Koalisi Tanpa Oposisi: Preseden Baru dalam Sistem Presidensial Indonesia?

Koalisi Tanpa Oposisi: Preseden Baru dalam Sistem Presidensial Indonesia?
Koalisi Tanpa Oposisi: Preseden Baru dalam Sistem Presidensial Indonesia? / Humas Kemensetneg RI

Di dalam sistem presidensial Indonesia, konsep oposisi politik formal tidak diakomodasi sebagaimana dalam sistem parlementer. Pemahaman ini didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang menciptakan mekanisme check and balances antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Prinsip ini dikemukakan oleh Charles Louis de Secondat, Baron de Montesquieu, dalam “The Spirit of the Laws”.

Di Indonesia, pengawasan pemerintah dilakukan oleh lembaga-lembaga negara secara independen. Bukan melalui keberadaan oposisi politik formal.

Keputusan seorang presiden untuk merangkul semua partai politik ke dalam koalisi, seperti yang mungkin dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto sekarang, tidak bertentangan dengan prinsip dasar sistem presidensial. Sebab, sistem ini tidak menuntut adanya oposisi formal sebagaimana yang terjadi di sistem parlementer. Hal ini didukung oleh landasan konstitusi Indonesia yang tidak mengatur kewajiban partai oposisi, tetapi lebih menekankan pada pengawasan dari institusi-institusi negara.

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kebebasan bagi presiden untuk memilih anggota kabinet dari partai-partai mana pun, asalkan sesuai dengan kepentingan negara dan kebutuhan pemerintahan. Jika Prabowo membentuk kabinet yang melibatkan semua partai politik, langkah ini bukanlah pelanggaran konstitusi. Justru, langkah ini bisa dipandang sebagai bentuk pemaksimalan stabilitas politik dalam kerangka presidensial yang lebih menekankan pada kerja sama ketimbang oposisi formal. Pemerintah dapat lebih fokus pada implementasi kebijakan tanpa terhambat oleh konflik politik yang berkepanjangan.

Dari sisi implikasi positif, koalisi besar yang melibatkan semua partai politik berpotensi membawa stabilitas politik yang signifikan. Tanpa adanya oposisi formal yang kuat, konflik antar partai dapat diminimalkan, sehingga pemerintah dapat lebih fokus pada pembangunan dan implementasi kebijakan strategis tanpa gangguan politik.

Selamat Bertugas, Prabowo Subianto
Kelebihan Prabowo adalah mampu merangkul lawan menjadi kawan. Jadi, Mr. Prabowo Subianto, selamat bertugas. Doaku menyertaimu.

Stabilitas politik ini juga dapat berdampak positif pada iklim investasi, di mana para investor lebih percaya diri untuk menanamkan modal di negara yang menunjukkan stabilitas politik yang kuat dan minim risiko ketidakpastian. Selain itu, koalisi menyeluruh bisa membuka ruang bagi terciptanya kebijakan yang lebih inklusif dan mencerminkan konsensus nasional.

Dengan melibatkan semua kekuatan politik dalam pemerintahan, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih mencerminkan kepentingan seluruh elemen masyarakat, mengurangi potensi eksklusi atau marginalisasi kelompok tertentu. Ini juga memerkuat rasa kebersamaan dan persatuan nasional, yang pada gilirannya dapat memercepat pembangunan sosial dan ekonomi.

Namun, dari sisi pelaksanaan demokrasi, koalisi menyeluruh ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai mekanisme pengawasan. Tanpa adanya partai oposisi yang jelas, fungsi check and balances harus sepenuhnya dilakukan oleh lembaga negara semisal DPR, BPK, dan KPK.

Jika lembaga-lembaga itu berfungsi secara efektif dan independen, maka pengawasan terhadap eksekutif tetap terjamin. Namun, risiko besar muncul ketika fungsi pengawasan dari lembaga negara menjadi lemah atau terkooptasi oleh kekuatan eksekutif, yang pada akhirnya bisa mengurangi daya kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Selain itu, koalisi total bisa memersempit ruang bagi munculnya alternatif politik yang sehat, karena persaingan politik menjadi tidak lagi berfokus pada ideologi atau visi yang berbeda, tetapi pada perebutan kekuasaan semata. Ini dapat berdampak negatif terhadap dinamika demokrasi di Indonesia, di mana masyarakat tidak lagi memiliki pilihan politik yang nyata selain figur-figur yang sama dalam lingkaran kekuasaan.

Afghanistan: Perubahan Kebijakan dan Posisi
Sejak mengambil alih tanggung jawab memerintah negara, Imarah Islam telah berupaya mengerahkan kemampuan dalam membangun kembali negara, mengembangkan perdagangan, memfasilitasi berbagai hal.

Sebagai perbandingan, dalam sistem parlementer seperti di Inggris, oposisi politik formal merupakan elemen penting dalam mekanisme pemerintahan. Partai oposisi resmi, yang dipimpin oleh Leader of the Opposition, berfungsi sebagai pengawas utama pemerintah dan memiliki peran aktif dalam memertanyakan kebijakan-kebijakan eksekutif. Oposisi ini diakui secara konstitusional dan memiliki struktur serta hak yang jelas dalam parlemen, semisal diberi waktu khusus untuk mengajukan agenda debat.

Di dalam praktiknya, oposisi memainkan peran sentral dalam memastikan adanya alternatif politik yang konkret, seperti terlihat dalam persaingan antara Partai Buruh dan Partai Konservatif di Inggris. Hal itu berbeda dengan sistem presidensial Indonesia yang tidak mengenal oposisi formal, melainkan mengandalkan mekanisme check and balances antar lembaga negara.

Di dalam konteks ini, jika akhirnya langkah Presiden Prabowo untuk melibatkan semua partai dalam kabinetnya terwujud, bisa dianggap sebagai preseden baru dalam politik Indonesia. Meski pun hal ini sah secara konstitusional dan dapat membawa stabilitas jangka pendek, tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga keberlangsungan demokrasi yang sehat, di mana persaingan ide dan kebijakan tetap ada meski pun tanpa adanya oposisi formal.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.