Di dalam Qur’an Surat Al-Hajj ayat 34, Allah ﷻ berfirman,
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”
Suatu hari, anak kedua saya pernah berkomentar tentang ibadah qurban. “Berqurban itu jangan nunggu kaya! Coba kita lihat, banyak kisah di TV orang tidak kaya tapi berqurban. Ada seorang ibu pemulung rajin menabung yang salah satunya diniatkan untuk membeli hewan kambing lalu diqubankan, dan ternyata terpenuhi niatnya. Ada pula kisah dua orang Kakek-Nenek yang rumahnya gedek reot dan memelihara kambing di sebelah rumahnya sebagai investasi dunia dan akhirat, karena di samping untuk kebutuhan hidupnya di dunia juga hampir setiap tahunnya mereka berqurban dari kambing piaraannya,” katanya.
Itulah sedikit kisah tentang orang-orang yang tidak menunggu kaya untuk berqurban menurut anakku. Selanjutnya, anakku bilang, “Berqurban itu awalnya harus dipaksakan, sebagai wujud cinta dan pengabdian kepada sang pencipta yang maha segalanya. Proses berikutnya, akan timbul keikhlasan dan menjadi sikap dan perilaku automatically (muncul secara otomatis) yang menjadi kebutuhan. Sementara sering kali seseorang untuk membuktikan cintanya kepada sesuatu selain Allah saja rela berqurban segalanya, lalu mengapa kepada pemilik dunia dan seisinya acapkali orang merasa berat?”
Menyimak omongan anakku tersebut, kupikir ada benarnya juga. Sering kali kita lebih mementingkan ego atau hawa nafsu yang ada di dalam diri kita. Sudah saatnya kita melawan untuk mengalahkan ego dan lebih mementingkan serta menomorsatukan Allah Swt sebagai Tuhan semesta alam yang merupakan sebuah keniscayaan.
Baca juga: Pandangan Saya tentang Konsesi Tambang Batubara buat Muhammadiyah
Rasulullah ﷺ pun dengan santunnya menyerukan kepada orang-orang yang berkeleluasaan rezeki, tetapi di ujung kalimat beliau menutup dengan pernyataan keras, dengan kata-kata ‘jika tidak mau berqurban, jangan mendekati tempat ibadahku’. Hal itu sebagaimana sabda beliau:
“Barangsiapa mempunyai keluasan rezeki (mampu berqurban) tetapi ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami beribadah” – HR Ahmad dan Ibnu Majah
Di dalam hadits lain, dari sahabat Zaid bin Arqam: “Aku dan mereka bertanya, ‘Hai Rasulullah, apakah Qurban itu?’ Nabi ﷺ menjawab, ‘Itulah suatu sunah ayahmu Ibrahim’. Mereka bertanya (lagi) ‘Apakah yang kita peroleh dari qurban itu?’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Di tiap-tiap bulu, kita mendapat suatu kebajikan’.” – HR Ahmad dan Ibnu Majah
Esensi Qurban adalah panggilan untuk mendekat kepada Allah. Sebab, hakikatnya Qurban itu artinya “pendekatan” dengan cara bersatu dalam ketaatan kepada Allah dan membantu sesama manusia.
Jadi, dengan mengikuti landasan perintah qurban dalam Al Qur’an dan hadits, kita tidak hanya menunaikan kewajiban agama, tetapi juga mengukir jejak kebaikan yang abadi dalam sejarah umat manusia.
Mari berqurban dengan penuh keikhlasan dan harapan untuk meraih ridha Allah Swt serta menebarkan kebaikan di sekitar kita. Mari kita kikis habis kebiasaan menuhankan hawa nafsu kita sendiri, yang acapkali hinggap pada diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam QS Al-Jatsiyah Ayat 23: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya?”
Wallahu a'lam bishowab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!