Tanya:
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Ustadz dan teman-teman, saya mau tanya. Sekarang kan lagi marak toko-toko menerapkan beli barang lain dengan harga minimal tertentu baru bisa beli minyak goreng. Contoh: Misalnya untuk bisa membeli minyak goreng sejumlah 1 dus, harus beli dulu garam minimal 1 dus juga. Ini bagaimana hukumnya, ya? Terima kasih.
-- Salah satu santri via grup WA
Jawab:
Wa‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Mau beli minyak goreng harus beli garam dulu... Bolehkah?
Ada yang tanya, di beberapa toko kalau mau beli minyak goreng satu dus, maka HARUS membeli juga garam satu dus atau semisalnya. Intinya, ada persyaratan harus beli barang yang lain jika ingin membeli minyak goreng.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa kalau jual-belinya adalah jual paketan, misalnya paket minyak goreng dengan garam yang sudah disatupaketkan (dijadikan satu paket) dengan satu harga tentunya, maka SEMUA ULAMA MEMBOLEHKANNYA. Tetapi dalam kasus ini berbeda halnya. Di dalam kasus ini adalah dua barang dengan harga yang berbeda dan sebenarnya berdiri sendiri-sendiri.
Masalahnya, jika orang yang bersangkutan perlu minyak dan TAK PERLU garam, tetapi dia terpaksa harus membeli garam demi mendapatkan minyak.
Kasus di atas, yaitu memberikan syarat membeli barang lain ketika hendak membeli suatu barang tertentu, sudah ada bahasannya dalam kitab-kitab fikih klasik dan modern. Jumhur (mayoritas ulama) ketiga madzhab mengatakan, jual-beli semacam ini TIDAK SAH. Syaratnya rusak dan merusak akad. Ini adalah pendapat Hanafiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah.
Ibnu Qudamah mengatakan,
“Mensyaratkan satu akad dalam akad lain, misalnya dia menjual sesuatu kepada temannya dengan syarat temannya ini harus menjual sesuatu padanya, atau dia harus beli barang lain selain yang ingin dia beli tadi, atau harus menyewa darinya, atau menikahkannya, atau meminjamkan uang kepadanya, atau menukarkan mata uang buatnya, dan lain-lain, maka syarat ini rusak serta merusak pula jual-belinya sekaligus. Sama saja apakah itu syarat diajukan oleh penjual maupun pembeli.”
Adapun Malikiyyah kalau menggabung dua akad jual-beli dengan harga yang berbeda seperti ini, maka boleh. Madzhab Maliki tidak membolehkan beberapa akad digabung dengan jual-beli yang dikenal dengan istilah mereka (جص مشنق) singkatan dari Ji'alah, Sharf, Musaqah, Syirkah, Nikah, dan Qiradh atau mudharabah, tentu ditambah satu lagi yang sudah ijma' ketidakbolehannya digabung dengan akad lain yaitu akad qardh. Artinya, dalam madzhab Maliki, kalau menggabung dua jual-beli dalam satu shafaqah (transaksi) maka boleh, hanya ketujuh akad di atas saja yang tidak boleh.
Lalu kalau berselancar di internet, maka akan didapati jawaban membolehkan dari Syekh Muhammad Al-Utsaimin dan itu diamini oleh dua pengasuh situs tanya-jawab terkenal yaitu situs Islamqa dan situs Islamweb. Hanya saja, situs Islamweb mengatakan, tindakan penjual seperti itu tidak pantas dan tidak berakhlaq, karena membuat orang terpaksa beli barang yang tidak dia perlukan secara terpisah.
Uniknya, Syekh Ali Ferkous yang bermadzhab Maliki malah melarangnya, sebagaimana jawabannya dalam situsnya, dengan alasan ini adalah dua shafaqah dalam satu shafaqah yang terlarang dalam hadits Ibnu Mas'ud, dan juga larangan jual-beli dengan syarat.
Kesimpulan sementara, hendaknya menghindari transaksi seperti ini karena syubhat-nya kuat, apalagi mayoritas melarangnya.
Memang tidak ada gharar dan riba, tetapi ada semacam kezaliman dengan memaksa orang membeli apa yang tidak dia ingin beli. Tentu beda dengan jualan satu paket yang memang orang sudah tahu sejak awal isinya apa saja.
Tetapi jika telah terlanjur terjadi, maka tak bisa dibatalkan karena memperhatikan adanya pendapat yang membolehkan dan menganggap sah, yaitu madzhab Maliki tadi. Ini biasa disebut mura'atul khilaf, istilahnya.
Referensi:
Bahan bacaan dalam masalah ini silakan rujuk:
- Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh jilid 4 halaman 247 dan seterusnya bahasan Al-Bai' bi Syarthin Fasid.
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah jilid 9 halaman 271-273 entri kata Al-Bai'
- Al-Mu'amalah Al-Maliyyah Ashalatan wa Mu'asharatan, karya Syekh Dubyan Ad-Dubyan jilid 5 mulai halaman 373 dan seterusnya.
Tarjih penulis tidak masalah menggabungkan dua akad seperti itu karena tidak ada gharar tidak pula riba.
- Al-'Uqud Al-Maliyyah Al-Murakkabah karya Dr Abdullah Al-Umrani halaman 98 dan seterusnya.
Tarjih penulis boleh menggabung dua akad mu'awadhah (bisnis) dengan mu'awadhah.
- Al-Inshaf tahqiq At-Turki jilid 11 mulai halaman 230 dan seterusnya.
- Asna Al-Mathalibnya Zakariya Al-Anshari jilid 2 halaman 34.
Itu yang saya rujuk langsung, selamat berselancar.
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!