Haji dan Jihad di Gaza

Haji dan Jihad di Gaza
Jihad Penduduk Gaza di Bulan Haji / Foto

Segala puji bagi Allah Swt, dan semoga shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah ﷺ.

Allah Ta’ala berfirman:

"Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar" (QS Al-Hadid: 21).

Atas kehendak Allah, hari-hari terbaik dalam setahun kembali kepada kaum Muslimin, membawa peristiwa agung ibadah haji yang memerbarui kenangan atas pengorbanan bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihis salam, terhadap putranya. Serta pengorbanan Nabi Ismail ‘alaihissalam – leluhur kaum Muslimin – terhadap dirinya.

Di saat yang sama, umat Islam menyaksikan genosida brutal dan pengepungan yang kejam terhadap saudara-saudara kita di Gaza, yang rela mengorbankan diri, anak-anak, dan harta mereka di jalan Allah demi membebaskan Al-Aqsha dan menghadang keangkuhan Zionis. Kami memohon kepada Allah agar menganugerahkan rahmat kepada saudara-saudara kita di hari-hari yang diberkahi ini – hari-hari ibadah haji yang sarat makna tauhid dan jihad – sebagaimana rahmat yang telah Dia turunkan kepada kekasih-Nya, Nabi Ibrahim, dan yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Pertama: Puncak Islam dan Rukunnya

Barang siapa merenungi ayat-ayat tentang haji dalam Al Qur'an, ia akan menemukan hal yang menakjubkan, yaitu keterkaitan antara ayat-ayat tentang haji dan ayat-ayat tentang jihad, sebagaimana yang terdapat dalam dua surah: Al-Baqarah dan Al-Hajj. Di dalam kedua surah ini, ayat-ayat yang membahas tentang haji berdampingan langsung dengan ayat-ayat yang berbicara tentang memerangi musuh-musuh Allah.

Di dalam Surah Al-Baqarah:

• Ayat 189 berbicara tentang haji:

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji...” (Al-Baqarah: 189).

• Namun secara mengejutkan, Al Qur'an tidak langsung melanjutkan pembahasan tentang haji, melainkan berpindah ke topik jihad dalam ayat 190 hingga 195:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas…” (Al-Baqarah: 190).

• Setelah itu, ayat 196 kembali ke pembahasan tentang haji:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah…” (Al-Baqarah: 196).

 Di dalam Surah Al-Hajj:

• Dari ayat 26 hingga 37, Al Qur'an membicarakan tentang haji dan manasiknya.

• Dari ayat 38 dan seterusnya, berbicara tentang jihad dan pembelaan Allah terhadap orang-orang beriman.

 Apa makna serta hikmah keterkaitan haji dan jihad? Keterkaitan yang kuat antara haji dan jihad ini bukanlah kebetulan, melainkan mengandung makna mendalam bahwa ibadah haji adalah madrasah tahunan bagi para mujahidin. Beberapa makna yang dapat dipetik adalah:

 • Jihad dalam Islam erat kaitannya dengan rukun-rukun Islam.

Para ulama fiqih bahkan menyebutnya sebagai rukun keenam. Imam Abdurrahman bin Al-Qasim rahimahullah berkata:"Sebagian ulama menganggap jihad sebagai rukun keenam dari agama Islam, oleh karena itu mereka menyebutkannya setelah lima rukun Islam" (Hasyiyah Ar-Raudh Al-Murbi’, 4/253).

• Ada juga perkataan sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang menguatkan makna ini: "Islam itu terdiri dari delapan bagian: Islam itu sendiri satu bagian, shalat satu bagian, zakat satu bagian, haji satu bagian, puasa Ramadhan satu bagian, amar ma'ruf satu bagian, nahi mungkar satu bagian, dan jihad di jalan Allah satu bagian. Celakalah siapa yang tidak memiliki bagian sedikit pun.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya, nomor 413).

• Jihad adalah penjaga dan penegak syariat Islam dan syi’ar-syi’ar Allah.

• Sebagaimana ibadah haji ditujukan kepada seluruh umat dari berbagai suku dan bangsa, jihad juga merupakan kewajiban umat secara kolektif, dan dalam kondisi jihad defensif, apabila penduduk setempat tidak mampu, kewajiban tersebut berpindah ke wilayah terdekat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Apabila musuh memasuki negeri kaum Muslimin, maka tidak diragukan lagi bahwa wajib bagi yang terdekat untuk mengusirnya, karena seluruh negeri kaum Muslimin seperti satu kota. Maka wajib berangkat (berjihad) tanpa izin dari ayah maupun majikan” (Al-Fatawa Al-Kubra, 4/608).

 • Haji dan jihad sama-sama menuntut pengikhlasan kepada Allah dan pelepasan dari dunia.

• Pengorbanan dan pemberian merupakan ruh bersama antara ibadah haji dan jihad

Gaza Dilanda Bencana Kelaparan
Krisis di Gaza bukan konflik sementara, tetapi ujian nyata bagi hati nurani manusia universal. Setiap hari yang berlalu tanpa solusi berarti lebih banyak penderitaan dan kematian buat orang-orang tak bersalah. Dunia dipanggil untuk bertindak sekarang, sebelum terlambat.

Kedua: Rahmat Allah adalah Balasan Bagi Orang-Orang yang Berbuat Baik

Salah satu makna rahmat yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berbuat baik adalah rahmat Allah kepada bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihissalam, ketika beliau menaati perintah Allah. Allah Ta’ala berfirman:

 “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'”  (Surat Ash-Shaffat: 102).

Ayat ini menggambarkan pengorbanan seorang ayah, Nabi Ibrahim as, yang hendak mengorbankan anaknya pada masa usia yang sangat dicintai ayah dan diharapkan manfaatnya. Juga pengorbanan sang anak muda, Ismail as, yang rela menyerahkan dirinya di jalan Allah.

 

Inilah makna yang dihidupkan kembali oleh kaum Muslimin di Gaza dalam jihad mereka melawan penjajah yang merampas tanah-tanah kaum Muslimin dan menduduki Masjid Al-Aqsha. Mereka telah mengorbankan diri dan anak-anak mereka, serta memuji Allah atas anugerah syahadah (kesyahidan). Kita memohon kepada Allah agar menerima pengorbanan mereka. Puluhan ayah dan ibu telah kehilangan anak-anak mereka, dan satu-satunya ucapan mereka adalah: “Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami.”

Ketika ketaatan dan kepatuhan telah sempurna, maka turunlah rahmat Allah kepada Ibrahim dan Ismail, yang dijadikan-Nya sebagai balasan bagi orang-orang yang berbuat baik.

Allah Ta’ala berfirman: “Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk disembelih), Kami panggillah dia: ‘Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu'. Sesungguhnya demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat baik” (Surat Ash-Shaffat: 103–106).

Maka kita memohon kepada Allah agar menurunkan rahmat dari sisi-Nya kepada saudara-saudara kita di Gaza, yang akan menghentikan pertumpahan darah kaum Muslimin, menolong mereka atas musuh-musuh mereka, memerbaiki keadaan dan urusan mereka, serta menghancurkan kesombongan “Fir’aun” dari entitas penjajah.

Hiding The Truth: Persepsi Barat yang Keliru terhadap Islam Menghalangi Terwujudnya Perdamaian di Palestina
Perdamaian di Palestina tak bisa dicapai hanya dengan negosiasi politik, tetapi juga dengan menghancurkan konstruksi persepsi yang menghalangi pemahaman yang adil atas konflik itu. Tanpa upaya serius mereformasi cara dunia melihat Palestina, solusi adil akan tetap jadi utopia.

Ketiga: Janji Allah Akan Kemenangan

Allah Ta’ala berfirman: “Dan sungguh telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum engkau (Muhammad), namun mereka bersabar atas pendustaan dan penganiayaan yang mereka terima, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Dan tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah. Dan sungguh, telah datang kepadamu sebagian dari berita para rasul”  (Surat Al-An’am: 34).

Apa yang kita alami hari ini di Palestina — berupa ujian kesempitan, penderitaan, ketakutan, dan konspirasi dari mayoritas penduduk bumi untuk memerangi kita — mengingatkan kita pada suri teladan kita, Rasulullah ﷺ, ketika beliau keluar dari Thaif setelah diusir, dicaci, dan disakiti oleh semua orang di sekelilingnya, hingga wajah beliau berdarah.

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Aisyah ketika menggambarkan kesedihan yang beliau alami: “Aku berjalan tanpa sadar karena terlalu sedih, hingga aku baru tersadar ketika sudah berada di Qarn ats-Tha‘alib.”

Di sana beliau berdoa kepada Allah dengan doa yang menunjukkan bahwa beliau melepaskan seluruh kekuatan dirinya dan hanya berserah kepada Allah, mengadukan kelemahan dirinya serta kezaliman orang-orang jauh dan dekat yang memusuhinya dan mengkhianatinya.

Kita juga meneladani para pemuda Ashabul Kahfi, ketika mereka dimusuhi oleh semua yang ada di sekeliling mereka. Namun ucapan mereka hanyalah: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu” (yaitu rahmat khusus dari Allah yang mereka sendiri tidak tahu bentuknya),
“dan berilah petunjuk kepada kami dalam urusan kami ini dengan petunjuk yang benar.” Maka Allah membimbing mereka kepada pilihan, ucapan, dan perbuatan yang paling benar.

Di dalam kondisi sulit yang sangat berat ini — yang tidak melemahkan semangat para mujahidin dan rakyat kami — terpikul banyak kewajiban besar dan tanggung jawab agung di pundak umat ini. Kita hidup di hari-hari yang Rasulullah ﷺ pernah bersabda tentangnya — sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

“Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).”
 Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?
 Beliau menjawab: “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar (berjihad) dengan diri dan hartanya, lalu tidak kembali dengan apa pun darinya.”

Kita hidup di masa ketika seorang Muslim mampu menggabungkan antara jihad — seperti mereka yang keluar dengan diri dan hartanya lalu tidak kembali lagi — dan amal saleh di hari-hari yang utama ini. Maka kewajiban yang paling utama adalah menolong saudara-saudara kita di Gaza, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jangan kita lalai dari berdoa dan bersungguh-sungguh memohon kepada Allah agar segera menurunkan kemenangan bagi mereka, melapangkan penderitaan mereka, dan mengalahkan musuh mereka serta musuh kita bersama.

—-----

Penulis: Abu Muhammad Asyur 

Warga Palestina, Peneliti APKB (Akademi Perintis Kebangkitan Bangsa) أكاديمية رواد للنهضة الأمة

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.