sebagai Alhazen di dunia Barat, telah memberikan penjelasan ilmiah tentang teori cahaya dan penglihatan, yang menjadi dasar utama perkembangan optik modern.

Lindberg menambahkan bahwa sains optik Bacon hanya memperbarui dan menyederhanakan konsep yang sudah matang dalam Kitab “al-Manazir”, tanpa adanya inovasi substansial.

Swasembada Pangan, Target Ambisius Prabowo yang Terganjal Banjir Impor dan Susutnya Sawah
Kemandirian pangan belum sepenuhnya tercapai. Dan untuk menuju swasembada, pemerintah harus mengatasi berbagai masalah struktural yang selama ini membatasi sektor pertanian nasional.

Hal ini menjadi pelajaran bagi sejarah ilmu pengetahuan, bahwa pengakuan intelektual yang tepat sangat penting, terutama dalam memastikan akurasi catatan sejarah. Plagiarisme yang dilakukan oleh Bacon tidak hanya menghilangkan kepercayaan terhadap dia sebagai ilmuwan, tetapi juga menjadi refleksi penting tentang kehebatan ilmuwan Muslim yang sering kali diabaikan dalam sejarah ilmu pengetahuan Barat.

Profesor Ahmad Dallal dalam “Islam, Science, and the Challenge of History” menegaskan bahwa para ilmuwan Muslim semisal Ibn al-Haytham telah memainkan peran besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern. Mereka menerapkan metode ilmiah yang ketat, mendalami eksperimen, dan menghasilkan teori yang kokoh dalam berbagai bidang seperti matematika, fisika, dan optik.

Menurut Dallal, keberhasilan ilmuwan Muslim dalam merintis sains modern menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah pencapaian kolektif, bukan milik satu peradaban semata.

Karya Kitab “al-Manazir” dari Ibn al-Haytham adalah bukti konkret kejeniusan ilmuwan Muslim dalam bidang optik, yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam memahami fenomena cahaya dan penglihatan. Ahli optik, Roshdi Rashed, dalam bukunya “A History of Arabic Sciences and Mathematics” menulis bahwa Kitab “al-Manazir” menyuguhkan analisis yang mendalam mengenai cahaya dan perspektif.

Ibn al-Haytham mengembangkan teori tentang cara mata menangkap cahaya dan persepsi visual, serta bagaimana refleksi dan refraksi bekerja dalam medium yang berbeda. Menurut Rashed, metode eksperimen dan observasi empiris yang diterapkan Ibn al-Haytham menunjukkan pendekatan ilmiah yang luar biasa, yang di kemudian hari menjadi landasan bagi ilmuwan Eropa dalam mengembangkan teori optik.

Koalisi Tanpa Oposisi: Preseden Baru dalam Sistem Presidensial Indonesia?
Tanpa ada partai oposisi yang jelas, fungsi check and balances harus sepenuhnya dilakukan oleh lembaga negara semisal DPR, BPK, dan KPK.

Bacon, yang mengaku menulis “The Optic”, menggunakan sebagian besar ide dari Kitab “al-Manazir” tanpa memberikan penghargaan kepada Ibn al-Haytham, sebuah tindakan yang dinilai oleh sejarawan sebagai pengkhianatan terhadap prinsip intelektual. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Charles Homer Haskins dalam “The Renaissance of the Twelfth Century”, Bacon sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat dalam optik tanpa pengaruh dari teks-teks ilmuwan Muslim.

Haskins menilai bahwa kontribusi Bacon lebih kepada penerjemahan gagasan Ibn al-Haytham ke dalam bahasa Latin dan memperkenalkannya ke dunia Eropa, namun tindakan plagiarisme itu sendiri mengurangi nilai keilmuan yang diklaim Bacon.

Penting untuk belajar dari ironi ini bahwa penghargaan terhadap karya asli adalah esensi dari integritas akademik. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan sains sosial, Henry Harris, dalam “The Plagiarism Problem in Scientific Community”, plagiarisme adalah bentuk manipulasi kebenaran yang mencemari reputasi intelektual.

Kasus Bacon mengajarkan bahwa integritas intelektual harus diutamakan, dan sejarah harus mencatat ilmuwan yang sebenarnya menghasilkan gagasan asli, yaitu Ibn al-Haytham, yang merupakan ilmuwan Muslim yang sangat berpengaruh dalam perkembangan sains optik. Kitab “al-Manazir” juga menjadi simbol kehebatan peradaban Islam dalam bidang ilmu pengetahuan yang relevan bagi kemajuan zaman. Dallal mencatat bahwa dalam lingkungan ilmiah Islam, inovasi, dan penemuan, dihargai sebagai bentuk ibadah, sehingga menghasilkan ilmuwan yang berdedikasi tinggi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Selamat Bertugas, Prabowo Subianto
Kelebihan Prabowo adalah mampu merangkul lawan menjadi kawan. Jadi, Mr. Prabowo Subianto, selamat bertugas. Doaku menyertaimu.

Karya Ibn al-Haytham tidak hanya menjadi warisan optik, tetapi juga menjadi bukti bahwa para ilmuwan Muslim mampu membangun fondasi ilmu yang sangat maju, yang kemudian diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut di Eropa.

Sebagai penutup, kejatuhan Bacon dalam kasus ini memberikan pembelajaran bagi kita bahwa sejarah sains harus selalu ditulis dengan jujur dan menghargai tokoh yang pantas mendapatkan pengakuan. Warisan Ibn al-Haytham yang terlupakan akhirnya diakui sebagai karya penting yang membentuk dasar optik modern. Kasus Bacon pun menunjukkan bahwa plagiarisme dalam sains tidak hanya merusak reputasi individu tetapi juga mengaburkan kontribusi sejati dalam sejarah sains.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.